PERAYAAN MAULID DI
RUMBIO DAN AIRTIRIS KAMPAR RIAU
Catatan Ketika Remaja Dr.Mura
Pekanbaru Riau
Ketika
remaja, penulis(M.Rakib) di Pulau Jambu Airtiris, perbatasan dengan Rumbio
Jaya, sering melihat ibu-ibu membuat lomang puluik, di setiap perayaan. Pada
tahun 1974 penulis bertanya “ Iko lomang untuok apo amak-amak?, Mereka
menjawab, “Ayi Ghayo Muluk kini ma’., artinya Hari Raya Maulud sekarang ini.
Penulis merasa aneh, karena di tempat tinggal penulis sebelumnya, Penyalai
Kuala Kampar tidak pernah mendengar istilah “Perayaan Maulud”. Setelah dibaca
kitab kuning, ternyata memang ada Hari Raya Maulid lebih besar dibandingkan Hari
Raya Idul Adha dan Idul Fitri, kata Muhammad Alawi Al-Maliki:
Sayyid Muhammad
Alawi Al-Maliki, seorang Ahli Hadits terkenal yang merupakan keturunan Nabi
dari jalur Hasan. Beliau lahir di Mekkah pada tahun 1365 H/1944 M dari keluarga
Al-Maliki Al-Hasani menjelaskan secara rinci dalil tentang Maulid Nabi. Kata
Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki, hari kelahiran (Maulid) Nabi lebih besar dan
lebih agung daripada dua hari raya. Sebab beliaulah (Rasulullah SAW) yang
membawa 'Ied (hari raya) dan berbagai kegembiraan yang ada di dalamnya. Karena
berkat kelahiran Nabi juga kita memiliki hari-hari lain yang agung dalam Islam.
Jika tidak ada
Rasulullah, tentu tidak ada Nuzulul Quran, Isra Mikraj, Hijrah, kemenangan
dalam Perang Badar, dan Futuh Mekah, yang semua itu terhubung langsung dengan
Nabi dan kelahirannya. Tidak layak seorang muslim yang berakal bertanya,
'Mengapa kamu memperingatinya?' Seolah-olah dia bertanya, 'Mengapa kamu
bergembira dengan adanya Nabi Muhammad SAW?'.
Dikutip dari Rusman
Siregar, Jum'at, 8 November 2019 - 05:15 WIB
Berikut dalil yang membolehkan memperingati Maulid Nabi:
1. Orang yang merayakan Maulid Nabi adalah sohibul Maulid
sendiri, yaitu Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana dalam hadis shahih diriwayatkan
Imam Muslim disebutkan, ketika Baginda Nabi ditanya mengapa berpuasa pada hari
Senin, Beliau SAW menjawab, "Itu adalah hari kelahiranku." Inilah
nash yang paling jelas menunjukkan bolehnya memperingati Maulid Nabi.
2. Gembira terhadap Rasulullah adalah perintah Alqur'an.
Allah Ta'ala berfirman: "Katakanlah, 'Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya,
hendaklah dengan itu mereka bergembira'." (Surah Yunus: 58). Jadi, Allah
sendiri meminta kita untuk bergembira dengan rahmat-Nya, sedangkan Nabi SAW
merupakan rahmat terbesar, sebagaimana disebut dalam Alqur'an. "Dan
tidaklah Kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam."
(Al-Anbiya': 107).
3. Peringatan Maulid Nabi adalah ungkapan kegembiraan
terhadap baginda Nabi. Ketika Suwaibah, hamba Abu Lahab (paman Nabi SAW)
menyampaikan berita gembira tentang kelahiran Nabi Muhmmad, Abu Lahab pun
memerdekakan budaknya sebagai tanda suka citanya. Kerana kegembiraan Abu Lahab
merayakan kelahiran Rasulullah itu, di akhirat siksa terhadap dirinya
diringankan setiap hari Senin dan keluar air surga dari celahan jarinya untuk
minumannya. Demikianlah rahmat Allah terhadap siapapun yang bergembira atas
kelahiran Nabi, termasuk juga terhadap kaum kafir sekalipun.
4. Memperingati Maulid Nabi SAW mendorong kita untuk
bersalawat. Salawat itu diperintahkan oleh Allah Ta'ala. "Sesungguhnya
Allah dan para malaikat-Nya bersalawat atas Nabi. Wahai orang-orang yang
beriman, bersalawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah salam sejahtera
kepadanya." (Al-Ahzab: 56).
5. Maulid Nabi adalah perkara yang dipandang baik oleh
para ulama dan kaum muslimin. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan Abdullah bin
Mas'ud. "Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, ia pun baik di sisi
Allah, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin, ia pun buruk di sisi
Allah."
Untuk diketahui, peringatan Maulid Nabi memang tidak ada
di zaman Rasulullah sehingga sebagian orang menganggapnya bid'ah. Namun, bukan berarti
semua bid'ah itu munkar dan sesat. Maulid Nabi adalah bid’ah hasanah (sesuatu
yang baik). Sebab, ia termasuk di dalam dalil-dalil syara' dan kaedah-kaedah
kulliyyah (yang bersifat global).
Imam Syafi’i mengatakan, adapun suatu kebaikan yang baru dan tidak bertentangan dengan kitabullah, sunnah, ijmak, atau sumber lain yang dijadikan pegangan adalah terpuji. Tidak semua bid'ah itu diharamkan. Jika haram, niscaya haramlah pengumpulan lembaran Alqur'an, yang dilakukan Sayyidina Abu Bakar, Umar, Zaid, Utsman, dan penulisannya di mushaf-mushaf karena khawatir hilang dengan wafatnya para sahabat penghafal Alqur'an.
No comments:
Post a Comment