HAJI
TINGGALKAN, SIFAT BINATANG
HAWA
NAFSU, TERUS MENANTANG
TIAP
BERINFAQ ,HATINYA GIRANG
BAIK
DENGAN, SEMUA ORANG
DI TANAH SUCI, BANYAK YANG TERSESAT
AMBIL WUDHU’, SEGERA TOBAT
SEGERALAH,
LAKUKAN SHALAT
AGARA CEPAT BERTEMU ALAMAT
HAJI TINGGALKAN, SIFAT BINATANG
HAWA NAFSU, TERUS MENANTANG
TIAP BERINFAQ ,HATINYA GIRANG
BAIK DENGAN,
SEMUA ORANG.
Dan Subhanallah.. hilang lagi.,Lagi-Lagi..
Ini kisah
nyata dari seorang jemaah haji yang penulis kutip serius. Belau menyatakan. “ Kaca Mataku Hilang, Padahal baru saja aku kenakan ketika perjalanan dari
Hotel ke Masjidil Haram tadi . Aku berusaha mencarinya tapi jauh dalah hatiku aku sudah merasakan
bahwa aku kehilangan kacamataku yang kedua. Sedih
sekali apalagi melihat ibadah thawaf yang aku jalani di tengah cuaca yang benar
benar menyengat hari ini.
Huff…
Sampai di hotel aku hanya
terdiam..
Akhirnya aku hanya memiliki
kacamata terakhir yang sudah aku siapkan sebelumnya. Sambil memandang kacamata
itu aku berdoa lagi.. Allah please dong kacamata terakhir
ini jangan hilang lagi.
Tapi aku merasa, kayaknya jika masih
ditanah Haram ini, kemungkinan kacamataku akan hilang lagi, jadi daripada
kehilangan lagi lebih baik segera aku sedekahkan.
Sejenak
aku memandang Teh Eny, teman sekamarku yang sangat prihatin dengan musibahku. Kemudian
aku berkata “Teh,, ini
kacamataku disimpan ya,, daripada aku kehilangan lagi, lebih baik dikasih
ke teteh aja”
Beliau
menerima dengan senang dan aku pun lega karena
telah menghilangkan kacamataku yang terakhir. Lengkap sudah aku
kehilangan semua kacamatalku dirumah Allah ini. Hanya dengan sebuah doa
sederhana yang aku ucapkan di tanah air sebelumnya. Semoga ini jalan
terbaik yang ditunjukkan
Alllah. Karena meskipun aku kehilang semua penuntun mata ku. Alhamdulillah aku
dapat menyelesaikan semua ibadah ku, dan tidak tersesat.
(Novatuti)
***
Catatan kecil dari admin:
Sebuah kisah untuk direnungkan. Jadi merasa
diingatkan, betapa sesungguhnya Allah lah yang Maha Tahu akan segala yang
terbaik untuk umatnya.
Namun
seringkali kita berpikiran lain. Terkadang, kita merasa doa kita tidak
dikabulkan.
Ada pula yang merasa dikabulkan tapi ternyata
tidak sesuai dengan keinginannya.
Mengapa ini bisa terjadi?
Apakah Allah tak mendengar doa-doa kita? Tentu
tidak, karena Allah Maha Mendengar.
Apakah Allah tidak bisa mengabulkan doa-doa kita?
Tentu tidak, karena Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Apakah Allah salah mengartikan doa-doa kita?
Tentu tidak, karena Allah Maha Mengetahui..
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu mengenai Aku
maka (jawablah), bahwasannya Aku dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
(QS. Al-Baqarah: 186).
Yang terjadi, mungkin kita lah yang tidak
mendengar jawaban-jawabanNYA.
Mungkin kita lah yang belum melihat kekuasaan
Allah.
Mungkin kita lah yang justru tidak mengerti
apa-apa yang menjadi jawabanNYA…
Rasullulah SAW bersabda pada sebuah hadist
”Seorang hamba do’anya senantiasa akan dikabulkan selama tidak berdo’a
untuk perbuatan dosa, atau memutuskan silaturrahim, serta selama tidak
tergesa-gesa. Beliau ditanya, wahai Rasulullah apa yang dimaksud dengan
tergesa-gesa?. Rasulullah menjawab, “Aku telah berdo’a, aku telah berdo’a,
tetapi aku belum melihat do’aku dikabulkan. Lantas ia merasa kecewa dengan hal
itu, sehingga ia pun tidak mau lagi berdo’a.”
(HR. Muslim).
Setiap doa yang kita terbangkan ke langit penuh
harap, setiap doa yang lirih kita ucapkan di tengah keheningan malam, setiap
doa yang dengannya air mata mengalir membersihkan pipi, akan selalu diterima
oleh Allah SWT.
Dan Allah dengan segala kasih sayangnya, akan
menjawab doa-doa hambaNYA dengan cara yang paling indah, paling tepat dan
paling menakjubkan.
Allah akan memenuhi keinginan kita di saat yang
tepat atau bahkan memberi kita sesuatu yang jauh lebih baik dari yang kita
minta.
Karena Allah benar-benar mengetahui apa-apa yang
terbaik bagi dunia maupun akhirat hambaNYA.
Bagi manusia , mungkin untuk memahami semuanya,
terasa butuh waktu dan butuh pengertian mendalam. Tapi percayalah, semua hanya
masalah waktu.
Apalagi memang, apa-apa yang terlihat secara
kasat mata sebenarnya hanyalah permukaan saja. Selalu ada hikmah mendalam di setiap
kejadian. Baik itu kejadian yang tampaknya menyenangkan maupun kejadian yang
tampaknya tidak menyenangkan. Butuh mata hati untuk bisa melihat hikmah di
balik kejadian.
Alhamdulillah, saudari Nova di tengah segala
kehilangannya, tetap mampu melihat dunia dengan mata hati. Bahkan ia malah bisa
menjadi manfaat bagi sekitar dengan memberikan kacamata terakhirnya pada orang
lain.
Saat itu saudari Nova memang kehilangan
kacamatanya, tapi aku rasa, ia semakin terbuka mata hatinya. (Ruli
Amirullah)
Malam telah turun rendah, dan bayang kegelapan telah melanda kota ketika
saat itu cahaya gemerlap lampu-lampu taman di istana kaum berpunya berbanding
terbalik dengan redupnya gubuk-gubuk kaum duafa. Orang-orang mengenakan busana
pesta hilir mudik tak karuan namun wajah mereka menampakkan keriangan semu yang
tak terjangkau oleh aliran darah bidadari syurga. Cek Mat tertunduk menekuri
panasnya api temaram dari sebuah tungku penghangat yang disediakan di sebuah
ruang khusus untuk bersauna. Ia menghindari kerumunan orang-orang yang
berteriak di sepanjang jalan. Pikirannya berkelana terhadap jeniusnya zaman
yang dilahirkan dalam kekayaan, hidup dengan paradigma keakuan, namun
berkeinginan wafat dengan husnul khotimah, serta dihidupkan lagi dalam indahnya
taman syurga.
Ia terlahir dari keluarga kaya secara turun temurun yang tinggal di
sebuah rumah mewah di tepian Sungai Musi Palembang, dan sebagai tempat
persinggahan jika malam tiba, ia mempunyai rumah rakit yang berkilauan dihiasi
oleh lampu-lampu aneka warna, sehingga apabila dipandang dari Benteng Kuto
Besak atau dari Jembatan Ampera akan nampak perbedaan rumah rakitnya dari yang
lain. Ia mempunyai isteri yang saleha, yang senantiasa memohon kehadirat Allah
SWT untuk menyadarkan suaminya kembali pada jalan yang telah diridhoi-Nya. Ia
sadar, kadangkala pemikirannya sering tidak menjangkau magma sang suami, namun
sebagai bentuk pengabdian yang tulus, ia menerima semua perlakuan, karena ia
yakin “inilah jalan ke syorga yang hakiki”.
Suatu hari mereka berencana hendak menunaikan ibadah haji. Cek Mat
berusaha mengubah semua perilaku yang tidak sesuai dengan syariat Islam, ia
mendudukkan jiwa congkaknya di pelataran awan hitam. Jiwa yang habis
menyibukkan diri dalam kesombongan dunia. Di sana ia berdiri dalam gerombolan kemegahan,
memukul dadanya sendiri, dimahkotai rangkaian bunga yang penuh onak dan duri. ”Ya
Allah, ampunilah segala dosa-dosaku, jauhkanlah aku dari segala mara bahaya
yang akan menimpa, selamatkanlah perjalananku, dan jadikanlah keberangkatanku
ini menjadi haji yang mabrur”, tak henti-hentinya Cek Mat memanjatkan do’a.
Tapi itu hanya wacana dalam hatinya saja, ia tidak menyadari bahwa orang yang
terlibat dalam kegiatan riba akan menjadi mati jiwanya atau buta hatinya. Luluh
lantak semua yang indah-indah, hilanglah kemanisan beriman.
”Masya Allah Pak, sadar dengan rencana
tersebut. Ingat Allah tidak pernah membutakan mata-Nya dan menutup telinga-Nya
terhadap semua perbuatan kita”
”Aku tahu apa yang mesti aku ceritakan”, elak Cek Mat dengan rupanya
semula. Sia-sia memang, dirinya telah tersumbat zat batu kehidupan yang tak
peduli akan kebenaran. Bisikkan yang berusaha membuka nurani hanya berdiri di
bawah ujung jemari cahaya. Jiwa bodoh itu telah kembali mengejar syurga dunia,
menempatkan hati pada genggaman kehampaan. Ia telah merendahkan derajatnya
sendiri, tingkahnya berbaur dengan penghancuran bukit bebatuan, beserta
gemeretak reruntuhan dan ratapan jurang yang dalam. Sang isteri menangis,
menaruh simpati pada si miskin hati, sekalipun si miskin bersukaria tersenyum
memandang emas yang gemerlapan. Hari telah berlalu. Sang suami telah pula
mengikuti jejak kesenangan, dengan cakarnya yang tajam menancapkan jemari pada
ulah-ulah laknat. Ia telah berlutut di bawah budak sang Nafsu yang geloranya
telah mengusir sekumpulan keluarga leluhur, membahana menggulung tetangga di
sekitarnya.
Sang Haji itu telah memasukkan arakan jiwa wanita ke dalam terowongan
yang memalukan dan mengerikan. Ternyata perbuatan jahat setelah pulang haji
singgah kembali dan lebih parah karena ketakberdayaannya dalam menjilat
ketamakkan serta keserakahan yang mengalir dalam darah riba. Di penghujung
hari-harinya, karena didera oleh perasaan berdosa, isteri dan putera-puteri
yang lahir dari kekosongan jiwa meninggalkan rumah penderitaan itu. Mereka
mencari kebenaran yang ukuran dengan itu, terdapat uluran tangan yang
mendatangkan pengetahuan dari hati agung dan lingkar cahaya. Saat itulah sang
waktu terhenti dan tertahan.
Jurang telah membentang, istana debil telah runtuh tanpa meninggalkan
jejak kemegahannya, yang ada hanya kemuraman dan kuburan bertaburan bunga
mawar. Penyakit yang tak kunjung sembuh telah merengut jiwa yang lumpuh. Ia
terpuruk dalam kesendirian. Harta benda yang dibanggakan sudah lenyap bersama
sang waktu. Kebenaran itu hanya direngkuh sesaat tatkala di tanah suci.
Pertobatan itu hanya singgah sebentar, tatkala Allah memanggil menghadap
perjamuannya. Sekembalinya, ia telah hiruk pikuk lagi meneriakkan keperkasaan
semu. Orang-orang menggelarinya dengan sebutan Haji TOMAT, pergi TObat
pulangnya kuMAT.
(Sebelum ke tanah suci saya lebih menyukai sholat
sendiri dibanding berjamaah, saya sering menunda-nunda shalat karena urusan
pekerjaan, dan terakhir sebelum ke tanah suci pula ada permasalahan di
pekerjaan saya). Maka kemudian saya berdoa di dalam hati “Ya Allah berikanlah
saya suatu ilmu dan kebijaksanaan yang akan memperbaiki diri saya kelak apabila
kembali ke Indonesia”. Saya terus menerus berdoa seperti itu bahkan ketika
dalam perjalanan dari Madinah ke Makkah. Saya ingin suasana sejuk, damai dan
khusyuk yang saya rasakan di Madinah akan berlangsung terus menerus dalam hidup
saya.
Singkat cerita sampailah kami di Makkah Al Mukkarramah
pada hari Ahad Tanggal 20 Mei pukul 11 malam waktu setempat. Pimpinan rombongan
dan ustadz pendamping bersepakat bahwa kita langsung akan melaksanakan ibadah
umrah malam itu juga (setelah sebelumnya mengambil miqot di bir ali) supaya
niat dan ihram kita tetap terjaga.
Maka setelah kita menaruh barang-barang di kamar
langsung kita menunaikan ibadah umrah. Kebetulan saya beserta istri serta ada
satu keluarga lagi terpisah hotelnya dengan rombongan yang lain. Kebetulan juga
ketika turun dari bus tas kecil saya (berisi dompet, ID card, dan hp)
tertinggal di bus sehingga disimpankan oleh ketua rombongan. Maka berangkatlah
kami ke Masjidil Haram bersama-sama rombongan, kita janjian bertemu di bawah
jam kecil dari pintu masuk King Abdul Aziz. Setelah semua berkumpul kita
sama-sama melakukan prosesi ibadah umrah di Masjidil Haram.
Alhamdulillah semua proses berjalan dengan lancar dari
awal sampai akhir. Waktu menunjukkan jam 3 pagi waktu setempat ketika itu,
kemudian saya dan istri sepakat untuk langsung melakukan shalat sunnah di Hijir
Ismail. Sampai pada saat shalat selesai saya masih melihat istri saya. Tapi
saat saya hendak beranjak pergi, saat itulah saya kehilangan jejaknya sampai
tiba waktu Subuh. Subhanallah
Selesai shalat Subuh saya berinisiatif untuk menunggu
dibawah Jam Raksasa Makkah, dari selesai subuh hingga pukul 6 saya menunggu
namun tidak nampak jua muka istri saya (yang pada saat itu ternyata sudah
kembali ke hotel). Maka setelah menunggu itu saya berinisiatif untuk menuju
hotel.
Perjalanan ke hotel saya lupa-lupa ingat (karena tiba
semalam jam 11, sebentar kemudian langsung ke Masjidil Haram), sampai di hotel
tersebut ketika mau masuk lift hotel, Subhanallah, saya lupa nomor kamar saya.
Maka saya ke resepsionis hotel untuk menanyakan nomor kamar atas nama saya.
Subhanallah, ternyata tidak ada kamar beratas nama saya! Kemudian saya bertanya
beratas nama agen umrah tersebut / pimpinan rombongan juga tidak ada nama itu!
Maka paniklah saya.
Ditengah kepanikan itu saya bolak-balik ke Hotel -
Masjidil Haram, saya masuk lagi ke Masjidil Haram, tawaf, dan shalat sunnah,
dengan harapan segera bertemu istri/rombongan saya, tapi ternyata setelah
keluar saya mengelilingi masjidil haram kemudian hingga ke hotel lagi saya
belum bertemu istri saya juga. Saya kembali menemui resepsionis, berharap
bantuannya, namun ternyata saya malahan diusir. Subhanallah, kondisi saya saat
itu bingung sekali cuma 2 kain ihram yang menemani (karena hp, dompet, dan ID
card masih dibawa ketua rombongan). Saya sempat juga bertemu dengan rombongan
lain dari Indonesia juga yang kebetulan menginap di hotel tersebut, ustadzahnya
bahkan sampai membantu saya untuk menanyakan ke resepsionis tersebut (kebetulan
beliau bisa berbahasa arab). Tapi lagi-lagi dibilang tidak ada. Sang
resepsionis bahkan sempat berkata dalam bahasa inggris “Pray to Allah”.
Lemaslah saya, namun saya belum menyerah, saya
teringat bahwa sebagian besar rombongan saya yang lain menginap di hotel yang
melewati pasar. Maka saya tekadkanlah saya menuju arah pasar tersebut. Tapi
sejurus kemudian, bingunglah saya ketika menemui jalan tersebut karena tidak
nampaklah hotel tersebut ataupun salah seorang dari rombongan saya. Dengan
lemas sayapun kembali lagi ke hotel.
Ketika kembali ke hotel saya tidak lagi menjumpai sang
resepsionis, karena toh pasti akan ditolakkan kembali olehnya. Jadi saya duduk
di lobby, disana saya menjumpai rombongan umrah yang tadi sempat membantu saya
untuk bertanya kepada sang resepsionis. Sikap hati saya ketika itu saya sudah pasrah, nah ketika itu pula saya
meminta didoakan kepada
rombongan Indonesia tersebut, “Mohon doanya supaya saya dapat bertemu
istri/rombongan saya”. Oleh rombongan tersebut saya dianjurkan untuk menuju ke satu tujuan/tempat yaitu dibawah Jam Raksasa Makkah. Mereka (hampir semua
berkata) “Akan kita doakan pak!” atau yang lain “InsyaAllah bertemu!”.
Saya seketika itu turun dari lift dan menuju jam
raksasa, persis dibawah jam tersebut saya bertemu istri saya! Subhanallah, Maha
Besar dan Maha Suci Allah. Perasaan haru, sedih, tegang saya bertanya kepada
istri kemanakah dia selama saya hilang. Ternyata dia juga mencari-cari saya
berkeliling masjidil haram, setelah mendapati diri saya tidak jua kembali ke
kamar hotel. Jadi selama tiga jam tersebut, dari pukul 6 sampai pukul 8 waktu
Makkah kita saling mencari-cari namun tidak bertemu, Subhanallah!
Jam raksasa di Makkah
Saya kemudian instrospeksi diri setelah itu. Tiba-tiba
saya teringat dengan doa saya selama dalam perjalanan dari Madinah ke Makkah,
yaitu “Ya Allah berikanlah saya suatu ilmu dan kebijaksanaan yang akan
memperbaiki diri saya kelak apabila kembali ke Indonesia”. Subhanallah saya merasa diberi ilmu Sabar dan
Tawadhu (rendah hati) oleh Allah SWT secara praktek lapangan langsung. Saya
baru menyadari arti kata Sabar dan Tawadhu yang sebenar-benarnya, sikap yang ketika sikap kita benar, maka pertolongan
Allah SWT datang. Ternyata sikap
Sabar dan Tawadhu (rendah hati) yang saya pelajari langsung itu adalah :
1. Pasrah
Saya sudah sepenuhnya Pasrah
ke Allah, menyerahkan urusan saya,
saking pasrahnya sampai tidak terpikir lagi akan berbuat apa. Pasrah yang tidak
lagi mengandalkan akal/fikiran, orang lain, atau hal-hal yang lain yang
(tadinya) membuat saya yakin segera menemukan istri/rombongan saya.
2. Minta didoakan oleh orang-orang saleh /
sesama muslim
Meminta didoakan oleh rombongan tersebut, dengan sikap
yang benar-benar rendah hati, yaitu sampai tidak peduli lagi bagaimana reaksi
orang ketika saya minta didoakan (apakah akan mencemooh saya bodoh atau yang
lain sebagainya)
3. Menuju ke suatu tujuan/tempat
Kita perlu bergerak menuju suatu tujuan/tempat untuk
menggapai hasil yang diinginkan. Tidak bimbang menuju ke suatu tujuan tersebut
Subhanallah itulah hikmah terbesar dari hilang selama
3 jam, ternyata ketika sikap hati sudah benar, maka ternyata pertolongan Allah seketika itu datang
dan saya langsung bertemu istri saya. Hikmah lain yang saya dapat :
1. Bahwa kita tidak
boleh sombong dengan melupakan hal-hal kecil seperti mencatat nomor kamar,
kemudian bertanya nama penginapan, janganlah pernah meninggalkan ID Card
(selalu pasang di badan) karena disitu ada nomor kontak yang bisa dihubungi.
Subhanallah saya juga membaca di internet mengenai hikmah hilang ataupun
tersesat di Makkah, rata-rata diakibatkan oleh sikap sombong. Ada yang hilang
hingga berhari-hari, bahkan ada yang hilang sedari berangkat umrah dan baru
bertemu saat akan kembali ke Indonesia.
2. Sikap hati tersebut
harus bersama-sama ada dalam diri kita, tidak cukup salah satunya, karena
sebelumnya sayapun pernah menunggu di Jam Raksasa Makkah tersebut namun tidak
disertai rasa pasrah, ketika saya mencari di dalam Masjidil Haram saya sudah
pasrah namun tidak meminta doa dari teman muslim yang lain.
No comments:
Post a Comment