KERAJAAN SEGATI
Penulis berkali –kali membaca apa
yang diposkan oleh RIAU DAILY PHOTO on
26 Mei 2011 di 11.12
TENTANG SEJARAH
PERTEMUAN KAMPAR KIRI DAN KANAN
Minanga
Tanvar dapat bermaksud dengan pertemuan dua sungai yang diasumsikan
pertemuan Sungai Kampar Kanan dan Sungai Kampar Kiri. Penafsiran ini didukung
dengan penemuan Candi Muara Takus di
tepian Sungai Kampar Kanan, yang diperkirakan telah ada pada masa Sriwijaya.
Berdasarkan Sulalatus Salatin, disebutkan adanya keterkaitan Malaka dengan
Kampar. Kemudian juga disebutkan Sultan Malaka terakhir, Sultan Mahmud
Syah setelah jatuhnya Bintan tahun 1526 ke tangan Portugal,
melarikan diri ke Kampar, dua tahun berikutnya wafat dan dimakamkan di Kampar.[3] Dalam
catatan Portugal, disebutkan bahwa di Kampar waktu itu telah dipimpim oleh
seorang raja,
yang juga memiliki hubungan dengan penguasa Minangkabau. Tomas
Dias dalam ekspedisinya ke pedalaman Minangkabau tahun 1684, menyebutkan bahwa
ia menelusuri Sungai Siak kemudian
sampai pada suatu kawasan, pindah dan melanjutkan perjalanan darat menuju Sungai Kampar. Dalam perjalanan tersebut ia berjumpa dengan
penguasa setempat dan meminta izin menuju Pagaruyung
Sungai Kampar atau (Batang Kampar)
merupakan sebuah sungai di Indonesia,
berhulu di Bukit Barisan sekitar Sumatera Barat dan
bermuara di pesisir timur Pulau Sumatera Riau.
Sungai ini merupakan pertemuan
dua buah sungai yang hampir sama besar, yang disebut dengan Kampar Kanan dan Kampar
Kiri. Pertemuan ini berada pada kawasan Langgam (Kabupaten Pelalawan), dan setelah
pertemuan tersebut sungai ini disebut
dengan Sungai Kampar sampai ke muaranya di Selat Malaka.
Sementara sekitar kawasan hulu air sungai
ini dimanfaatkan untuk PLTA Koto Panjang yang
mempunyai kapasitas 114 MW.
Aliran Sungai Kampar Kanan menelusuri Lima Puluh
Kota dan Kampar, sedangkan aliran Sungai Kampar Kiri melewati Sijunjung, Kuantan
Singingi dan Kampar, kemudian kedua aliran sungai tersebut berjumpa di Langgam
Pelalawan.
Sungai
Kampar Kanan bermata air dari Gunung Gadang, memiliki luas daerah tangkapan air
5.231 km². Alur utama semula mengalir ke utara kemudian berbelok ke timur,
bertemu dengan anak sungai Batang Kapur Nan Gadang, mengalir dengan kemiringan
sedang melalui lembah Batubersurat. Selanjutnya bertemu dengan anak sungai Batang Mahat, mengalir ke arah timur.
Sungai Kampar Kiri bermata air
dari Gunung Ngalautinggi, Gunung Solokjanjang, Gunung Paninjauan Nan Elok,
memiliki luas daerah tangkapan air 7.053 km². Dua anak sungai besar bernama
Batang Sibayang dan Batang Singingi.
Semakin ke
hilir, badan sungai dan volume airnya semakin membesar karena ditambah dengan
berbagai anak sungai lainnya. Sungai ini dikenal dengan gelombang Bono-nya,
yaitu gelombang tinggi yang diakibatkan pertemuan air sungai dengan air laut.
Bono biasanya terjadi pada saat pasang, sehingga air yang berasal dari sungai,
tertekan oleh air laut. Ditambah lagi dengan dangkalnya muara mengakibatkan
gelombang yang tercipta semakin tinggi.
Kerajaan Segati didirikan oleh Tuk Jayo Sati, cucu dari
Maharajo Olang dari Kuantan. Lokasi kerajaan berada di hulu Sungai Segati, 15
km dari Negeri Langgam sekarang, di tepi Sungai Kampar (Saat ini Kerajaan
Segati berada di Desa Segati Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan). Pada
awalnya, pusat kerajaan berada di Ranah Tanjung Bungo, Negeri Langgam sekarang.
Kemudian, oleh putranya yang bernama Tuk Jayo Tunggal, pusat kerajaan
dipindahkan ke Ranah Gunung Setawar, di hulu Sungai Segati. Dalam perkembangannya,
kemudian datang utusan dari Negeri Gunung Sahilan ke Segati membawa lada hitam.
Raja Segati, Tuk Jayo Tunggal membeli lada tersebut dan menjualnya ke Kota
Macang Pandak Kuantan.
Sejak
saat itu, perdagangan lada antara Segati dengan Kuantan mulai ramai dan
berkembang. Perdagangan bertambah ramai, seiring dengan datangnya utusan dari
Gunung Hijau (diduga Pagaruyung) yang menawarkan timah. Tuk Jayo Tunggal
membeli timah ini dan memperdagangkannya di Bandar Sangar, Kuala Kampar.
Setelah Tuk Jayo Tunggal meninggal, putranya, Tuk Jayo Alam naik tahta
menggantikannya Di masa Tuk Jayo Alam berkuasa, Kerajaan Segati yang berpusat
di Negeri Ranah Gunung Setawar mencapai kejayaannya. Dalam relasi perdagangan
antara Segati dengan Kuantan dan Sangar, berbagai komoditas diperdagangkan,
seperti rempah-rempah, terutama cabe. Perkembangan pesat Kerajaan Segati
ternyata telah menimbulkan perasaan iri pada kerajaan tetangga, yaitu Gassib.
Dengan
dipimpin oleh Hulubalang Panglima Puto, Raja Gassib kemudian menyerang Kerajaan
Segati dan dapat menguasai Negeri Ranah Gunung Setawar. Raja Segati, Datuk Jayo
Alam melarikan diri ke hulu Sungai Segati. Di sini, raja dan para pengikutnya
membangun negeri baru yang mereka sebut Negeri Segati. Disebut demikian, karena
perbekalan raja ketika itu tinggal sekati lada. Oleh karena itu, negerinya
dinamai negeri Segati. Dari Segati, raja kembali menyusun kekuatan dan
menyerang Gassib yang menguasai negerinya. Dalam serangan tersebut, Datuk Jayo
Alam berhasil merebut kembali Ranah Gunung Setawar, sementara hulubalang Gassib
melarikan diri ke negeri asalnya. Walaupun Ranah Gunung Setawar telah
dikuasainya kembali, namun, Datuk Jayo Alam tetap memerintah dari Segati,
sehingga pusat kerajaannya tetap di sana. Setelah Tuk Jayo Alam meninggal dunia,
ia diganti oleh putranya, Tuk Jayo Laut.
Dinamakan
demikian, karena ia sering berlayar ke laut. Pada masa ini, perdagangan lada
bertambah ramai. Tuk Jayo Laut digantikan oleh putranya, Tuk Jayo Tinggi,
kemudian digantikan oleh Tuk Jayo Gagah. Tuk Jayo Gagah digantikan oleh Tuk
Jayo Kolombai dan kemudian digantikan oleh Tuk Jayo Bedil. Tuk Jayo Bedil
adalah raja yang pertama menggunakan bedil. Pada masa Tuk Jayo Bedil,
perdagangan dengan Malaka tak dapat lagi dilakukan, karena Malaka telah
dikalahkan oleh bajak laut Peringgi (Portugis). Oleh karena itu, perdagangan
hanya dilakukan dengan Kuantan melalui Negeri Ranah Koto Macang Pandak.
Pada waktu itu, datanglah utusan dari Tuk
Sangar Raja Dilaut meminta bantuan untuk menyerang Peringgi di Malaka. Tuk Jayo
Bedil menyetujui permintaan itu dan mengirimkan angkatan perangnya, dipimpin
oleh Panglima Kuntu. Bersama Tuk Sangar Raja Dilaut, Panglima Kuntu menyerang
Peringgi di Laut Simpang Empat, di Pulau Siapung Atas (Serapung). Saat itu,
kedua panglima ini sangat terkenal dengan angkatan lautnya yang tangguh, yang
menguasai Kuala Kampar. Setelah Tuk Sangar Raja Dilaut tua, beliau digantikan
oleh putranya, Tuk Sangar Raja Dilaut Muda. Berkaitan dengan Panglima Kuntu, ia
ditarik kembali ke Segati, dan pasukan dipimpin oleh Orang Besar Segati yang
berasal dari Gunung Hijau bersama dengan Sultan Peminggih. Di bawah pimpinan
kedua hulubalang muda ini, banyak kapal Peringgi dikaramkan. Bertahun-tahun
kemudian, datanglah utusan dari Aceh. Karena penduduk Segati masih memeluk
agama Hindu-Budha, maka Aceh menuntut agar Segati memeluk agama Islam.
Tuntutan
Aceh ini ditolak oleh Tuk Jayo Bedil. Dalam perkembangannya, Aceh terus
melakukan ekspedisi untuk menaklukkan daerah pesisir timur Sumatra. Karena
Segati adalah salah satu negeri yang memperdagangkan lada, Aceh menganggap
perlu untuk menaklukkan Segati. Dengan alasan penyebaran agama Islam, Aceh
kemudian menyerang dan menghancurkan Segati hingga rata dengan tanah. Dalam
proses serangan tersebut, ekspedisi Aceh menggunakan jalur sungai, dengan
berperahu ke arah hulu Sungai Kampar. Ketika itu, pasukan Acceh melewati daerah
kekuasaan Tuk Raja Sangar Dilaut di Sungai Kampar, namun, Tuk Sangar tidak
menghalangi Aceh, sebab dianggap teman sejawat dalam memerangi Portugis.
Selanjutnya, dengan leluasa, Aceh terus berlayar ke arah hulu Sungai Kampar dan
langsung dapat menyerang Segati. Tentu saja Segati bukan tandingan Aceh yang
memiliki pasukan terlatih itu.
Setelah bertempur selama beberapa hari, Segati
dapat ditaklukkan dan diratakan dengan tanah. Pasukan Aceh selanjutnya
melanjutkan serangan ke arah Siak di mana berdiri Kerajaan Gasib. Sebagaimana
Segati, Gassib dapat ditaklukkan oleh pasukan Aceh. Setelah Segati kalah, Tuk
Jayo melarikan diri ke daerah Petalangan Napuh, kemudian terus ke Kuantan.
Bekas-bekas penaklukan Aceh saat ini masih dapat kita jumpai dengan adanya
tempat-tempat yang bernama Rencong Aceh, Pangkalan Aceh, dan Lubuk Aceh. Pada
tahun-tahun berikutnya, di Segati didirikan negeri baru dengan nama Tambak, tak
lama kemudian, lokasinya dipindahkan ke muara sungai dengan nama baru:
Langgam.
SILSILAH
Berikut ini silsilah raja yang pernah berkuasa di
Segati, yaitu:
1. Tuk Jayo Sati
2. Tuk Jayo Tunggal
3. Tuk Jayo Alam
4. Tuk Jayo Laut
5. Tuk Jayo Tinggi
6. Tuk Jayo Gagah
7. Tuk Jayo Kolombai
8. Tuk Jayo Bedil
Sepanjang sejarah Kerajaan Segati, sekurangnya telah
berkuasa delapan orang raja. Namun, belum diketahui secara detail periode
masing-masing raja tersebut. Kerajaan Segati ini sezaman dengan Kerajaan Aceh
dan Malaka. Maka, bisa diperkirakan bahwa, kerajaan ini berdiri sekitar abad
ke-15 hingga ke-16 M.
WILAYAH KEKUASAAN
Segati
hanyalah sebuah kerajaan kecil, dengan luas wilayah diperkirakan hanya mencakup
beberapa desa yang ada di hulu Sungai Segati. Jika dibandingkan secara
geografis, mungkin luas wilayahnya setara dengan luas kecamatan saat ini. Saat
itu, Kerajaan Segati menguasai bagian hulu Sungai Segati, sekitar daerah
Langgam sekarang.
Saat ini Kerajaan Segati berada di Desa Segati Kecamatan
Langgam Kabupaten Pelalawan, saat ini masyarakat Segati sebagian besar hidup
dari bertani, mereka memiliki lahan Perkebunan Sawit dan juga Karet. Desa
Segati memiliki hutan dan kayu yang sangat banyak terutama akasia sebagai bahan baku kertas . Hutan Segati saat ini dikelola
oleh PT.Siak Raya Timber (SRT) dan
juga PT.Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) yang konon menurut warga sekitar
RAPP tidak memiliki izin.
Hingga
saat ini sering terjadi sedikit perselisihan antara warga desa Segati dengan
pihak RAPP, warga Segati menuntut agar RAPP menghentikan
aktifitasnya, membuka jalan masyarakat
yang ditutup perusahaan dan tidak menyerobot lahan masyarakat dan selain itu
juga warga meminta PT.RAPP untuk
tidak memperluas pengambilan kayu dan pembukaan lahan untuk penanaman akasia di
desa Segati. Hal ini mengingat pihak perusahaan telah melakukan penyerobotan
lahan masyarakat di wilayah Datuk Antan-Antan Batin Rajo
- See more at:
http://www.riaudailyphoto.com/2011/05/kerajaan-segati.html#sthash.gVq1ERwP.dpuf.
Ada sesiapa kenal dengan yamtuan ghani
ReplyDelete