Friday, June 30, 2017

DR SUWARMAN KETUA MASJID NURUL JANNAH JL CIPTAKARYA

MERAJUD TALI SILATURRAHMI DR SUWARMAN

CABE PALING INDAH DI DUNIA. MILIK KELUARGA SIRAJUDDIN

LATAR BELAKANG CABE TERSUBUR DI PEKANBARU RIAU

FOTO BERSAMA ORANG AMERIKA MATIYU DAN JESICA

PUKUL ANAK LANGGAR HAM KATA DR M RAKIB JAMARI

MENGINTIP AJARAN MUJASSIMAH. ALLAH PUNYA TUBUH CATATAN YANG BELUM RAMPUNG

MENGINTIP AJARAN MUJASSIMAH. ALLAH PUNYA TUBUH

CATATAN YANG BELUM RAMPUNG DARI DR.M.RAKIB JAMARI PEKANBARU RIAU INDONESIA.
Akidah tajsim dan tasybih hingga pada suatu keyakinan bahwa Allah seperti sosok seorang pemuda , berambut ikal , bergelombang dan mengenakan baju berwarna merah. Klaim ini dikatakan oleh Ibnu Abu Ya’la dalam kitab Thabaqat al-Hanabilah. Abu Ya’la mendasarkan pernyataan itu kepada hadits berikut :
عن عكرمة اَن الرسول صلى الله عليه وسلّم قال: راَيت ربي عزّ وجلّ شَابا امرد جعد قطط عليه حلة حمراء
Dari Ikrimah: bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Aku telah melihat Tuhanku SWT berupa seorang pemuda berambut ikal bergelombang mengenakan pakaian merah.” (Ibnu Abu Ya’la: Thabaqat al-Hanabilah, jilid 2, halaman 39)
Riwayat-riwayat palsu produk pikiran Yahudi itu kini berhasil membodohi akal pikiran , sehingga mereka menerima keyakinan seperti itu. Tidak diragukan lagi, hadits semacam ini adalah kisah-kisah Israiliyat yang bersumber dari orang-orang Bani Israil.
Ada yang bercerita tentang Allah duduk di atas kursi emas, beralaskan permadani yang juga terbuat dari emas, dalam sebuah taman hijau. Singgasana (Arsy) Allah dipikul oleh empat malaikat dalam rupa yang berbeda-beda, yaitu seorang lelaki, singa, banteng dan burung elang. Keyakinan aneh semacam ini dipaparkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Kitab at-Tauhid wa Itsbat Shifat ar-Rab.
Siapakah Ibnu Khuzaimah? Dia adalah salah seorang ulama ahli hadits yang dijadikan referensi. Namun setelah semakin matang dalam pengembaraan intelektualnya, Ibnu Khuzaimah menyesali diri telah menulis kitab tersebut, seperti dikisahkan oleh al-Hafidz al-Baihaqi dalam kitab al-Asma wa ash-Shifat hal. 267
Walaupun begitu, Ibnu Taimiyah tetap mengatakan bahwa Ibnu Khuzaimah adalah ”Imamnya Para Imam” karena menurutnya telah banyak meriwayatkan hadits-hadits ’shahih’ tetang hakikah Dzat Tuhan (padahal yang sebenarnya hadits-hadits itu kenal dengan nuansa tasybih dan hikayat Israiliyat). Oleh karena itu, ketika mengomentari sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Khuzaimah, Ibnu Taimiyah berkata :
”Hadits ini telah diriwayatkah oleh ’Imamnya Para Imam’ yaitu Ibnu Khuzaimah dalam Kitab at-Tauhid yang telah ia syaratkan untuk tidak berhujjah di dalamnya melainkan dengan hadits-hadits yang dinukil oleh perawi adil dari perawi adil lainnya, sehingga bersambung kepada Nabi SAW” (Ibnu Taimiyah: Majmu Fatawa Ibnu Taimiyah, Jilid 3, hal. 192)
Tunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentar
    Rakib Jamari membagikan albumnya.
    8 menit
    Tambahkan lainnya ke album Anda

Monday, June 26, 2017

SAIMAN DAN KELUARGANYA BERHARI RAYA DIRUMAH RAKIB JAMARI

'PEMBUNUHAN PERTAMA KALI DI DUNIA GARA-GARA PEREMPUAN'

RENUNGAN DR.M.RAKIB JAMARI DI PAGI HARI RAYA
'PEMBUNUHAN PERTAMA KALI DI DUNIA GARA-GARA PEREMPUAN'
Melihat kakaknya berniat membunuhnya, Habil tidak membela diri. Sebaliknya, dia menyerahkan dirinya dan tidak ada keinginan melawan. Dia berkata,
لَئِن بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَآأَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لأَقْتُلَكَ إِنِّي أَخَافُ اللهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ {28} إِنِّي أُرِيدُ أَن تَبُوأَ بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ فَتَكُونَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ وَذَلِكَ جَزَآؤُا الظَّالِمِينَ {29}
“Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu untuk membunuhku, sekali-kali aku tidak menggerakkan tanganku aku membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Robb sekalian alam. Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan membawa dosa (pembunuhan ini) dan dosa kamu sendiri yang lain, maka kamu menjadi penghuni neraka, dan yang demkian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zhalim.” (QS. Al-Maidah: 28-29)
Habil melakukan tindakan ini karena Qabil bukanlah orang kafir melainkan pelaku maksiat, dia khawatir jika melawan akan punya keinginan seperti Qabil yakni membunuh lawannya. Ini tentu berakibat fatal, karena nanti kedua-duanya akan masuk neraka.
Tindakan ini juga seperti apa yang dilakukan Khalifah Utsman bin Affan, pada waktu terjadinya fitnah ia tidak melawan ketika diserang karena beliau tahu yang dihadapinya orang-orang muslim. Adapaun kepada orang kafir maka seharusnya mempertahankan diri dan melawan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Bukhari dan Muslim:
“Apabila dua orang muslim berhadap-hadapan dengna pedang masing-masing, maka pembunuh dan yang dibuuh keduanya masuk neraka.” Para sahabt bertanya, “Wahai Rasulullah, kalau pembunuh wajar ia masuk neraka, tetapi kalau yang dibunuh apa gerangan penyababnya?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sesungguhnya yang dibunuh itu juga berkeinginan membunuh temannya.”
Juga dalam hadits yang shahih riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi:
Seorang sahabat bertanya, “Bagaimana pendapat Anda (wahai Rasulullah) jika ada orang (muslim) yang masuk rumah saya lalu menggerakkan tangannya untuk membunuh saya?” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jadilah seperti anak Nabi Adam (ketika dibunuh ia tidak melawan).”
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari

Friday, June 23, 2017

LOGIKA AL QURAN MENGATAKAN, KALAU KAMU MEMBERI,AKAN BERTAMBAH

HAL YANG MERUSAK FITRAH, BY M.RAKIB JAMAR

MASSARU EMOTO NIKMAT AIR, TIADA TERKIRA HARGANYA

HADITS SHAHIH BERTENTANGAN ..TELAAH M.RAKIB JAMARI

Rakib Jamari menambahkan 4 foto baru.
6 jam
APABILA HADITS SHAHIH BERTENTANGAN DENGAN AL-QUR’AN
Saya tertarik pada kajian yang disampaikan oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : Ada sebagian orang yang berkata bahwa apabila terdapat sebuah hadits yang bertentangan dengan ayat Al-Qur’an maka hadits tersebut harus kita tolak walaupun derajatnya shahih. Mereka mencontohkan sebuah hadits.

إِنَّ الْمَيِّتَ لَيُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ
“Sesungguhnya mayit akan disiksa disebabkan tangisan dari keluarganya”
Mereka berkata bahwa hadits tersebut ditolak oleh Aisyah Radhiyallahu ‘anha dengan sebuah ayat dalam al-Qur’an surat Fathir/35: 18.
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ
“Seseorang tidak akan memikul dosa orang lain”
Bagaimana kita membantah pendapat mereka itu ?
Jawaban.
Mengatakan ada hadits shahih yang bertentangan dengan al-Qur’an adalah kesalahan yang sangat fatal. Sebab tidak mungkin Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diutus oleh Allah memberikan keterangan yang bertentangan dengan keterangan Allah yang mengutus beliau.
Dari segi riwayat/sanad, hadits di atas sudah tidak terbantahkan lagi ke shahih-annya. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Umar, Umar bin Khaththab, dan Mughirah bin Syu’bah, yang terdapat dalam kitab hadits shahih (Bukhari dan Muslim).
Adapun dari segi tafsir, hadits tersebut sudah ditafsirkan oleh para ulama dengan dua tafsiran sebagai berikut.
1. Hadits tersebut berlaku bagi mayit yang ketika hidupnya dia mengetahui bahwa keluarganya (anak dan istrinya) pasti akan meronta-ronta (nihayah [2]) apabila dia mati. Kemudian dia tidak mau menasihati keluarganya dan tidak berwasiat agar mereka tidak menangisi kematiannya. Orang seperti inilah yang mayitnya akan disiksa apabila ditangisi oleh keluarganya.
Adapun orang yang sudah menasihati keluarganya dan berpesan agar tidak berbuat nihayah, tapi kemudian ketika dia mati keluarganya masih tetap meratapi dan menangisinya, maka orang-orang seperti ini tidak terkena ancaman dari hadits tadi.
Dalam hadits tersebut, kata الْمَيِّتُ menggunakan huruf alif lam (isim ma’rifat). Dalam kaidah bahasa Arab kalau ada isim (kata benda) yang dibagian depannya memakai huruf alif lam, maka benda tersebut tidak bersifat umum (bukan arti dari benda yang dimaksud). Oleh karena itu kata “mayit” dalam hadits di atas adalah tidak semua mayit, tapi mayit tertentu (khusus). Yaitu mayit orang yang sewaktu hidupnya tidak memberi nasihat kepada keluarganya tentang haramnya nihayah.
Demikianlah, ketika kita memahami tafsir hadits di atas jelaslah bagi kita bahwa hadits shahih tersebut tidak bertentangan dengan bunyi ayat.
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ
“Seseorang tidak akan memikul dosa orang lain”.
Karena pada hakikatnya siksaan yang dia terima adalah akibat kesalahan/dosa dia sendiri yaitu tidak mau menasihati dan berdakwah kepada keluarga. Inilah penafsiran dari para ulama terkenal, di antaranya Imam An-Nawawi.
2. Adapun tafsiran kedua adalah tafsiran yang dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Raimahullah di beberapa tulisan beliau bahwa yang dimaksud dengan azab (siksaan) dalam hadits tersebut adalah bukan azab kubur atau azab akhirat. Tapi maksud azab tersebut hanyalah rasa sedih dan duka cita. Yaitu rasa sedih dan duka ketika mayit tersebut mendengar ratap tangis dari keluarganya.

Friday, June 16, 2017

DESA PULAU JAMBU, BANYAKNYA ANAK IKAN MENYERBU

Rakib Jamari menambahkan 4 foto baru.
Baru saja
Renungan Ramadan Dr.M.Rakib Jmari Pekanbaru Riau indonesia,
BELUM TERJADI MUBALLIGH SALAH TANGKAP
BEBERAPA BULAN YANG LALU, ADA KABAR BAHWA PENCERAMAH, KHATIB AKAN DISERTIFIKASI, TIDAK JELAS TUNJANGAN SERTIFIKASINYA BERAPA JUTA RP.. TAPI YANG DIKHAWATIRKAN KALAU ADA KHATIB YANG DITANGKAP, LALU SALAH TANGKAP, ATAU SALAH ORANG, ..APA TINDAKAN HUKUMNYA?
Ada tulisan yang menarik adari Jecky Tangens ,S.H., bahwa perkara salah tangkap bukan cerita baru dalam dunia hukum di Indonesia. Sejak zaman Sengkon Karta yang kemudian melahirkan lembaga Peninjauan Kembali, sampai dengan kasus Kemat & David yang dituduh melakukan pembunuhan, dimana kemudian terungkap bahwa ternyata Very Idham alias Ryan Jombang lah yang menjadi jagalnya. Kasus-kasus klasik salah tangkap ataupun peradilan sesat ini tampaknya terus terulang berkali-kali. Pada tahun 2013 yang lalu misalnya Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) mencatat bahwa telah terjadi 31 kali kasus salah tangkap yang di Indonesia.
Pengalaman serupa dialami oleh penulis dan rekan-rekan LBH Mawar Saron yang kerap menangani perkara-perkara salah tangkap. Misalnya, kasus Sri Mulyani di Semarang yang sempat ditahan selama 13 bulan di dalam penjara karena tuduhan mempekerjakan anak di bawah umur, atau kisah Krisbayudi, seorang buruh di Jakarta yang ditahan selama 251 hari akibat tuduhan pembunuhan berencana terhadap Ibu anak di daerah Priok. Selain itu, ada pula kisah dari Batam tentang Rahman Idaman, korban Lakalantas yang malah dijadikan tersangka hingga harus menjalani penahanan sampai akhirnya dibebaskan oleh Pengadilan Negeri Batam.

Masih menurut Jacky Tangens , S.H.,bahwa bagi pihak yang terlanjur telah diambil kebebasannya melalui proses penahanan, tentu saja “surga” yang dinantikan oleh mereka adalah putusan bebas (vrijspraak) dari palu hakim. Sayangnya seringkali putusan bebas yang dinantikan tersebut tidak serta merta dapat memulihkan kembali kondisi para korban salah tangkap ini seperti sediakala. Mereka, para korban peradilan sesat, pasti akan menyisakan persoalan yang besar bagi keluarga yang ditinggalkannya, apalagi jika terdakwa itu adalah tulang punggung keluarga dengan beban ekonomi yang harus ditanggungnya.
Semuanya itu tidak bisa langsung dipulihkan dengan embel-embel amar putusan hakim “memulihkan harkat dan martabat, dan merehabilitasi terdakwa”. Dalam praktiknya para korban salah tangkap ini telah mengalami kerugian yang luar biasa seperti kehilangan pendapatan maupun pekerjaan, keluarga pun menjadi korban secara tidak langsung karena dijauhi oleh lingkungan akibat label “kriminal” yang terlanjur disematkan, serta siksaan dan tekanan batin di dalam penjara yang sempit selama berhari-hari bahkan sampai bertahun-tahun.
Mengembalikan kerugian yang telah diderita sebagaimana dalam posisi semula itulah yang menjadi persoalan besar selama ini. Bagaimanakah caranya bagi korban salah tangkap ini untuk bisa mendapatkan ganti kerugian dari negara atas proses penyidikan dan peradilan yang salah selama ini bagi dirinya? Bagaimana fungsi negara untuk memperbaiki kerusakan dan kerugian yang telah timbul bagi para korban salah tangkap ini?
Praperadilan sebagai Instrumen Ganti Kerugian
UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebenarnya telah memberikan peluang untuk setidaknya mengajukan gugatan ganti rugi atas prosedur keliru yang dijalankan oleh penegak hukum atas peristiwa salah tangkap ini dengan menyediakan instrumen praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 95 ayat (1) KUHAP.
“Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan."
Sayangnya, penggunaan instrumen praperadilan guna menuntut ganti kerugian bagi korban salah tangkap belum begitu populer. Secara etimologis, penggalan “pra” pada kata “praperadilan” yang dapat dimaknai sebelum peradilan (pokok perkara) memang terkesan agak kurang relevan konteks gugatan ganti kerugian ini digunakan setelah ada putusan yang telah inkracht atas pokok perkara.
Konstruksi ini pernah digunakan dalam kasus LBH Mawar Saron Semarang dalam Perkara No. 49/Pid/2013/PT.SMG tertanggal 15 April 2013 jo. Putusan PN Semarang No. 15/Pid.GR/2012/PN.Smrg tertanggal 14 Januari 2013, dimana saat itu seorang kasir di sebuah karaoke di Semarang dituduh memperkerjakan anak di bawah umur dan kemudian ditahan selama 13 bulan di dalam penjara. Si Kasir kemudian dibebaskan melalui putusan Kasasi MA dan mengajukan permohonan praperadilan terhadap Kepolisian serta Kejaksaan untuk menuntut ganti kerugian kepada negara.
Lalu, Ada juga kasus LBH Mawar Saron Jakarta dalam Perkara No. 10/Pid.Prap/2014/PN.Jkt.Ut tertanggal 15 September 2014 seorang buruh yang dituduh terlibat dalam kasus pembunuhan berencana hanya berdasarkan keterangan seorang pelaku lainnya sehingga harus menjalani penyiksaan dan mendekam di dalam tahanan selama 251 hari sampai akhirnya Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis bebas (vrijspraak) kepadanya.
Putusan bebas atas para terdakwa tersebut telah menguatkan posisi mereka selaku korban salah tangkap yang diambil secara paksa kebebasannya dengan adanya penahanan selama berbulan-bulan atas diri mereka, sehingga berbekal putusan bebas tersebut mereka kemudian mengajukan permohonan praperadilan ganti kerugian kepada negara yang dalam hal ini diwakili oleh Kepolisian dan Kejaksaan RI.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) PP Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP (PP 27/1983), tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP hanya dapat diajukan dalam tenggang waktu tiga bulan sejak putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap. Sayangnya Pasal 9 PP 27/1983 hanya mengatur batas maksimal ganti kerugian sebesar Rp1 juta dan Rp3 juta bagi korban yang akibat salah prosedur tersebut menderita cacat bahkan sampai mati.
Pasal 9
Ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP adalah berupa imbalan serendah-rendahnya berjumlah Rp 5.000,- (lima ribu rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah);
Apabila penangkapan, penahanan dan tindakan lain sebagaimana dimaksud Pasal 95 KUHAP mengakibatkan yang bersangkutan sakit atau cacat sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan atau mati, besarnya ganti kerugian berjumlah setinggi-tingginya Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah).

Permasalahannya, nominal senilai Rp1 juta tentunya tidak bisa diaplikasikan lagi pada zaman sekarang. Analoginya, dapat kita lihat misalnya pada PERMA Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyelesaian Batasan Tindak Pidana Ringan (Tipiring) dan Jumlah Denda dalam KUHP (Perma 2/2012), Terima kasih Pak Jecky Tanens...wassalam..dari M.Rakib Riau Indonesia.2017
Tunjukkan lebih banyak tanggapan

INI SD 04 SALO BANGKINANG REKAMAN M RAKIB

Saturday, June 3, 2017

HARI KE 9 MALAM KE 10 RAAMADAN BY Dr.M.Rakib Pekanbaru Riau Indonesia

Adab Suami Kepada Istri .
CATATAN M.RAKIB JAMARI DI HARI KE 9 RAMADAN
1. Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-aubah: 24)
2. Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya. (At-Taghabun: 14)
3. Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan: 74)
4. Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)
5. Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
6. Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq: 7
7.Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
8. Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Ya’la)
9. Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)
10. Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).
11. Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
12. Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)
13. Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)
Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)
14. Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada istrinya. (AI-Baqarah: ?40)
Dikutip dari..http://www.hendra.ws/hak-dan-kewajiban-suami-isteri-dalam-…/.
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Komentari

Komentar Facebook