Saturday, January 31, 2015

Mahkamah Agung sudah sejak lama menerapkan keadilan restoratif (restorative justice)

 

 M.Rakib LPMP Riau dan Muballigh IKMI Riau Indonesia


Berita Terbaru

 Kepada guru jangan mendendam
Orang pendendam imannya padam
Budi yang baik jadi tenggelam
Hari depanmu menjadi suram

Budi gurumu janganlah dilupakan
Penat letihnya jangan diabaikan
Ilmu diterima engkau amalkan
Semoga pahalanya sama dirasakan

Keadilan Restoratif dalam Putusan-Putusan MA beberapa kali memutus berdasarkan prinsip keadilan restoratif. Ada sejumlah hambatan dalam penerapannya.IHW/Inu Dibaca: 6641 Tanggapan: 1Keadilan Restoratif dalam Putusan-Putusan MAKeadilan Restoratif dalam Putusan-putusan MA. Foto: Sgp Hakim Agung Komariah Emong Sapardjaja mengatakan bahwa Mahkamah Agung sudah sejak lama menerapkan keadilan restoratif (restorative justice). Walaupun tidak seutuh teori keadilan restoratif seperti dikemukakan para pakar.

“Dimana seharusnya dilibatkan banyak pihak, yaitu korban, pelaku, masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya,” kata Komariah dalam seminar yang diselenggarakan Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) di Jakarta, Selasa (26/4).Mahkamah Agung, lanjut Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran Bandung itu lebih menempatkan keadilan restoratif bagi kepentingan pelaku dan korban. Caranya dengan memposisikan kepentingan hukum pelaku dan korban dalam posisi yang sama-sama mendapat perhatian. Tidak seperti yang diatur dalam KUHAP yang menurut Komariah hanya bertujuan memidana pelaku.



Dengan kondisi itu, Komariah mengatakan MA sudah beberapa kali mengeluarkan putusan yang menerapkan prinsip keadilan restoratif itu. Dalam putusan perkara pidana No. 1600 K/Pid/2009 misalnya MA mempertimbangkan pencabutan pengaduan, walaupun pencabutan tersebut sudah melewati batas waktu yang ditentukan dalam aturan KUHP. Alasannya karena keluarga korban dan keluarga pelaku. “Terlebih lagi karena mereka masih sekeluarga,” tulis Komariah seperti tertuang dalam makalah.



Keadilan restoratif, lanjut Komariah, juga pernah digunakan MA untuk mengadili seorang suami yang menelantarkan istri dan anaknya. Sang suami didakwa dengan Pasal 49 huruf a Jo Pasal 9 Ayat (1) UU No 23 Tahun 2004 tentang Pemberantasan Kekerasan dalam Rumah Tangga dengan ancaman hukuman paling lama tiga tahun atau denda Rp15 juta.



Namun MA dalam perkara No 307 K/Pid.Sus/2010 itu memilih menjatuhkan hukuman percobaan dengan syarat khusus memberikan nafkah kepada istri dan anak-anak. Salah satu pertimbangannya adalah yang dibutuhkan oleh korban adalah nafkah bulanan, sedangkan pelaku berharap tidak dipecat dari pekerjaannya sebagai PNS. “Dengan demikian kepentingan hukum kedua pihak dapat terakomodasi,” demikian Komariah.



Komariah juga menyebutkan keadilan restoratif terdapat dalam perkara narkotika. Dijelaskan Komariah, akhir-akhir ini para hakim sering dihadapkan pada dakwaan tunggal dalam kasus narkotika. Biasanya jaksa hanya menggunakan Pasal 112 UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pasal tersebut intinya memberi ancaman pidana bagi seorang yang kedapatan menguasai narkotika.



Padahal fakta dalam BAP maupun di persidangan terungkap bahwa pelaku sebenarnya sedang atau selesai menggunakan narkotika dalam jumlah yang sangat kecil sehingga harusnya didakwa dengan Pasal 127 UU Narkotika. Pasal itu mengatur mengenai penyalahgunaan narkotika dimana hakim dibolehkan menjatuhkan sanksi berupa rehabilitasi medis. Dalam perkara seperti ini MA akhirnya memvonis pelaku dengan hukuman penjara yang ringan dikurangi masa rehabilitasi medis. Demikian terdapat dalam Pasal 566 K/Pid.Sus/2012.



Kasus terakhir yang dicontohkan Komariah menerapkan keadilan restoratif adalah perkara Nomor 2399K/Pid.Sus/2010. Dalam kasus ini Mahkamah Agung menyatakan bahwa terdakwa memang terbukti melakukan korupsi sesuai Pasal 2 UU Pemberantasan Korupsi.



Namun karena kerugian negara yang timbul dari uang yang dikorupsi terdakwa ‘hanya’ Rp2,9 juta, maka hakim hanya menghukum terdakwa selama setahun penjara. Padahal ancaman minimal hukuman adalah empat tahun penjara.



“Tindak pidana korupsi tidak boleh disikapi secara permisif berapapun nilai kerugian negara yang timbul karenanya, akan tetap sebaliknya penjatuhan pidana yang mencederai rasa keadilan juga harus dihindarkan,” kata Komariah mengutip pertimbangan hakim dalam putusan tersebut.Pakar Hukum Pidana Andi Hamzah dalam kesempatan yang sama menjelaskan beberapa hambatan penerapan keadilan restoratif di Indonesia. Hambatan pertama adalah ketiadaan payung hukum yang mengaturnya. “Karena perkara kriminal diambil alih oleh negara yang diwakili jaksa. Maka walaupun para pihak berdamai, perkara jalan terus kecuali delik aduan.”



Hambatan lain muncul dari aspek kultural dimana masyarakat cenderung sulit memaafkan. Menurut Andi Hamzah, mengutip mantan gubernur jenderal Inggris di Indonesia Thomas Raffles, bangsa ini cenderung pendendam. “Lihat saja pernyataan tokoh masyarakat, hukum mati koruptor, miskinkan koruptor, bikin kebun koruptor, dll,” Andi Hamzah memberi contoh.



Hal ini berbanding terbalik dengan keadaan di beberapa negara lain. Di Den Haag Belanda, kata Andi hamzah, 60 persen perkara pidana diselesaikan di luar pengadilan dengan ganti rugi dan denda. “Di Norwegia lebih tinggi lagi. Sekitar 74 persen.”



Andi Hamzah yang mengaku terlibat penyusunan RUU KUHP sejak 25 tahun silam mengaku sudah pernah memasukkan rumusan kewenangan jalur pemaafan oleh hakim (rechtelijk pardon). Dalam konsep ini hakim dapat menyatakan dakwaan terbukti dan menyatakan terdakwa bersalah dengan tanpa sanksi pidana.



Selain itu, ia juga pernah memasukkan konsep submisi (submission) dimana terdakwa yang berkasnya sudah ada di pengadilan dapat menghadap hakim untuk dijatuhi pidana tanpa sidang, dengan mengakui semua perbuatan yang didakwakan. Ini harus disetujui jaksa dan pidana yang dijatuhkan tidak boleh lebih berat dari 2/3 maksimum ancaman sanksi.



“Sayang, Patrialis Akbar mengambil kembali rancangan KUHP ini dari Sekretariat Negara dan sampai sekarang terbenam di Menteri Hukum dan HAM selama tiga tahun,” pungkasnya.

Wahai ananda dengarlah amanat
Terhadap gurumu hendaklah hormat
Ilmunya banyak memberi manfaat
Menyelamatkan hidup dunia akhirat

Kepada guru hendaklah sopan
Tunjuk ajarnya ananda dengarkan
Penat letihnya jangan dilupakan
Supaya hidupmu dirahmati Tuhan

Kepada gurumu janganlah durhaka
Jangalah pula berburuk sangka
Tunjuk ajarnya ananda jaga
Supaya manfaatnya dapat dirasa
 
Kepada gurumu eloklah perangai
Apabila disuruhnya janganlah lalai
Tunjuk ajarnya selalu dipakai
Supaya hasratmu cepat tercapai

Apabila gurumu selalu kau tantang
Ditujuk diajar engkau membangkang
Akibatnya buruk bukan kepalang
Ilmu dituntut berkahnya hilang
 
Kepada guru jangan menista
Bercakap kasar bermasam muka
Orang benci Allah pun murka
Hidupmu akan terlunta-lunta

Kepada gurumu nampakkan minat
Petuah didengar petunjuk diingat
Supaya belajar beroleh manfaat
Membawa berkah dunia akhirat

Kepada gurumu hendaklah patuh
Ditunjuk diajar jangan mengeluh
Belajarlah dengan bersungguh-sungguh
Supaya hidupmu menjadi senonoh

Anggaplah guru sebagai ibu bapa
Tempat merunjuk tempat bertanya
Memudahkan ananda memahami ilmunya
Supaya pelajaranmu tak sia-sia
 
Jadikan gurumu contoh teladan
Minta nasihat untuk pegangan
Apa masalahmu boleh disampaikan
Supaya bebanmu menjadi ringan

Kepada gurumu berterus terang
Jangan bercakap main belakang
Supaya belajar hatimu lapang
Guru mengajar hatnya senang
 
Kepada gurumu berterima kasih
Kerana mengajarmu berpenat letih
Sampaikan dengan hati yang bersih
Semoga menjadi amalan soleh

Wahai ananda permata bunda
Gurumu itu juga manusia
Tentulah ada lebih kurangnya
Maafkan olehmu bila ada salahnya


Komentar Facebook