Saturday, December 20, 2014

aku mencium (istriku), padahal aku sedang berpuasa



m.rakib   lpmp   riau  indonesia. 2014



        Pada suatu hari Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu mengadu kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, "Pada hari ini aku telah melakukan kesalahan besar, yaitu aku mencium (istriku), padahal aku sedang berpuasa. Menanggapi pengaduan sahabatnya ini, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :


أَرَأَيْتَ لَوْ تَمَضْمَضْتَ بِمَاءٍ وَأَنْتَ صَائِمٌ ؟ فَقُلْتُ: لَا بَأْسَ بِذَلِكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَفِيم

Apa pendapatmu bila engkau berkumur-kumur dengan air, padahal engkau sedang berpuasa ? Sahabat Umar menjawab, "Tentu tidak masalah." Mendengar jawaban demikian, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menimpalinya dengan bersabda, "Lalu mengapa engkau risau ? [Riwayat Ahmad dan lainnya]


Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, "Pada hadits ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan bahwa muqadimah (permulaan) suatu hal yang terlarang tidak serta merta terlarang pula. Ciuman yang merupakan permulaan hubungan badan, tidak serta merta haram hanya karena hubungan badan bagi orang yang sedang berpuasa itu haram. Demikian pula dengan memasukkan air ke mulut yang merupakan permulaan dari meminumnya. Permulaan meminum yaitu berkumur-kumur juga tidak haram.” [I’ilâmul Muwaqqi’în, 4/174

                      JARIMAH TA’ZIR DENGAN ROTAN

M.RAKIB   LPMP   RIAU  INDONESIA. 2014


            Jarimah Ta’zir dengan rotan, terdapat dua jenis rotan yang digunakan: Rotan jenis tipis, yang digunakan untuk kasus sogok-menyogok, kesalahan korupsi, dan kriminalitas kerah putih; Rotan jenis tebal, yang digunakan untuk tindak kejahatan serius, umpamanya kasus perkosaan dan kejahatan seksual. Rotan jenis tipis tidak begitu merusakkan badan, tetapi lebih menyakitkan. Pukulan rotan dengan rotan tebal yang melebihi lima kali bisa mengakibatkan impotensi dan mati rasa dari punggung ke bawah, dimana hal tersebut sukar disembuhkan. Oleh karena sakitnya pukulan rotan yang begitu dahsyat, undang-undang Malaysia telah memberi pengecualian pada kategori-kategori di bawah terhindar dari hukuman tersebut: Perempuan, karena pukulan rotan bisa mengganggu kesehatan kandungan; Lelaki berumur 50 tahun keatas; Orang yang disahkan tidak sehat oleh dokter; dan Orang gila. Aturan hukum pukulan rotan (Merotan).

DI DALAM HAM ANAK DI INDONESIA

m.rakib   lpmp   riau  indonesia. 2014


Ada HAM, dalam Islam, seperti kita ketahui, pada prinsipnya Al-Qur’an merupakan norma-norma HAM dasar. Olehkarena itu, dalam menentukan hukuman, Al-Qur’an memberikan pola dasar yang umum. Pemberian pola HAM yang dasar tersebut memberikan keleluasaan bagi masyarakat untuk menyesuaikan dengan kondisi masyarakat tersebut.

London ( Berita ) : Pemerintah RI dan Swedia mengelar dialog Hak Azasi Manusia (HAM) yang diadakan di Stockholm, Swedia selama dua hari dari tanggal 23 hingga 24 April.
Sekretaris Pertama Pensosbud KBRI Stockholm, Dody Sembodo Kusumonegoro, waktu  itu kepada koresponden Antara London, Kamis [23/04] mengatakan dalam dialog HAM Indonesia diwakili para pejabat oleh berbagai instansi.
Mereka di antaranya perwakilan institusi pemerintah, Komnas Perlindungan Anak Cacat, Ombudsman Indonesia dan perwakilan-perwakilan LSM seperti Pusat Rehabilitasi anak dan penyandang cacat. Sementara Swedia diwakili oleh perwakilan institusi pemerintah, anggota parlemen, dan wakil dari SIDA, RWI dan Handisam.
Dialog HAM antara kedua negara diluncurkan tahun lalu oleh Menteri Luar Negeri waktu itu, Hassan Wirajuda dan Menteri Luar Negeri Swedia, Carl Bildt, di Jakarta April tahun lalu diikuti dengan  Lokakarya selama tiga hari, yang merupakan Dialog HAM pertama antara kedua negara.
Hasil dari dialog pertama antara lain dilaksanakannya beberapa program dan kerja sama konkret bagi pembangunan kapasitas atau capacity building di bidang HAM di antaranya peningkatan fasilitas untuk penyandang cacat dan kenakalan remaja serta pengadaan beasiswa untuk melanjutkan studi hukum humaniter di Swedia.
Menurut Dody,waktu  itu,  dialog kali ini akan membahas berbagai isu yang merupakan kelanjutan dari dialog pertama di Jakarta tahun lalu diantaranya capacity building untuk masyarakat madani terutama dalam pemajuan hak penyandang cacat dan penanganan anak-anak yang bermasalah dengan hukum. Selain itu juga dibahas isu HAM terkait lainnya .
Selama berlangsungnya dialog di Stockholm, kedua delegasi berkesempatan melakukan peninjauan ke the National Board of Institutional Care dan tempat penanganan kaum muda bermasalah di Uppsala.
Para delegasi akan dapat mengetahui dan bertukar pengalaman mengenai penanganan dan perawatan anak-anak bermasalah di Swedia.
Menurut Dody, hubungan Indonesia dan Swedia meningkat dengan pesat dalam dua tahun belakangan ini. Dialog HAM merupakan salah satu dari banyak kerj asama yang ada diantara kedua negara dan saling bertukar pengalaman dan meningkatkan kerjasama untuk mendukung upaya dalam pemajuan HAM. ( ant )
Namun demikian, syari’at menentukan beberapa jenis perbuatan tertentu yangdianggap sebagai kejahatan. Jenis kejahatan yang telah ditentukan syari’at dan telahditentukan pula hukumannya itu sangat terbatas, yaitu jenis-jenis tindak pidana yang masukdalam kelompok hudud  dan qishash atau diyat  yang jumlahnya tidak lebih dari dua belas jenis.
Adapun selebihnya, yang merupakan bagian terbesar dari jumlah tindak pidana danhukuman, diserahkan kepada Ulul Amri dalam menentukan jenis pelanggaran maupunhukumannya. Walaupun demikian,syari’at  masih menentukan beberapa di antaranyasebagai suatu kejahatan yang dapat dihukum, tanpa menentukan sanksinya. Jadi, hal ini punmerupakan pendelegasian wewenang dari pembuatsyari’at kepada Ulul Amri dalammenentukan jenis hukumannya.
Kepercayaan yang diberikan pembuatsyari’at dalam menentukan bentuk pelanggaran dan macam hukuman tersebut ditujukan agar penguasa dapat secara leluasa mengatur masyarakatnya. Seandainya pembuat syari’at menentukan semua bentukpelanggaran dan jenis hukuman secara baku, Ulul Amri mungkin akan mendapatkankesulitan dalam mencari kemashlahatan bagi rakyatnya. Hal ini karena, kemashlahatanberubah sesuai dengan perubahan waktu dan tempat sehingga sangat rentan terhadapperubahan. Oleh sebab itu, hanya pada hal-hal yang kebal terhadap perubahan sajalah, syari’at  memberikan aturan yang berlaku.
Bagian yang tidak ditentukan jenis pelanggarannya dan juga jenis hukumannya,dalam fiqh disebut denganta’zir. Suatu jenis  Jarimah dan sanksi hukuman yang menjadiwewenang Ulul Amri dalam pengaturannya.

Pengertian Dan Ruang Lingkup

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa setiap kejahatan yang ditentukansanksinya oleh Al-Qur’an maupun oleh hadits disebut jarimah hudud dan qishash atau diyat .Adapun tindak pidana yang tidak ditentukan oleh Al-Qur’an maupun hadits disebut sebagai tindakan pidana ta’zir . Misalnya, tidak melaksanakan amanah, menghasab harta, menghina  orang, menghina agama, dan suap. 
 Bentuk lain dari  jarimah ta’zir adalah kejahatan-kejahatan yang bentuknya ditentukan oleh Ulul Amri yang sesuai dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai, prinsip-prinsip dan tujuan syari’ah, seperti miosalnya,  peraturan lalu lintas, pemeliharaan lingkungan, dan memberi sanksi kepada aparat pemerintah yang tidak disiplin.Ta’zir menurut bahasa adalah mashdar (kata dasar) bagi  ‘azzara yang berarti menolak dan mncegah kejahatan, juga berarti menguatkan, memuliakan, dan membantu . Dalam Al-Qur’an disebutkan :
“Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)-Nya, membesarkan-Nya, dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang”. (QS Al-Fath :9)
“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) merekadapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh merekamengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar danmenghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yangburuk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada padamereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya, danmengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS Al-A’raf : 157)

 “Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat diantara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman: "Sesungguhnya Akubeserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat sertaberiman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allahpinjaman yang baik sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu. Dan sesungguhnyakamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir air didalamnya sungai-sungai. Makabarangsiapa yang kafir di antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus”. (QS Al-Maidah : 12)

Ta’zir juga berarti hukuman yang berupa memberi pelajaran. Disebut dengan ta’zir  karena hukuman tersebut sebenarnya menghalangi si terhukum untuk tidak kembali kepada jarimahatau dengan kata lain membuatnya jera. Para fuqahab mengartikan ta’zir dengan hukuman yang tidak ditentukan oleh Al-Qur’an dan hadits yang berkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak Allah SWT dan hakhamba yang berfungsi untuk memberi pelajaran kepada si terhukum dan mencegahnyauntuk tidak mengulangi kejahatan serupa .
Ta’zir sering juga disamakan oleh fuqahadengan hukuman terhadap setiap maksiatyang tidak diancam dengan hukuman had atau kaffarah. Hukuman ta’zir sepenuhnya ada ditangan hakim, sebab beliaulah yang  megang tampuk kekuasaan pemerintahan dan kaum muslimin. Dalam kitab Subulus As-Salam disebutkan: “Hukuman ta’zir tidak diperkenankan selain dari Imam kecuali dari tiga orangberikut ini:

a.       Ayah, boleh menjatuhkan ta’zir  terhadap anaknya yang masih kecil dengan tujuanedukatif, dan mencegahnya dari akhlak yang buruk.

b.      Majikan, diperbolehkan menta’zir  hambanya baik yang bersangkutan dengan hakdirinya atau hak Allah.


c.       Suami, diperbolehkan menta’zirkan istrinya dalam masalah nusyuz, sebagaimana yang telah telah dijelaskan dalam Al-Qur’an.

 Para ulama pada umumnya memperbolehkan penggabungan antara had dan ta’zir  selama  memungkinkan. Misalnya dalam mazhab Hanafi, pezina yang ghair muhshan dijilid seratus kali sebagai had lalu dibuang satu tahun sebagai ta’zir . Demikian pula dalam mazhab Maliki dan mazhab Syafi’i penggabungan antara had dan ta’zir itu diperbolehkan, sepertimengalungkan tangan pencuri setelah dipotong dan menambahkan empat puluh kali jilid  bagi peminum khamar .
Para ulama membagi jarimah ta’zir menjadi dua bagian , yaitu

1. Jarimah yang berkaitan dengan hak Allah SWT
Yang dimaksud dengan kejahatan yang berkaitan dengan hak Allah SWT adalahsegala sesuatu yang berkaitan dengan kemashlahatan umum. Misalnya, membuatkerusakan di muka bumi, perampokan, pencurian, perzinaan, pemberontakan, dan tidaktaat kepada Ulul Amri.

2. Jarimah yang berkaitan dengan hak perorangan
Yang dimaksud dengan kejahatan yang berkaitan dengan hak hamba adalah segalasesuatu yang mengancam kemashlahatan bagi seorang manusia, seperti tidak membayarutang ataupun penghinaan.

 Dasar Hukum

 Dasar hukum disyariatkannya ta’zir terdapat dalam beberapa hadits Nabi SAW dantindakan sahabat. Hadits-hadits tersebut antara lain , sebagai berikut :

1. Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bahz ibn Hakim
Dari Bahz ibn Hakim dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Nabi SAW “menahanseseorang karena disangka melakukan kejahatan” (Hadits diriwayatkan oleh Abu Daud,Turmudzi, Nas’ai, dan Baihaqi, serta dishahihkan oleh Hakim)

2. Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Burdah
Dari Abu Burdah Al-Anshari RA, bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Tidak boleh dijilid di atas sepuluh cambuk kecuali di dalam hukuman yang telah ditentukan oleh ALLA SWT”. (Muttafaq ‘alaih)
3. Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Aisyah
Dari Aisyah RA, bahwa Nabi SAW bersabda : “Ringankanlah hukuman bagi orang-orang yang tidak pernah melakukan kejahatan atas perbuatan mereka, kecuali dalam jarimah- jarimah hudud”. (Hadits diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Nas’ai, dan Baihaqi) Secara umum ketiga hadits tersebut menjelaskan tentang eksistensi ta’zir dalam syari’at Islam. Hadits pertama menjelaskan tentang tindakan Nabi yang menahan seseorang
Hukuman jilid dalam jarimah hudud,baik perzinaan maupun tuduhan zina dansebagainya sudah disepakati oleh para ulama. Adapun ukuman jilid dalam pidana ta’zir  juga berdasarkan Al-Qur’an, hadits, dan ijma. Dalam Al-Qur’an misalnya dalam surat An-Nisaayat 34 :

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telahmelebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karenamereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanitayang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, olehkarena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya,maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullahmereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untukmenyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. An-Nisa : 34)Meskipun dalam ayat tersebut ta’zir   tidak dijatuhkan oleh Ulul Amri, melainkan olehsuami. Adapun hadits yang menunjukkan bolehnya ta’zir  dengan  jilid adalah hadits Abu Burdah yang mendengar langsung bahwa Nabi SAW, bersabda : “Seseorang tidak boleh dijilid lebih dari sepuluh kali cambukan kecuali dalam salah satu dari had ALLAH SWT”.
3. Hukuman Penjara 
Dalam bahasa Arab ada dua istilah untuk hukuman penjara. Pertama :
 Al-Habsu dan yang kedua : As-Sijnu. Pengertian Al-Habsu menurut bahasa adalah mencegah atau menahan. Kata al-Habsu diartikan juga  As-Sijnu. Dengan demikian, kedua kata tersebutmempunyai arti yang sama.Menurut Imam Ibn Al-Qayyim Al-Jauziyah, yang dimaksud dengan al-Habsu menurut syara’ bukanlah menahan pelaku di tempat yang sempit, melainkan menahan seseorang dan mencegahnya agar ia tidak melakukan perbuatan hukum, baik penahanan tersebut didalam rumah, atau masjid, maupun di tempat lainnya. Penahanan model itulah yang dilaksanakan pada masa Nabi SAW dan Khalifah Abu Bakar. Artinya, pada masa itu tidak ada tempat yang khusus untuk menahan seorang pelaku. Akan tetapi, setelah umat Islam  bertambah banyak dan wilayah Islam bertambah luas, Khalifah Umar pada masa  pemerintahannya membeli rumah Shafwan Ibn Umayyah dengan harga empat ribu dirham untuk kemudian dijadikan sebagai penjara. Atas dasar inilah, para ulama membolehkan kepada Ulul Amri  untuk membuat  penjara. Meskipun demikian, para ulama yang lain tetap tidak membolehkan untuk  mengadakan penjara, karena hal itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAW dan Khalifah Abu Bakar.Selain itu, dasar hukum yang membolehkannya hukuman penjara ini adalah SurahAn-Nisaa’ ayat 15 :

 “Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat  orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka Telah  memberi persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampaimereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya”. (QS. An-Nisaa’ : 15)

Hukuman penjara dalam syariat Islam dibagi kepada dua bagian, yaitu : 

Hukuman penjara yang dibatasi waktunyaHukuman penjara terbatas adalah hukuman penjara yang lama waktunya dibatasisecara tegas. Hukuman penjara terbatas ini diterapkan untuk Jarimah penghinaan,penjual khamar, pemakan riba , melanggar kehormatan bulan suci Ramadhan, mengairiladang dari saluran tetangga tanpa izin, caci maki antara dua orang yang dipenjara dansaksi palsu. Adapun lamanya hukuman penjara, tidak ada kesepakatan di kalangan para ulama,begitupun batas tertinggi dan terendah pada hukuman penjara terbatas ini, tidak adakesepakatan juga di kalangan para ulama.

         Hukuman penjara yang tidak dibatasi waktunya Hukuman penjara tidak terbatas atau tidak dibatasi waktunya, melainkan berlangsung terus sampai orang yang terhukum itu mati, atau sampai ia bertobat. Dalam  istilah lain bisa disebut hukuman penjara seumur hidup.Hukuman penjara seumur hidup dikenakan kepada penjahat yang sangat berbahaya,misalnya seseorang yang menahan orang lain unktuk dibunuh oleh orang ketiga, atauseperti orang yang mengikat orang lain, kemudian melemparkannya kedepan hewanbuas. Menurut Imam Abu Yusuf, apabila orang itu mati karena hewan buas maka pelaku   dikenakan hukuman penjara seumur hidup.
4. Hukuman pengasingan 
Diantara hukuman ta’zir dalam syariat Islam ialah pengasingan, hukumanpengasingan juga termasuk hukuman had yang diterapkan untuk pelaku tindak pidanaperampokan berdasarkan surah Al-Maidah ayat 33 :

Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempatkediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan diakhirat mereka beroleh siksaan yang besar. (QS Al-Maidah : 33)

Meskipun hukuman pengasingan itu merupakan hukuman had  , namun dalampraktiknya, hukuman tersebut diterapkan juga sebagai hukuman ta’zir . Dalam sejarah,Rasullullah SAW pernah menjatuhkan hukuman pengucilan terhadap tiga orang yang tidak ikut serta dalam perang Tabuk, yaitu Ka’ab bin Malik, Mirarah bin Rubai’ah, dan Hilal bin Umaiyah. Mereka dikucilkan selama 50 hari tanpa diajak bicara sehingga turunlah firmanAllah SWT :
Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hinggaapabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapuntelah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak adatempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima Taubatmereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah yang Maha PenerimaTaubat lagi Maha Penyayang. (QS At-Taubah : 108)

Diantara  jarimah ta’zir  yang dikenakan hukuman pengucilan adalah orang yang berperilaku Mukhannats (waria) yang pernah dilaksanakan oleh Nabi SAW dengan mengasingkannya ke luar Madinah, pemalsuan terhadap Al-Qur’an, atau pemalsuan terhadap Baitul Mal. Adapun tempat dan lamanya pengasingan, tidak ada kesepakatan para  fuqaha. Pesan yang dapat kita tangkap dalam penjatuhan hukuman pengasingan ini adalahkekhawatiran para ulama akan tersebarnya pengaruh si pelaku kepada orang lain sehinggaia harus dibuang ke luar daerah.
5. Hukuman-Hukuman
Ta’zir yang Lain Peringatan keras. Hukuman denda. Dihadirkan di hadapan sidang. Nasihat. Celaan. Pemecatan dan pengumuman kesalahan secara terbuka .


Penutup
A. Kesimpulan
Pada dasarnya jariman ta’zir ditentukan oleh ulil amri atau kepala pemerintahan, adapun jarimah ini memuat hukuman secara maksimal hingga menghukum mati seseorang, namun ada beberapa ulama yang menentangnya. Dan hukumannya paling ringan biasanya berupa denda.
B. Saran
Terimakasih makalah ini yang dapat saya buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca terlebih lagi kepada penulis.
DAFTAR PUSTAKA

Ø Prof. Drs. H. Ahmad Djazuli, Fiqh Jianayat (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalan Islam
Ø Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana IslamProf. Drs. H. Ahmad Djazuli, Fiqh Jianayat (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalan Islam
Ø Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam
Ø Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam
Ø Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam
Ø Prof. Drs. H. Ahmad Djazuli, Fiqh Jianayat : Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalan Islam



 

Komentar Facebook