TERTIPU OLEH PANCAINDRA
Kebohongan perasaan ialah pesawat
antar benua yang yang terbang dengan kecepatan 1000 KM perjam,
menurut persaan, tidak berjalan sama sekali. Menurut pandangan mata, pesawat itu
tidak berjalan..Begitulah kebohongan empirisme yang bekerjanya adalah
berdasarkan pengalaman inderawi atau pengalaman yang bisa ditangkap oleh panca
indera manusia.
Kelemahan aliran ini adalah sangat
banyak :
- Indera terbatas ; Benda yang jauh kelihatan kecil.
- Indera menipu ; Orang yang sedang sakit malaria, gula rasanya pahit.
- Terkadang objek yang menipu, seperti ilusi dan patamorgana.
- Kekurangan terdapat pada indera dan objek sekaligus; indera (dalam hal ini mata) tidak bisa melihat kerbau secara keseluruhan, begitu juga kerbau tidak bisa dilihat secara keseluruhan.
Pada dasarnya Empirisme sangat
bertentangan dengan Rasionalisme. Rasionalisme mengatakan bahwa pengenalan yang
sejati berasal dari ratio, sehingga pengenalan inderawi merupakan suatu bentuk
pengenalan yang kabur. sebaliknya Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan
berasal dari pengalaman sehingga pengenalan inderawi merupakan pengenalan yang
paling jelas dan sempurna.
Seorang yang beraliran Empirisme
biasanya berpendirian bahwa pengetahuan didapat melalui penampungan yang secara
pasip menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan
betapapun rumitnya dapat dilacak kembali dan apa yang tidak dapat bukanlah ilmu
pengetahuan. Empirisme radikal berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat
dilacak sampai kepada pengalaman inderawi dan apa yang tidak dapat dilacak
bukan pengetahuan. Lebih lanjut penganut Empirisme mengatakan bahwa pengalaman
tidak lain akibat suatu objek yang merangsang alat-alat inderawi, kemudian di
dalam otal dipahami dan akibat dari rangsangan tersebut dibentuklah
tanggapan-tanggapan mengenai objek yang telah merangsang alat-alat inderawi
tersebut.
Empirisme memegang peranan yang amat
penting bagi pengetahuan, malah barangkali merupakan satu-satunya sumber dan
dasar ilmu pengetahuan menurut penganut Empirisme. Pengalaman inderawi sering
dianggap sebagai pengadilan yang tertinggi.
b. Tokoh-tokohnya.
1. Francis Bacon (1210 -1292)
2. Thomas Hobbes ( 1588 -1679)
3. John Locke ( 1632 -1704)
4. George Berkeley ( 1665 -1753)
5. David Hume ( 1711 -1776)
6. Roger Bacon ( 1214 -1294)
b. Metode Rasionalisme
Para penganut rasionalisme
berpandangan bahwa satu-satunya sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah
rasio (akal) seseorang. Perkembangan pengetahuan mulai pesat pada abad ke-18.
Orang yang dianggap sebagai bapak rasionalisme adalah Rene Descartez
(1596-1650) yang juga dinyatakan sebagai bapak filsafat modern. Semboyannya
yang terkenal adalah cogito ergo sum (saya berpikir, jadi saya ada).
Berbeda dengan penganut empirisme,
karena rasionalisme memandang bahwa metode untuk memperoleh pengetahuan adalah
melalui akal pikiran. Bukan berarti rasionalisme menegasikan nilai pengalaman,
melainkan pengalaman dijadikan sejenis perangsang bagi akal pikiran untuk
memperoleh suatu pengetahuan. Menurut Rene Descartes (Bapak Rasionalisme),
bahwa kebenaran suatu pengetahuan melalui metode deduktif melalui cahaya yang
terang dari akal budi. Maka akal budi dipahamkan sebagai:
- Sejenis perantara
khusus, yang dengan perantara itu dapat dikenal kebenaran.
- Suatu teknik deduktif
yang dengan memakai teknik tersebut dapat ditemukan kebenaran-kebenaran yaitu
dengan melakukan penalaran.
Fungsi pengalaman inderawi bagi
penganut rasionalisme sebagai bahan pembantu atau sebagai pendorong dalam
penyelidikannya suatu memperoleh kebenaran.
Rasionalisme adalah merupakan faham
atau aliran atau ajaran yang berdasarkan ratio, ide-ide yang masuk akal.Selain
itu, tidak ada sumber kebenaran yang hakiki. Zaman Rasionalisme berlangsung
dari pertengahan abad ke XVII sampai akhir abad ke XVIII. Pada zaman ini hal
yang khas bagi ilmu pengetahuan adalah penggunaan yang eksklusif daya akal budi
(ratio) untuk menemukan kebenaran.
Ternyata, penggunaan akal budi yang
demikian tidak sia-sia, melihat tambahan ilmu pengetahuan yang besar sekali
akibat perkembangan yang pesat dari ilmu-ilmu alam. Maka tidak mengherankan
bahwa pada abad-abad berikut orang-orang yang terpelajar Makin percaya pada
akal budi mereka sebagai sumber kebenaran tentang hidup dan dunia. Hal ini
menjadi menampak lagi pada bagian kedua abad ke XVII dan lebih lagi selama abad
XVIII antara lain karena pandangan baru terhadap dunia yang diberikan oleh
Isaac Newton (1643 -1727). Berkat sarjana geniaal Fisika Inggeris ini yaitu
menurutnya Fisika itu terdiri dari bagian-bagian kevil (atom) yang berhubungan
satu sama lain menurut hukum sebab akibat.
Semua gejala alam harus diterangkan
menurut jalan mekanis ini. Harus diakui bahwa Newton sendiri memiliki suatu
keinsyafan yang mendalam tentang batas akal budi dalam mengejar kebenaran
melalui ilmu pengetahuan. Berdasarkan kepercayaan yang makin kuat akan
kekuasaan akal budi lama kelamaan orang-orang abad itu berpandangan dalam kegelapan.
Baru dalam abad mereka menaikkan obor terang yang menciptakan manusia dan
masyarakat modern yang telah dirindukan, karena kepercayaan itu pada abad XVIII
disebut juga zaman Aufklarung (pencerahan).
b. Tokoh-tokohnya
1. Rene Descartes (1596 -1650)
2. Nicholas Malerbranche (1638
-1775)
3. B. De Spinoza (1632 -1677 M)
4. G.W.Leibniz (1946-1716)
5. Christian Wolff (1679 -1754)
6. Blaise Pascal (1623 -1662 M)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut diatas,
maka perlu disimpulkan beberapa hal :
- Ilmu pengetahuan adalah ilmu yang mencoba menjawab segala permasalahan atau gejala-gejala alam dan lingkungan atau masyarakat dengan menggunakan metode-metode ilmiah
- Ilmu pengetahuan bersifat relatif, artinya ilmu pengetahuan itu tidak kaku sehingga ia akan terus berkembang seiring dengan kerja dan usaha manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan kebenaran dan pemanfaatan hidup yang lebih berarti. Juga teori-teori yang telah dibangun oleh para ilmuwan tidak akan bertahan sepanjang masa. ia akan dibantah oleh teori-teori baru yang lebih mendekati kepada kebenaran dan efesiensi kerja ilmiah.
- Rasionalisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang berpendirian bahwa sumber pengetahuan yang mencukupi dan dapat dipercaya adalah akal. Rasionalisme tidak mengingkari peran pengalaman, tetapi pengalaman dipandang sebagai perangsang bagi akal atau sebagai pendukung bagi pengetahuan yang telah ditemukan oleh akal. Akal dapat menurunkan kebenaran-kebenaran dari dirinya sendiri melalui metode deduktif. Rasionalisme menonjolkan “diri” yang metafisik, ketika Descartes meragukan “aku” yang empiris, ragunya adalah ragu metafisik.
- Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang berpendapat bahwa empiri atau pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan. Akal bukanlah sumber pengetahuan, akan tetapi akal berfungsi mengolah data-data yang diperoleh dari pengalaman. Metode yang digunakan adalah metode induktif. Jika rasionalisme menonjolkan “aku” yang metafisik, maka empirisme menonjolkan “aku” yang empiris.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Asmoro. Filsafat
Umum. Cet. V; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.
Anees, Bambang Q- dan Radea Juli A.
Hambali. Filsafat Untuk Umum. Cet. I; Jakarta: Prenada Media, 2003.
Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah
Filsafat Barat 2. Cet. IX; Yogyakarta: Kanisius, 1993.
Ravertz, Jerome R. The
Philosophy of Science. Diterjemahkan oleh Saut Pasaribu dengan judul Filsafat
Ilmu, Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan. Cet. I; Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004.
Mustansyir, Rizal dan Misnal
Munir. Filsafat Ilmu. Cet. VII; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Nakosteen, Mehdi. History of
Islamic Origins of Western Education A. D. 800-1350 with an Introduction to
Medieval Muslim Education. Diterjemahkan oleh Joko S. Kahhar dan Supriyanto
Abdullah dengan judul Kontribusi Islam atas dunia Intelektual Barat:
Deskripsi Analisis abad kemasan Islam. Cet. I; Surabaya: Risalah Gusti,
1996.
Suriasumantri, Jujun S. Ilmu
dalam perspektif. Cet. XVI; Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum.
Cet. VI; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998.
Titus, Harold H., et al. Living
Issues in philosophy. Diterjemahkan oleh H.M. Rasjidi dengan judul Persoalan-Persoalan
Filsafat. Cet. I; Jakarta: PT Bulan Bintang, 1984.
Zaqzu>q, Mah}mu>d
H{amdiy. Dira>sa>t fi> al-Falsafat al-H{adi>sah. Cet. II;
Kairo: Da>r al-T{iba>‘at al-Muh}ammadiyyah, 1988….
No comments:
Post a Comment