ANTARA FILSAFAT
KEBOHONGAN
DAN KEBOHONGAN FILSAFAT
Renungan Pagi M.Rakib Jamari
Filsafat
itu, la
tushoddiqu kulluhu, wala tukazzibuhu kulluhu (Jangan didustakan semua,
jangan pula dibenarkan semua). Ini pandangan saya(M.Rakib Jamari) pribadi.
Masih banyak pandangan lain yang lebih menarik. Pandangan Al-Gazali bahwa ada
sisi kecil dari kebohongan filsafat yang disebutnya dengan istilah Tahafutut al- Falasifah(Kekacauan
Filsafat). Masri, Djoe dan Fredy memiliki kesamaan pandangan tentang
pengetahuan tinggi yang tidak terjangkau oleh Logika. Kang Asep menyatakan, saya
tidak menyangkal bahwa ada pengetahuan di luar wilayah logika, salah satunya
adalah pengetahuan ilmiah. Logika dan ilmiah memiliki wilayah yang berbeda yang
satu sama lain tidak bisa saling menjangkau. Tetapi, apa yang dimaksud oleh
Masri dan kawan-kawannya tentang pengetahuan di luar logika tidak mengacu pada
bidang ilmiah, melainkan suatu bentuk kebenaran yang tidak terpikirkan, tidak
terkatakan. Djoe menyebutnya sunyata. Sedangkan Fredy menulis, "Dalam
Buddhist Jalan Utama Beruas Delapan" ada disebutkan Panna Silla Samadhi.
Panna = kebijaksanaan, bukan Logika." Sehingga kesimpulannya, kita
berbicara itu mesti menggunakan kebijaksanaan, bukan logika. saya menyangkal
mereka dan menganggap itu semua merupakan bentuk kebohongan belaka. mereka
tidak bermaksud berbohong. tapi, jalan pikiran mereka telah tersesat jauh,
sehingga menganut keyakinan-keyakinan yang salah. Di mana salahnya ? akan saya
uraikan 6 point berikut :
Pertama,
benar bahwa untuk mencapai kebebasan spiritual itu Buddha mengajarkan tentang
Silla Samaadhi Panna. dan benar pula bahwa definisi Panna itu bukan Logika.
Tetapi dapat saya pastikan, keyakinan-keyakinan, pemikiran-pemikiran serta
perkataan-perkataan yang bertentangan dengan Hukum Logika tidaklah termasuk
Panna. karena bertentangan dengan hukum logika berarti kebodohan, kegilaan, dan
kesesatan. Mustahil di dalam Panna termuat kebodohan, kegilaan dan kesesatan.
Kedua,
yang mana sebenarnya yang mereka maksud, kebijaksanaan yang tidak terjangkau
oleh logika itu ? itu tidak bisa didefinisikan, tidak bisa ditunjukan, tidak
bisa digambarkan, tidak ada konsepnya, tidak bisa dipraktikan, tidak bisa
dikatakan, bahkan tidak bisa dipikirkan. jadi, itu hanya omong kosong besar
saja.
Masri
mencoba menunjukan filsafat level tinggi dengan sebuah contoh. "saya
adalah manusia dan bukan manusia". yang seperti ini katanya filsafat level
tinggi. ha...ha...ha... saya sudah mengupasnya dalam artikel Jawaban Mutlak
Salah. saya malas untuk mengupas ulang di sini.
Ketiga,mereka
yang mempergunakan logika Aristoteles tidak berarti tidak mengetahui kebenaran
di luar logika ? misalnya, apakah Djoe, Masri dan Fredy lebih bijaksana dari
pada saya ? Apakah mereka memiliki pengetahuan di luar logika, sedangkan saya
tidak mengetahuinya ? Mereka tidak akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan
saya ini. ini artinya apa ? mereka tidak yakin kalo mereka lebih bijaksana dari
saya. mereka tidak yakin kalo saya tidak mengetahui hal-hal yang diluar
pengetahuan logika.
saya
sudah pernah katakan, dulu sebelum saya belajar ilmu logika, saya adalah
praktisi mistik. dan justru karena kesulitan untuk mengungkapkan hal-hal yang
saya ketahui secara mistis, maka saya belajar logika.
saya
berkecimpung di dunia mistik, yang nalar orang sulit untuk menjangkaunya. Saya
juga praktisi meditasi, serta terbiasa menjalankan proyeksi astral. tidak asing
dengan pengalaman spiritual yang disebut dengan Chakra, Nimita, Kundalini,
Tenaga Dalam, Krachtology, Clairvoyance, Hipnotisme, Samadhi, Jhana dan Sunyata,
saya berkelana di alaml-alam jin, bergelut dengan dunia santet, berjumpa dengan
Nyai Roro Kidul, bertemu malaikat, berbicara dengan roh orang-orang yang telah
mati, bertemu malaikat, menolong arwah
yang terlantar, berkelana dan berdebat dengan para Dewa, mengunjungi sorga dan
neraka, dan menjalani praktik mati suri. Apakah mereka memiliki pengalaman
lebih banyak dalam hal-hal tersebut dari pada saya ? jika tidak, maka bagaimana
mereka merasa tahu lebih banyak dari saya tentang hal-hal di luar logika ?
tidak ada pertanda yang jelas bahwa mereka tahu lebih banyak dan lebih
bijaksana. Sehingga pandangan mereka bahwa saya tidak bijaksana, tidak mengerti
kebenaran di luar konsep, tidak tahu hal-hal di luar logika hanyalah argumentum
ad hominem, tidaklah benar dan hanya cara untuk memukul perasaan orang lain.
karena mereka masih terikat dengan tradisi diskusi yang tidak sehat di
forum-forum online. mereka memiliki kecenderungan gemar menyangka. Tradisi
diskusi seperti itu, sudah lama menghilang dari forum dan grup logika yang saya
bina. Menunjukan bahwa komunitas yang mengedepankan logika, justru akan dapat
berkomunikasi dengan cara yang lebih baik.
Keempat,
Buddha berkata, "jika orang merasa tidak suka pada sesuatu, maka dia akan
melihat sesuatu itu sebagai hal yang salah. semakin tidak suka, maka akan
terlihat sesuatu itu semakin salah". Ini ada korelasinya dengan apa yang
dikatakan oleh Prof. Dr. Jacobus S.H. M.Si, bahwa keyakinan diperkuat oleh
penyangkalan. Semakin seseorang disangkal, maka dia akan semakin menguatkan
keyakinannya. Jadi, jangan heran, jika semakin disangkal, keyakinan saya
terhadap logika semakin kuat. dan mereka yang sudah tidak suka dengan logika,
baik tidak suka dari sebelumnya atau tidak suka karena diskusi dengan saya,
maka mereka akan menilai logika itu sebagai sesuatu yang salah. semakin tidak
suka mereka pada saya, maka semakin akan melihat bahwa logika itu sesuatu yang
salah dan akan semakin berusaha keras untuk menunjukan kekerdilan logika, salah
satunya dengan terus menerus melemparkan stigma, "Logika tidak mampu
menjangkau filsafat level tinggi". Saya siap menghadapi segala penilaian
dan tuduhan. Bakan itu sudah terbiasa bagi saya.
Kelima
Jika Anda ingin belajar ilmu logika, maka anda dapat belajar ilmu logika dengan
cara membaca buku-buku logika yang tersedia di toko-toko buku, belajar pada
para guru/dosen ahli logika, atau gabung dengan forum ilmu logika. Jika Anda
tekun, maka Anda akan berhasil dengan keberhasilan yang dapat diukur. Tapi jika
Anda ingin belajar filsafat dan kebijaksanaan ala Djoe, Masri dan Fredy maka
Anda akan gagal atau anda akan berhasil dengan suatu keberhasilan yang tidak
akan jelas tolak ukurnya. tidak percaya, silahkan coba !
Keenam
Masri, Fredy, dan Djoe yang sama-sama memiliki kebijaksaan dan filsafat level
tinggi itu ada di forum Buddhist, yang saban harinya terlihat bertengkar,
bertedebat, saling sangkal dan saling ejek. apakah ini hasil dari kebijaksanaan
dan filsafat yang tinggi itu ?(« Edit Terakhir: Desember 29, 2015, 12:16:16 PM
oleh Kang Asep »).
Dialektika
kajian filsafat dalam khazanah keilmuan Islam masih menjadi dinamika kajian
menarik di kalangan akademis. Pro kontra urgensi mempelajari filsafat juga
masih nampak di kalangan umat Islam. Hal ini tidak bisa lepas dari pengaruh
kajian pemikiran ilmuan muslim sebelumnya yang mereka pelajari. Ilmuan muslim
terkemuka tersebut diantaranya Imam Al-Ghazali, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina, Ibnu
Arabi, dan lain-lain.
Mashud Sasaki menyatakan bahwa dalam
perkembangannya pemikiran Imam al-Ghazali lewat berbagai karyanya telah mampu
mewarnai corak berfikir dan pandangan hidup keilmuan muslim. Salah satu karya
beliau yang cukup monumental adalah Tahafut Falasifah. Tahafut al-Falasifah
(Inkoherensi Filosof) adalah karya yang memiliki arti penting dalam pemikiran
Islam khususnya Filsafat Islam mengingat bahwa karya ini lahir dari tokoh yang
sangat berpengaruh di dalam dunia Islam yang mewakili masanya. Al-Ghazali
seorang teolog yang melakukan serangan terhadap dunia keilmuan filsafat masa
tersebut sehingga memunculkan ketakutan bagi para pelajar untuk mengkaji
filsafat. Al-Ghazali tidak hanya menyerang pandangan filsafat dengan dasar
argumentasi akan tetapi menggunakan kata-kata yang sarkastis bahkan mengkafirkan para filosof yang menurut
sebagian pengkaji filsafat dianggap terlalu berlebihan.
Sulayman
al-Dunya[1] menyebut bahwa masa ditulisnya Tahafut al-Falasifah adalah
masa-masa kegalauan dan ketidak percayaan al-Ghazali pada banyak disiplin ilmu
Islam. Ibn Rushd, 90 tahun kemudian sejak ditulis Tahafut al-Falasifah menulis
jawaban dengan judul Tahafut al-Tahafut, sayangnya jawaban ini sedikit
terlambat kehadirannya sehingga dianggap tidak mengatasi pengaruh yang telah
dihasilkan Tahafut al-Falasifah. Namun demikian kedua karya tersebut menempati
ruang tersendiri dalam sejarah pemikiran Islam dan menjadi kajian para peneliti
sampai saat ini.
Dalam
tulisan ini akan fokus membahas tahafut falasifah karya Imam al-Ghazali. Kitab
ini terdiri atas empat mukaddimah, 20 masalah dan khatimah. Mukaddimah pertama
ialah bahwa Aristoteles telah merupakan seorang pemuka dalam filsafat,
menyimpulkan pemikiran-pemikiran para filosof dan karena itu perlu
menyanggahnya.
Kedua
beberapa pemikiran filosof tidak bertentangan dengan agama karena merupakan
pendapat tentang fisika seperti pembahasan tentang gerhana matahari dan bulan
yang dalam dirinya tidak mengandung celaan dan pujian. Namun ada pemikiran lain
yang berkaitan dengan dasar-dasar agama, seperti mengatakan alam ini kadim yang
tentunya tidak boleh didiamkan.
Ketiga,
yang dimaksudkan dengan kitab ini menjelaskan keruntuhan (tahafut) para
filosof, yaitu menyanggah pemikiran mereka. Sedangkan penjelasan tentang akidah
yang benar disebutkan dalam kitab-kitab lain.
Keempat,
walaupun para filosof mempergunakan matematika dan logika sebagai metoda
berpikir, maka itu tidaklah perlu bagi teologi, walaupun keabsahan matematika
tidak dapat diingkari. Adapun logika, maka itu alat berpikir yang dipergunakan
oleh para filosof seperti yang dipergunakan oleh insan lainnya. Logika itu
bukanlah suatu ilmu yang terasing dalam kalangan umat Islam dan mereka
menyebutnya ilmu penalaran (nazar) atau ilmu debat (jadal) atau pengetahuan
akal (madarik al-‘uqul).
Biografi
Imam Al-Ghazali
Sebelum
menguraikan lebih jauh tentang biografi al-Ghazali, perlu diketahui bahwa
kehidupan Imam al-Ghazali dibagi 3 (tiga) fase kehidupan yaitu Fase
pra-keraguan, fase terjadinya keraguan, dan fase mendapat petunjuk dan
ketenangan. Fase pertama, pra-keraguan. Fase ini al-Ghazali masih seorang
pelajar yang belum mencapai tarap kematangan intelektual, yang mempersiapkan
diri untuk menjadi seorang yang memiliki pendapat independen.
Fase
kedua, fase terjadinya keraguan, baik keraguan yang keras maupun yang ringan.
Fase ini terjadi dalam rentang waktu yang cukup lama, yang berawal sejak usia
muda sampai al-Ghazali memasuki dunia tasauf dan memperoleh hidayah Allah. Di
tengah fase ini al-Ghazali menulis karya-karyanya dalam ilmu kalam, kritik
terhadap filsafat dan aliran bathiniyah. Pada saat itu ia mengajar di dua
sekolah yaitu, Naisabur dan Baghdad. Pada fase ini al-Ghazali juga menulis
tentang tahafut al-falasifah yang beliau katakan sebagai sarana mendustakan
mazhab para filosof. Sedangkan untuk mengafirmasi mazhab yang benar beliau
menyatakan setelah selesai penyusunan kitab tahafut ini beliau dengan maunah
Allah (pen. berjanji) akan menyusun kitab dengan tema Qowaid al-aQaid(prinsip-prinsip
keyakinan).
Fase
ketiga, yaitu fase dimana al-Ghazali telah mendapat petunjuk pada pandangan
ketersingkapan tabir sufistik (al-kasyf ash-shufiyah). Fase ini adalah fase
yang memungkinkan untuk menjadikan karya-karyanya sebagai rujukan untuk
menggambarkan mazhab yang benar versi al-Ghazali. Tetapi tidak semua karyanya
pada fase ini layak untuk hal tersebut, karena pada fase ini al-Ghazali juga
hadir dengan karyanya dalam pengertian mazhab yang lain.
Berikutnya
terkait biografi Al-Ghazali, nama lengkapnya adalah Al-Ghazali Muhammad Ibnu
Muhammad Al-Ghazali, yang terkenal dengan gelar hujjatul Islam. Beliau lahir
tahun 450 H, bertepatan dengan 1059 M di Ghazalah, suatu kota kecil yang
terlelak di Thus wilayah Khurasan Iran.
No comments:
Post a Comment