Sunday, July 23, 2017

KEBOHONGAN FILSAFAT Renungan Pagi M.Rakib Jamari

ANTARA FILSAFAT KEBOHONGAN
DAN KEBOHONGAN FILSAFAT

Renungan Pagi M.Rakib Jamari

Filsafat itu, la tushoddiqu kulluhu, wala tukazzibuhu kulluhu (Jangan didustakan semua, jangan pula dibenarkan semua). Ini pandangan saya(M.Rakib Jamari) pribadi. Masih banyak pandangan lain yang lebih menarik. Pandangan Al-Gazali bahwa ada sisi kecil dari kebohongan filsafat yang disebutnya dengan istilah Tahafutut al- Falasifah(Kekacauan Filsafat). Masri, Djoe dan Fredy memiliki kesamaan pandangan tentang pengetahuan tinggi yang tidak terjangkau oleh Logika. Kang Asep menyatakan, saya tidak menyangkal bahwa ada pengetahuan di luar wilayah logika, salah satunya adalah pengetahuan ilmiah. Logika dan ilmiah memiliki wilayah yang berbeda yang satu sama lain tidak bisa saling menjangkau. Tetapi, apa yang dimaksud oleh Masri dan kawan-kawannya tentang pengetahuan di luar logika tidak mengacu pada bidang ilmiah, melainkan suatu bentuk kebenaran yang tidak terpikirkan, tidak terkatakan. Djoe menyebutnya sunyata. Sedangkan Fredy menulis, "Dalam Buddhist Jalan Utama Beruas Delapan" ada disebutkan Panna Silla Samadhi. Panna = kebijaksanaan, bukan Logika." Sehingga kesimpulannya, kita berbicara itu mesti menggunakan kebijaksanaan, bukan logika. saya menyangkal mereka dan menganggap itu semua merupakan bentuk kebohongan belaka. mereka tidak bermaksud berbohong. tapi, jalan pikiran mereka telah tersesat jauh, sehingga menganut keyakinan-keyakinan yang salah. Di mana salahnya ? akan saya uraikan 6 point berikut :

Pertama, benar bahwa untuk mencapai kebebasan spiritual itu Buddha mengajarkan tentang Silla Samaadhi Panna. dan benar pula bahwa definisi Panna itu bukan Logika. Tetapi dapat saya pastikan, keyakinan-keyakinan, pemikiran-pemikiran serta perkataan-perkataan yang bertentangan dengan Hukum Logika tidaklah termasuk Panna. karena bertentangan dengan hukum logika berarti kebodohan, kegilaan, dan kesesatan. Mustahil di dalam Panna termuat kebodohan, kegilaan dan kesesatan.

Kedua, yang mana sebenarnya yang mereka maksud, kebijaksanaan yang tidak terjangkau oleh logika itu ? itu tidak bisa didefinisikan, tidak bisa ditunjukan, tidak bisa digambarkan, tidak ada konsepnya, tidak bisa dipraktikan, tidak bisa dikatakan, bahkan tidak bisa dipikirkan. jadi, itu hanya omong kosong besar saja.

Masri mencoba menunjukan filsafat level tinggi dengan sebuah contoh. "saya adalah manusia dan bukan manusia". yang seperti ini katanya filsafat level tinggi. ha...ha...ha... saya sudah mengupasnya dalam artikel Jawaban Mutlak Salah. saya malas untuk mengupas ulang di sini.

Ketiga,mereka yang mempergunakan logika Aristoteles tidak berarti tidak mengetahui kebenaran di luar logika ? misalnya, apakah Djoe, Masri dan Fredy lebih bijaksana dari pada saya ? Apakah mereka memiliki pengetahuan di luar logika, sedangkan saya tidak mengetahuinya ? Mereka tidak akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan saya ini. ini artinya apa ? mereka tidak yakin kalo mereka lebih bijaksana dari saya. mereka tidak yakin kalo saya tidak mengetahui hal-hal yang diluar pengetahuan logika.

saya sudah pernah katakan, dulu sebelum saya belajar ilmu logika, saya adalah praktisi mistik. dan justru karena kesulitan untuk mengungkapkan hal-hal yang saya ketahui secara mistis, maka saya belajar logika.

saya berkecimpung di dunia mistik, yang nalar orang sulit untuk menjangkaunya. Saya juga praktisi meditasi, serta terbiasa menjalankan proyeksi astral. tidak asing dengan pengalaman spiritual yang disebut dengan Chakra, Nimita, Kundalini, Tenaga Dalam, Krachtology, Clairvoyance, Hipnotisme, Samadhi, Jhana dan Sunyata, saya berkelana di alaml-alam jin, bergelut dengan dunia santet, berjumpa dengan Nyai Roro Kidul, bertemu malaikat, berbicara dengan roh orang-orang yang telah mati, bertemu malaikat,  menolong arwah yang terlantar, berkelana dan berdebat dengan para Dewa, mengunjungi sorga dan neraka, dan menjalani praktik mati suri. Apakah mereka memiliki pengalaman lebih banyak dalam hal-hal tersebut dari pada saya ? jika tidak, maka bagaimana mereka merasa tahu lebih banyak dari saya tentang hal-hal di luar logika ? tidak ada pertanda yang jelas bahwa mereka tahu lebih banyak dan lebih bijaksana. Sehingga pandangan mereka bahwa saya tidak bijaksana, tidak mengerti kebenaran di luar konsep, tidak tahu hal-hal di luar logika hanyalah argumentum ad hominem, tidaklah benar dan hanya cara untuk memukul perasaan orang lain. karena mereka masih terikat dengan tradisi diskusi yang tidak sehat di forum-forum online. mereka memiliki kecenderungan gemar menyangka. Tradisi diskusi seperti itu, sudah lama menghilang dari forum dan grup logika yang saya bina. Menunjukan bahwa komunitas yang mengedepankan logika, justru akan dapat berkomunikasi dengan cara yang lebih baik.

Keempat, Buddha berkata, "jika orang merasa tidak suka pada sesuatu, maka dia akan melihat sesuatu itu sebagai hal yang salah. semakin tidak suka, maka akan terlihat sesuatu itu semakin salah". Ini ada korelasinya dengan apa yang dikatakan oleh Prof. Dr. Jacobus S.H. M.Si, bahwa keyakinan diperkuat oleh penyangkalan. Semakin seseorang disangkal, maka dia akan semakin menguatkan keyakinannya. Jadi, jangan heran, jika semakin disangkal, keyakinan saya terhadap logika semakin kuat. dan mereka yang sudah tidak suka dengan logika, baik tidak suka dari sebelumnya atau tidak suka karena diskusi dengan saya, maka mereka akan menilai logika itu sebagai sesuatu yang salah. semakin tidak suka mereka pada saya, maka semakin akan melihat bahwa logika itu sesuatu yang salah dan akan semakin berusaha keras untuk menunjukan kekerdilan logika, salah satunya dengan terus menerus melemparkan stigma, "Logika tidak mampu menjangkau filsafat level tinggi". Saya siap menghadapi segala penilaian dan tuduhan. Bakan itu sudah terbiasa bagi saya.

Kelima Jika Anda ingin belajar ilmu logika, maka anda dapat belajar ilmu logika dengan cara membaca buku-buku logika yang tersedia di toko-toko buku, belajar pada para guru/dosen ahli logika, atau gabung dengan forum ilmu logika. Jika Anda tekun, maka Anda akan berhasil dengan keberhasilan yang dapat diukur. Tapi jika Anda ingin belajar filsafat dan kebijaksanaan ala Djoe, Masri dan Fredy maka Anda akan gagal atau anda akan berhasil dengan suatu keberhasilan yang tidak akan jelas tolak ukurnya. tidak percaya, silahkan coba !

Keenam Masri, Fredy, dan Djoe yang sama-sama memiliki kebijaksaan dan filsafat level tinggi itu ada di forum Buddhist, yang saban harinya terlihat bertengkar, bertedebat, saling sangkal dan saling ejek. apakah ini hasil dari kebijaksanaan dan filsafat yang tinggi itu ?(« Edit Terakhir: Desember 29, 2015, 12:16:16 PM oleh Kang Asep »).
Dialektika kajian filsafat dalam khazanah keilmuan Islam masih menjadi dinamika kajian menarik di kalangan akademis. Pro kontra urgensi mempelajari filsafat juga masih nampak di kalangan umat Islam. Hal ini tidak bisa lepas dari pengaruh kajian pemikiran ilmuan muslim sebelumnya yang mereka pelajari. Ilmuan muslim terkemuka tersebut diantaranya Imam Al-Ghazali, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina, Ibnu Arabi, dan lain-lain.

Mashud Sasaki menyatakan bahwa dalam perkembangannya pemikiran Imam al-Ghazali lewat berbagai karyanya telah mampu mewarnai corak berfikir dan pandangan hidup keilmuan muslim. Salah satu karya beliau yang cukup monumental adalah Tahafut Falasifah. Tahafut al-Falasifah (Inkoherensi Filosof) adalah karya yang memiliki arti penting dalam pemikiran Islam khususnya Filsafat Islam mengingat bahwa karya ini lahir dari tokoh yang sangat berpengaruh di dalam dunia Islam yang mewakili masanya. Al-Ghazali seorang teolog yang melakukan serangan terhadap dunia keilmuan filsafat masa tersebut sehingga memunculkan ketakutan bagi para pelajar untuk mengkaji filsafat. Al-Ghazali tidak hanya menyerang pandangan filsafat dengan dasar argumentasi akan tetapi menggunakan kata-kata yang sarkastis bahkan  mengkafirkan para filosof yang menurut sebagian pengkaji filsafat dianggap terlalu berlebihan.

Sulayman al-Dunya[1] menyebut bahwa masa ditulisnya Tahafut al-Falasifah adalah masa-masa kegalauan dan ketidak percayaan al-Ghazali pada banyak disiplin ilmu Islam. Ibn Rushd, 90 tahun kemudian sejak ditulis Tahafut al-Falasifah menulis jawaban dengan judul Tahafut al-Tahafut, sayangnya jawaban ini sedikit terlambat kehadirannya sehingga dianggap tidak mengatasi pengaruh yang telah dihasilkan Tahafut al-Falasifah. Namun demikian kedua karya tersebut menempati ruang tersendiri dalam sejarah pemikiran Islam dan menjadi kajian para peneliti sampai saat ini.

Dalam tulisan ini akan fokus membahas tahafut falasifah karya Imam al-Ghazali. Kitab ini terdiri atas empat mukaddimah, 20 masalah dan khatimah. Mukaddimah pertama ialah bahwa Aristoteles telah merupakan seorang pemuka dalam filsafat, menyimpulkan pemikiran-pemikiran para filosof dan karena itu perlu menyanggahnya.

Kedua beberapa pemikiran filosof tidak bertentangan dengan agama karena merupakan pendapat tentang fisika seperti pembahasan tentang gerhana matahari dan bulan yang dalam dirinya tidak mengandung celaan dan pujian. Namun ada pemikiran lain yang berkaitan dengan dasar-dasar agama, seperti mengatakan alam ini kadim yang tentunya tidak boleh didiamkan.

Ketiga, yang dimaksudkan dengan kitab ini menjelaskan keruntuhan (tahafut) para filosof, yaitu menyanggah pemikiran mereka. Sedangkan penjelasan tentang akidah yang benar disebutkan dalam kitab-kitab lain.

Keempat, walaupun para filosof mempergunakan matematika dan logika sebagai metoda berpikir, maka itu tidaklah perlu bagi teologi, walaupun keabsahan matematika tidak dapat diingkari. Adapun logika, maka itu alat berpikir yang dipergunakan oleh para filosof seperti yang dipergunakan oleh insan lainnya. Logika itu bukanlah suatu ilmu yang terasing dalam kalangan umat Islam dan mereka menyebutnya ilmu penalaran (nazar) atau ilmu debat (jadal) atau pengetahuan akal (madarik al-‘uqul).

Biografi Imam Al-Ghazali
Sebelum menguraikan lebih jauh tentang biografi al-Ghazali, perlu diketahui bahwa kehidupan Imam al-Ghazali dibagi 3 (tiga) fase kehidupan yaitu Fase pra-keraguan, fase terjadinya keraguan, dan fase mendapat petunjuk dan ketenangan. Fase pertama, pra-keraguan. Fase ini al-Ghazali masih seorang pelajar yang belum mencapai tarap kematangan intelektual, yang mempersiapkan diri untuk menjadi seorang yang memiliki pendapat independen.

Fase kedua, fase terjadinya keraguan, baik keraguan yang keras maupun yang ringan. Fase ini terjadi dalam rentang waktu yang cukup lama, yang berawal sejak usia muda sampai al-Ghazali memasuki dunia tasauf dan memperoleh hidayah Allah. Di tengah fase ini al-Ghazali menulis karya-karyanya dalam ilmu kalam, kritik terhadap filsafat dan aliran bathiniyah. Pada saat itu ia mengajar di dua sekolah yaitu, Naisabur dan Baghdad. Pada fase ini al-Ghazali juga menulis tentang tahafut al-falasifah yang beliau katakan sebagai sarana mendustakan mazhab para filosof. Sedangkan untuk mengafirmasi mazhab yang benar beliau menyatakan setelah selesai penyusunan kitab tahafut ini beliau dengan maunah Allah (pen. berjanji) akan menyusun kitab dengan tema Qowaid al-aQaid(prinsip-prinsip keyakinan).

Fase ketiga, yaitu fase dimana al-Ghazali telah mendapat petunjuk pada pandangan ketersingkapan tabir sufistik (al-kasyf ash-shufiyah). Fase ini adalah fase yang memungkinkan untuk menjadikan karya-karyanya sebagai rujukan untuk menggambarkan mazhab yang benar versi al-Ghazali. Tetapi tidak semua karyanya pada fase ini layak untuk hal tersebut, karena pada fase ini al-Ghazali juga hadir dengan karyanya dalam pengertian mazhab yang lain.

Berikutnya terkait biografi Al-Ghazali, nama lengkapnya adalah Al-Ghazali Muhammad Ibnu Muhammad Al-Ghazali, yang terkenal dengan gelar hujjatul Islam. Beliau lahir tahun 450 H, bertepatan dengan 1059 M di Ghazalah, suatu kota kecil yang terlelak di Thus wilayah Khurasan Iran.



                                                                                                                                           

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook