TIDAK SOLATKAN JENAZAH PEMILIH PEMIMPIN KAFIR TERMASUK BAGIAN DARI CARA-CARA MENDIDIK AGAR MASYARAKAT TIDAK ADA YANG MENJADI MUNAFIQ LAGI SEPERTI ORANG YANG TIDAK DISOLATLATKAN ITU. (QS 9 : 84 )..
CARA LEBIH PENTING DIBANDINGKAN ISINYA
(Atthoriqotu, ahammu, minal maddah)
(Atthoriqotu, ahammu, minal maddah)
Renungan sejenak Dr.M.Rakib Jamari, Pekanbaru Riau Indonesia.2017
Ada seorang penulis lain yang bernama Seif Alemdar, Pernyataannya menarik perhatian saya, katanya dulu, waktu masih di Pondok, kaidah di atas menjadi motto setiap santri ketika melakukan sesuatu, dengan ini mereka memupuk rasa percaya pada kemampuan diri sendiri, dengan ini mental mereka terbentuk, hal ini senada dengan kata-kata
“excellence is to do a common thing in an uncommon way”,
Nah kalau dengan ta’bir anak-anak RIS Paoq atau SANTA LADA “al muhim la’buhu”, terjemahan bebasnya “yang penting itu mainnya”.
Artinya, dengan motto itu, seseorang sudah melihat jauh ke depan sebelum melakukan sesuatu, sehingga dia selalu memikirkan cara paling singkat, paling nyaman, paling mudah, dan paling selamat untuk sampai ke tujuannya itu. Maka, semulia apapun tujuannya, tapi kalau caranya tidak selamat, atau bahkan merusak tujuan, maka itu tidak BOLEH ditempuh. Begitulah cara hidup di dunia sosial, “al ghayah la tubarrirul wasilah”. Berbeda dengan dunia politik seperti yang dicetuskan Machiaveli, “halalkan segala cara untuk mencapai tujuan”.
Artinya, dengan motto itu, seseorang sudah melihat jauh ke depan sebelum melakukan sesuatu, sehingga dia selalu memikirkan cara paling singkat, paling nyaman, paling mudah, dan paling selamat untuk sampai ke tujuannya itu. Maka, semulia apapun tujuannya, tapi kalau caranya tidak selamat, atau bahkan merusak tujuan, maka itu tidak BOLEH ditempuh. Begitulah cara hidup di dunia sosial, “al ghayah la tubarrirul wasilah”. Berbeda dengan dunia politik seperti yang dicetuskan Machiaveli, “halalkan segala cara untuk mencapai tujuan”.
Kayaknya, kaidah ini bisa kita analogikan ke dalam konsep “amar ma’ruf wa nahi mungkar” yang sering didengung-dengungkan dimana-mana. Coba kita pakai kaidah ini untuk membedah konsep
“amar ma’ruf wa nahi mungkar”, siapa tau kita bisa menemukan sebuah konsep baru dalam amar ma’ruf dan nahi mungkar yang lebih komprehensif.
Konsep amar ma’ruf nahi mungkar adalah sebuah keniscayaan dalam Islam, kewajiban individu, bukan hanya tugas kelompok tertentu yang yang memiliki ghirah terhadap keadaan saudara-saudaranya yang mungkin “agak” lalai dengan apa yang terjadi. Bahkan Allah bilang kita itu “umat terbaik” karena ta’muruna bil ma’ruf wa tanhauna anil mungkar. Artinya, sifat “terbaik” itu hilang atau berkurang dengan meninggalkan amar ma’ruf nahi mungkar.
Saking pentingnya ini, sistem Negara islam itu memiliki sebuah departemen yang bernaung dibawah seorang Qadhi Qudhat, yaitu departemenHisbah, yang tujuannya amar ma’ruf kalau ma’ruf itu sudah jelas-jelas ditinggalkan, dan nahi mungkar kalau mungkar itu sudah jelas-jelas dilakukan.
Masih menurut pendapat Seif bahwa dalam Konsep ini berlaku hukum kausalitas, artinya amar ma’ruf dan nahi mungkar itu ada kerena ada hal lain, dengan kata lain konsep ini adalah sebuah thariqah menuju sebuah tujuan yang merupakan maddah atau esensi dari sebuah keyakinan. Kalau kita sepakat amar ma’ruf dan nahi mungkar itu sebuah jalan untuk menuju sebuah tujuan, berarti dia tidak bersifat permanen dan caranya bisa berubah sesuai zaman dan keadaan.
Pertama amar ma’ruf, hal ini adalah sebuah tindakan mengajak kepada kebaikan, dan pastinya cara mengajak harus juga ma’ruf, dengan kebaikan pula, bukan dengan paksaan dan intimidasi, serta sopan santun dijaga. Artinya, dengan ini kita mengajak kepada kebaikan dengan cara hikmah, hikmah artinya melakukan sesuatu pada saat yang tepat dengan tindakan yang tepat dan pada sasaran yang tepat.
Masih menurut pendapat Seif bahwa dalam Konsep ini berlaku hukum kausalitas, artinya amar ma’ruf dan nahi mungkar itu ada kerena ada hal lain, dengan kata lain konsep ini adalah sebuah thariqah menuju sebuah tujuan yang merupakan maddah atau esensi dari sebuah keyakinan. Kalau kita sepakat amar ma’ruf dan nahi mungkar itu sebuah jalan untuk menuju sebuah tujuan, berarti dia tidak bersifat permanen dan caranya bisa berubah sesuai zaman dan keadaan.
Pertama amar ma’ruf, hal ini adalah sebuah tindakan mengajak kepada kebaikan, dan pastinya cara mengajak harus juga ma’ruf, dengan kebaikan pula, bukan dengan paksaan dan intimidasi, serta sopan santun dijaga. Artinya, dengan ini kita mengajak kepada kebaikan dengan cara hikmah, hikmah artinya melakukan sesuatu pada saat yang tepat dengan tindakan yang tepat dan pada sasaran yang tepat.
Kedua nahi mungkar, artinya mencegah dan melarang dari perbuatan yang jahat atau mungkar, kalau amar ma’ruf caranya dengan ma’ruf juga, maka nahi mungkar tidak dengan mungkar, tapi nahi mungkar harus dengan ma’ruf. Artinya, jangan sampai kita mencegah kemungkaran dengan kemungkaran yang baru, baik itu caranya yang mungkar ataupun efek dari nahi mungkar kita menimbulkan mungkar yang baru. Lagi-lagi kita harus melakukan itu dengan hikmah.
Ini konsep yang sangat besar dan sangat penting yang ditawarkan islam, dnegan konsep ini kita memupuk sense of belonging terhadap lingkungan dan orang-orang yang hidup bersama kita. karena meniggalkan ma’ruf dan melakukan mungkar akan memberikan efek negatif dalam sebuah komunitas, yang pastinya akan mengganggu stabilitas lehidupan di komunitas itu. Makanya, dengan konsep amar ma’ruf nahi mungkar kita saling menjaga demi kemaslahatan bersama. Kalau kita seagama, maka kita diikat oleh iman dan aqidah yang sama, kalau kita berbeda keyakinan, maka kita diikat oleh kemanusiaan.
No comments:
Post a Comment