YANG
ANEH-ANEH
PENDAPAT
IMAM MAZHAB
IBARAT BEDA PEMAHAMAN
APA MAKSUDNYA
"POLISI TIDUR"?
Pendapat
Imam Maliki yang paling aneh, bahwa daging anjing katanya, tidak haram.
Pendapat
Imam Hanafi, sedangkan jilatan anjing saja sudah haram, apalagi dagingnya.
Semua orang mendapati orang muslim yang melihat mazhab saudara
muslim lainnya namun ia berbeda pandangan dalam masalah fiqih, ia berkata
dengan nada sinis: “Aneh banget tuh orang sholatnya.”
Atau ada
juga yang seperti ini: “Kok gitu, sih! Kan ngga boleh kalo gitu…..”
Ada juga
yang mengatakan: “ih masa begitu sih, salah tuh….”
Kita juga tidak jarang mendapati orang yang seperti
itu malah marah dan menyalahkan orang yang berbeda pandangan dalam masalah
fiqih. Dan saya kurang suka dengan kata-kata “aneh” yang keluar dari
orang-orang seperti itu. Bagaimana bisa ia mengatakan bahwa hokum fiqih aneh.
Bahwa ada pendapat yang tidak menajiskan anjing, kita akui
memang ada. Di antaranya adalah kalangan mazhab Malik yang dipelopori oleh
pendirinya, al-Imam Malik rahimahullah. Kemungkinan kelompok yang Anda sebutkan
itu mengacu -secara disadari atau tidak- kepada apa yang disimpulkan oleh
mazhab Malik sejak 1.400-an tahun yang lalu. Pendapat itu bukan ijtihad kemarin
sore. Khusus dalam masalah kenajisan dan kehalalan hewan, mazhab ini boleh
dibilang paling eksentrik. Sebab selain tidak menajiskan anjing, mereka pun
tidak menajiskan babi. Tentu saja mereka punya segudang dalil dari Al-Quran dan
As-sunnah yang rasanya sulit kita nafikan begitu saja. Meski kita tetap berhak
untuk tidak sepakat.
Maksudnya, pendapat itu bukan mengada-ada atau asal-asalan.
Tetapi lahir dari hasil ijtihad panjang para ulama sekaliber Imam Malik. Asal
tahu saja, Imam Malik itu adalah guru Imam As-Syafi’i. Beliau adalah imam ulama
Madinah, kota yang dahulu Rasulullah SAW pernah tinggal beserta dengan para
shahabatnya. Akan tetapi memang demikian dunia ilmu fiqih, meski pernah belajar
kepada Imam Malik, namun Imam Asy-Syafi’i tidak merasa harus mengekor kepada
semua pendapat gurunya itu. Dan kapasitas beliau sendiri memang sangat layak
untuk berijtihad secara mutlak, sebagaimana sang guru. Dan hal itu diakui
sendiri oleh sang guru, bahkan sang gurujustru sangat bangga punya anak didik
yang bisa menjadi mujtahid mutlak serta mendirikan mazhab sendiri. Di mana
tidak semua pendapat gurunya itu ditelan mentah-mentah.
Mazhab As-Syafi’i sendiri justru 180 derajat berbeda
pandangan dalam masalah anjing dan babi. Buat mereka, anjing dan juga babi
adalah hewan yang haram dimakan, sekaligus najis berat . Yang najis bukan hanya
moncongnya saja sebagaimana bunyi teks hadits, melainkan semua bagian tubuhnya.
Dalilnya adalah hadits berikut ini:
Dari Abi Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, Bila
seekor anjing minum dari wadah milik kalian, maka cucilah 7 kali. .
. متفق عليه, ولأحمد ومسلم: }.
Dari Abi Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda,
Sucinya wadah kalian yang dimasuki mulut anjing adalah dengan mencucinya 7 kali
salah satunya dengan tanah.
Dalam pandangan mazhab ini, meski hadits Rasulullah SAW
hanya menyebutkan najisnya wadah air bila diminum anjing, namun kesimpulannya
menjadi panjang.
Logika mereka demikian, kalau hadits menyebutkan bahwa
wadah menjadi najis lantaran anjing meminum airnya, berarti karena air itu
tercampur dengan air liur anjing. Maka buat mereka, najis dihasilkan oleh air
liurnya. Jadi air liur anjing itu najis. Sementara air liur itu sendiri
dihasilkan dari dalam perut anjing. Berarti isi perut anjing itu juga najis.
Dan secara nalar, apapun yang keluar dari dalam perut atau tubuh anjing itu
najis. Seperti air kencing, kotoran bahkan termasuk keringatnya.
Nalar seperti ini kalau dipikir-pikir benar juga. Sebab
kalau air yang tadinya suci lalu diminum anjing bisa menjadi najis karena
terkena air liur anjing, tidak logis kalau justru sumber najisnya malah dikatakan
tidak najis. Betul, kan?
Jadi meski hadits itu tidak mengatakan bahwa tubuh anjing
itu najis, tetapi logika dan nalar mengantarkan kita kepada kesimpulan bahwa
tubuh anjing itu seharusnya sumber kenajisan. Adapun sanggahan teman Anda bahwa
hadits ini bertentangan dengan ayat Al-Quran, sebenarnya tidak demikian
keadaannya. Hadits tentang najisnya anjing tidak bertentangan dengan satu pun
ayat di dalam Al-Quran. Sebab tidak satupun ayat Al-Quran yang menyebutkan
bahwa anjing itu tidak najis. Silahkan telusuri dari surat Al-Fatihah hingga
surat An-Naas, tidak akan Anda temukan satu pun ayat yang bunyinya bahwa anjing
itu tidak najis.
Jadi hadits dan ayat Quran tidak bertentangan, sehingga
tidak perlu meninggalkan hadits najisnya anjing. Bahkan Imam Malik sendiri pun tidak pernah menafikan
hadits tentang najisnya air yang diminum anjing itu.
Hanya bedanya antara pendapat beliau dengan pendapat
As-Syafi’yah adalah bahwa yang najis itu adalah air yang diminum anjing. Adapun
anjingnya sendiiri tidak najis,sebab hadits itu secara zahir tidak mengatakan
bahwa anjing itu najis. Dan memang hadits itu sama sekali tidak menyebut bahwa
anjing itu najis, yang secara tegas disebut najis adalah wadah air yang diminum
anjing. Logika Imam Malik inilah yang dikritisi oleh Asy-syafiiyah, yaitu
mana mungkin airnya jadi najis kalau sumbernya tidak najis. Itu saja.
Buat saya “keanehan” yang muncul dari seseorang ketika
melihat orang yang berbeda dalam maslah fiqih bukan keanehan dalam arti yang
sebenarnya. Dan keanehan dalam hukum fiqih itu biasa terjadi. Namun keanehan
itu bersifat RELATIF, tidak sebenarnya aneh.
Bisa jadi itu aneh menurut seseorang, tapi itu biasa
saja menurut orang lain. Aneh pada suatu zaman tertentu namun menjadi biasa
pada zaman lain. Aneh menurut satu golongan orang dan biasa saja menurut
golongan lain. Ini masalahnya hanya pada soal KEBIASAAN dan ILMU saja.
ANJING, NAJIS ATAU SUCI?
Dalam hal ini Ulama terbagi menjadi 3 kelompok besar:
Dalam mazhab Al-Hanafiyah[1], yang najis dari anjing hanyalah air liur mulut dan
kotorannya saja. Sedangkan tubuh dan bagian lainnya tidak dianggap najis.
Mengapa demikian ?
Sebab dalam hadits tentang najisnya anjing, yang
ditetapkan sebagai najis hanya bila anjing itu minum di suatu wadah air. Maka
hanya bagian mulut dan air liurnya saja (termasuk kotorannya) yang dianggap
najis.
عَنْ أَبيِ هُرَيْرَةَ t أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ s قَالَ إِذَا شَرِبَ الكَلْبُ فيِ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ
فَلْيَغْسِلْهُ سَبْعًا-متفق عليه
Dari Abi Hurairah radhiyallahuanhu bahw Rasulullah SAW
bersabda"Bila anjing minum dari wadah air milikmu harus dicuci tujuh
kali.(HR. Bukhari dan Muslim).
طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُم إِذَا وَلَغَ فِيْهِ الكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ
أُولاَهُنَّ بِالتُّرَابِ
Rasulullah SAW bersabda"Sucinya wadah minummu yang telah diminum
anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.(HR.
Muslim dan Ahmad)
Dan jenis najisnya ialah najis Mugholladzoh, yaitu najis besar. Kenapa
besar? Karena dalam pensucian tempat atau tubuh yang terkena jilatan anjing itu
harus dicuci sebanyak 7 kali dengan debu salah satunya. Kalau hanya mensuci
asal hilang bekasnnya, itu namanya Najis Mutawasithah (najis sedang)
2. MAZHAB AL-MALIKIYAH
Mazhab Al-Malikiyah mengatakan bahwa anjing itu suci secara mutlak.
Maksdunya ialah bahwa seluruh tubuhnya itu suci, bulunya juga suci, bahkan
keringat dan air liurnya juga suci.[2]
Akan tetapi, tidak semua Ulama Malikiyah berpendapat sama. Ada juga yang
mengatakan bahwa badan anjing itu memang tidak najis, tapi yang najis itu hanya
air liurnya saja. Bila air liur anjing jatuh masuk ke dalam wadah air, maka
wajiblah dicuci tujuh kali sebagai bentuk ritual pensuciannya.[3]
3. MAZHAB AS-SYAFI'IYAH, AL-HANABILAH Dan AL-ZAHIRIYAH[4]
Yang agak berbeda adalah Mazhab As-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah. Kedua
mazhab ini sepakat mengatakan bahwa bukan hanya air liurnya saja yang najis,
tetapi seluruh tubuh anjing itu hukumnya najis berat, termasuk keringatnya.
Bahkan hewan lain yang kawin dengan anjing pun ikut
hukum yang sama pula. Dan untuk mensucikannya harus dengan mencucinya tujuh
kali dan salah satunya dengan tanah.
Logika yang digunakan oleh mazhab ini adalah tidak
mungkin kita hanya mengatakan bahwa yang najis dari anjing hanya mulut dan air
liurnya saja. Sebab sumber air liur itu dari badannya.
Maka badannya itu juga merupakan sumber najis.
Termasuk air yang keluar dari tubuh itu pun secara logika juga najis, baik air
kencing, kotoran atau keringatnya.
Lebih tegas lagi, Imam Ibnu Hazm Al-Andalusi yang
mewakili Mazhab Zahiri dalam Kitabnya AL-Muhall [المحلى]
menjelaskan bahwa Najisnya anjing itu disebabkan karena anjing termasuk hewan
buas yang punya taring untuk menerkam musuhnya. Dan hewan yang bertaring
dilaranbg memakannya. Karena dilarang memakannya maka anjing itu najis.[5]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t عَنْ اَلنَّبِيِّ r قَالَ:كُلُّ ذِي نَابٍ مِنْ اَلسِّبَاعِ
فَأَكْلُهُ حَرَامٌ. وَزَادَ: وَكُلُّ ذِي مِخْلَبٍ مِنْ اَلطَّيْرِ-
رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abi Hurairah radhiyallahu anhu dari Nabi SAW bahwa beliau
bersabda"Semua hewan yang punya taring dari hewan buas maka haram hukumnya
untuk dimakan".Dan ditambahkan
:"Semua yang punya cakar dari unggas" (HR. Muslim)
Pendapat tentang najisnya seluruh tubuh anjing ini
juga dikuatkan dengan hadits lainnya :
Bahwa Rasululah SAW
diundang masuk ke rumah salah seorang kaum dan beliau mendatangi undangan itu.
Di kala lainya kaum yang lain mengundangnya dan beliau tidak mendatanginya.
Ketika ditanyakan kepada beliau apa sebabnya beliau tidak mendatangi undangan
yang kedua beliau bersabda"Di rumah yang kedua ada anjing sedangkan di
rumah yang pertama hanya ada kucing. Dan kucing itu itu tidak najis". (HR.
Al-Hakim dan Ad-Daruquthuny).
DAGING ANJING, HALAL ATAU HARAM?
Untuk masalah daging Anjing, halal atau haram dimakan, penulis akan
memaparkan lebih dahulu apa yang menjadi pegangan mayoritas Ulama, beserta
dalil yang digunakan.
Kemudian penulis akan meng-akhir-kan pendapat Imam Malik dan Mazhab Zahiri,
guna menjawab tuduhan para Liberalis yang dengan pongah mengatakan daging
anjing halal dan mencatut nama Ulama besar sekelas Imam Malik dan Imam Abu Daud
Al-Zahiri.
JUMHUR
dalam masalah ini mayoritas ulama dari 4 Mazhab ditambah Mazhab
Al-Zahiriyah mengharamkan daging anjing. Alasannya memang karena anjing
termasuk hewan Sabu' [السبع] yang dalam bahwa Indonesia
disebut dengan hewan buas yang bertaring untuk menerkam musuhnya.[6]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t عَنْ اَلنَّبِيِّ r قَالَ:كُلُّ ذِي نَابٍ مِنْ اَلسِّبَاعِ
فَأَكْلُهُ حَرَامٌ. وَزَادَ: وَكُلُّ ذِي مِخْلَبٍ مِنْ اَلطَّيْرِ-
رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abi Hurairah radhiyallahu anhu dari Nabi SAW bahwa beliau
bersabda"Semua hewan yang punya taring dari hewan buas maka haram hukumnya
untuk dimakan".Dan ditambahkan
:"Semua yang punya cakar dari unggas" (HR. Muslim)
Haditsnya jelas dan memang shorih, bahwa
setiap hewan yang bertaring dan buas, artinya taringnya yang dimilikinya itu
digunakan untuk menerkam mangsa, maka hewan tersebut digolongkan sebagai hewan
yang haram dimakan.
AL-ZAHIRIYAH BERSAMA JUMHUR
Ini yang dituduhkan oleh aktifis Liberal itu, katanya
mazhab Al-Zahiriyah menghalalkan daging anjing. Padahal sangat jelas, Imam Ibnu
Hazm Al-Andalusi (567 H) dalam kitabnya Al-Muhalla dengan sangat tegas beliau
mengatakan bahwa anjing najis dan haram dagingnya.
Kitab Al-Muhalla ialah kitab induk yang menjadi
rujukan Qoul-qoul (pendapat-pendapat) mazhab Al-zahiriyah. Karena
memang Imam Ibnu Hazm sendiri adalah seorang Zahiri, yang sangat kuat memegang
ajaran sang pendiri mazhab, Imam Abu Daud Al-Zahiri (270 H).
Dalil yang digunakan oleh Imam Ibnu hazm dalam
pengharaman daging anjing sama seperti dalil yang digunakan oleh Jumhur Ulama
sebelumnya. Dalam kitabnya beliau mengatakan:
مَسْأَلَةٌ: وَلاَ يَحِلُّ أَكْلُ الْعَذِرَةِ, وَلاَ الرَّجِيعِ, وَلاَ
شَيْءٍ مِنْ أَبْوَالِ الْخُيُولِ, وَلاَ الْقَيْءِ, وَلاَ لُحُومِ النَّاسِ
وَلَوْ ذُبِحُوا، وَلاَ أَكْلُ شَيْءٍ يُؤْخَذُ مِنْ الإِنْسَانِ إِلاَّ اللَّبَنَ
وَحْدَهُ, وَلاَ شَيْءٍ مِنْ السِّبَاعِ ذَوَاتِ الأَنْيَابِ, وَلاَ
أَكْلُ الْكَلْبِ
"masalah: tidak dihalalkan memakan kotoran
manusia, kotoran hewan,...................dan diharamkan anjing......"[7] (lihat
kalimat yang dimerahkan)
Dan ini juga telah disebutkan di beberapa halaman
sebelumnya dan juga halaman yang menjelaskan tentang kenapa anjing najis,
seperti yang dijeaskan sebelumnya. Jadi tuduhan itu memang sama sekali tidak
berdasar.
MAZHAB MALIKI
Dalam masalah daging anjing memang mazhab Maliki tidak
satu suara dengan mayoritas Ulama yang mengharamkan secara tegas daging anjing,
akan tetapi bukan berarti Imam Malik beserta Ulama mazhabnya membolehkan secara
Mutlak.
Bahkan tidak ada satupun dari Ulama mazhab Maliki dan
Imam Malik itu sendiri yang mengatakan bahwa "BOLEH MEMAKAN DAGING
ANJING". Kalimat seperti ini TIDAK ADA.
Yang benar dalam mazhab Maliki ialah 2 pendapat:
[1] Makruh (bukan Boleh Mutlak),
[2] Haram.
Kenapa Makruh?
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ
إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِير
"katakanlah (wahai Muhammad) aku tidak
menemukan dari apa yang telah diwahyukan kepadaku makanan yang diharamkan
kecuali itu bangkai, darah yang mengalir banyak, dan juga daging babi" (Al-An'am
145)
Ayatnya tidak mengatakan bahwa daging itu haram, dan
memang karena tidak ada kata anjing dalam ayat ini. Namun kemudian ayat ini
menurut Ulama Mayoritas dikhususkan dengan hadits:
Dari Abi Hurairah
radhiyallahu anhu dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda"Semua hewan yang
punya taring dari hewan buas maka haram hukumnya untuk dimakan". Dan
ditambahkan :"Semua yang punya cakar dari unggas" (HR. Muslim)
Mayortitas Ulama menganggap bahwa
memang tidak ada ayat yang mengharamkan daging anjing. Tetapi anjing diharamkan
karena anjing masuk kedalam golongan Sabu' yang terdapat
larangannya dalam hadits ini. Dan hadits ini juga merupakan Takhshish(pengkhsusus)
bagi ayat diatas.
Akan tetapi Imam Malik memandang
berbeda, bahwa hadits ini bukan untuk pengharaman. Jadi yang awalnya anjing itu
halal karena tidak ada penjelasannya diayat, kemudian ada hadits tersebut, maka
kehalalannya berubah menjadi "Makruh" dan bukan Haram.[8]
HARAM
Pendapat haram inilah yang
menjadi pegangan Mayoritas Ulama Maliki. Karena rupanya pendapat
"Makruh" itu tidak terlalu kuat menurut Ulama Maliki itu sendiri, dan
ini mendapat penegasan diberbagai Kitab Malikiyah.
Imam Al-Showi menjelaskan dalam
Kitabnya, Bulgotus-Salik:
روى المدنيون عن مالك تحريم كل ما يعدو من هذه الأشياء كالأسد أو النمر
والثعلب والكلب
"para Ahli
Madinah (pengikut Imam Malik) meriwayatkan bahwa Imam Malik mengharamkan semua
binatang yang menerkam mangsanya seperti singa, macan, srigala dan anjing"[9]
Dalam halaman yang lain beliau
mengatakan:
فِي أَكْل لَحْمِ الْكَلْبِ قَوْلاَنِ : الْحُرْمَةُ ، وَالْكَرَاهَةُ ،
وَصَحَّحَ ابْنُ عَبْدِ الْبَرِّ التَّحْرِيمَ ، قَال الْحَطَّابُ وَلَمْ أَرَ فِي
الْمَذْهَبِ مَنْ نَقَل إِبَاحَةَ أَكْل الْكِلاَبِ
"dalam
pendapat Imam Malik tentang Anjing, ada 2; Makruh dan Haram. Tapi Imam Ibnu
Abdil Barr membenarkan yang "Haram". Imam Haththob berkata: Tidak ada
satupun dari Ulama maliki yang mengatakan kebolehan daging anjing"[10]
Penjelasan yang sama dijelaskan
oleh Imam Al-Dasuqi dalam kitabnya "Hasyiah Al-Dasuqi"jilid
2 halaman 122. Yang memang kitab ini juga rujukan penting dalam mazhab Imam
Malik.
ASAL "CATUT"
jadi jelas Mazhab Maliki dan Zahiri sama sekali
tidak menghalalkan mutlak daging anjing. ini praktekt "Naql" asal
catut nama Ulama dengan tujuan distorsi syariah atau malah ingin menjelek-kan
Ulama yang bersangkutan.
Praktek asal catut nama Ulama seperti ini memang
bukan hal yang biasa terjadi dalam sejarah tradisi keilmuan. terlebih lagi
syariah, yang memang banyak pihak seperti kaum LIberal dan para pen-bebek-nya
yang selalu saja mencari jalan untuk mengdistorsi pendapat Ulama.
sebelumnya juga pernah terjadi
yaitu pendapat kontroversial tentang "Bolehnya Imam Wanita Untuk
Jemaah Pria Dala Sholat". yang melemparkan isu yaaa orang-orang Liberal
itu juga yang memang ingin sekali merusak syariah.
mereka mengatakan bahwa pendapat
ini dikatakan oleh Imam Muzani dan Imam Thabari, padahal sama sekali tidak
ditemukan Imam Muzani mengatakan hal tersebut. apalagi Imam Al-Thobari.
dan sampai sekarang tidak ada
yang bisa membuktikan secara Otentik bahwa Imam Muzani dan Imam Thabari
mengatakan demikian. di kitab apa? dan siapa yang meriwayatkan?
ini jelas sebuah kebohongan
guna merusak syariah dengan memakai tameng nama Ulama besar.
Wallahu A'lam
[4] Mughni Al-Muhtaj
jilid 1 hal. 78, kitab Kasy-syaaf Al-Qanna' jilid 1 hal. 208 dan kitab
Al-Mughni jilid 1 hal. 52.
Share this article :
Orang yang sudah terbiasa dengan pendapat suatu Imam
atau Mazhab menjadi aneh bila ia melihat orang lain yang berpegang pada
pendapat satu Imam atau Mazhab. Senadainya dia tahu Ilmunya tersebut, pastilah
kata “Aneh” itu tidak keluar dari mulutnya.
Saya akan berikan contoh-contoh keanehan tersebut:
Orang-orang yang bermazhab Syafi’i akan merasa aneh
jika mendapati Imam tidak membaca doa qunut ketika sholat subuh. Dan
orang yang bermazhab hambali justu merasa aneh jika mendapati Imam sholat subuh
membaca doa qunut.
Kaum Syafi’i akan meresa aneh jika mendapati orang
yang tidak melakukan sholat qobliyah Jum’at. Dan sebaliknya, kaum Maliki pasti
merasa aneh jika harus sholat Qobliyah sebelum sholat Jum’at.
Lingkungan masyarakat Indonesia yang bermazhab Syafi’i
akan merasa sangat aneh jika mendapati sebuah masjid yang mengumandangkan azan
untuk Sholat Jum’at sebelum masuk waktu zuhur. Padahal itu suatu yang biasa dan
sah-sah saja, karena si pengurus masjid berpegang pada pendapat Imam Ahmad bin
Hambal yang membolehkan sholat Jum’at sebelum masuk waktu zuhur.
Orang Indonesia pasti akan marah terhadap orang yang
memegang anjing kemudian ia langsung masuk masjid dan sholat tanpa harus
mencuci tangannya terlebih dahulu. Ini jelas berbeda dengan masyarakat yang
bermazhab Maliki yang melihat bahwa Anjing itu suci.
Jadi keanehan itu bukan terletak pada hukum itu
sendiri, akan tetapi terletak pada ketidak tahuan kita akan luasnya perbedaan
pandangan ulama dalam hukum Fiqih itu sendiri. Justru kalau kita mengerti, kita
harusnya “ANEH” kepada orang yang “ANEH” dengan orang yang berbeda pandangan
dengannya.
Dalam setiap kesempatan baik itu majlis pengajian atau
forum biasa, saya sering mengatakan kepada Audiens sebuah kutipan cerdas dari
seorang Ulama:
من قل علمه كثر إنكاره
“Man Qolla ‘Ilmuhu Katsuro Inkaaruhu”
“Man Qolla ‘Ilmuhu Katsuro Inkaaruhu”
“siapa yang sedikit Ilmunya, Banyak ‘NGAMBEK’nya”
NGAMBEK berarti sering mengingkari setiap yang berbeda
dengan apa yang menjadi kebiasaanya. Bahkan menyalahkan dan marah-marah kepada
ia mengambil manhaj berbeda dalam masalah Fiqih.
Ya. Kebanyakan orang yang mengatakan “aneh” kepada
yang berbeda dengannya bahkan tak segan ia menyalahkan, itu sebab karena ia
tidak tahu ilmunya saja. Kalau ia tahu bahwa ada ulama yang berkata lain dan
mengerti perbedaan itu, pastilah ia tidak akan merasa aneh apalagi marah-marah.
Jadi di sini saya mengajak para pembaca semua untuk
terus menuntut ilmu dan tidak terbatas hanya kepada satu pandangan ulama saja.
Gunanya agar kita tahu bahwa banyak perndapat yang berkembang dan yang paling
penting lagi ialah kita tidak mudah menyalahkan seseorang yang hanya berbeda
dalam masalah fiqih yang Ijtihadi dan Furu’i.
No comments:
Post a Comment