MENGHUKUM
DENGAN KERAS ANAK YANG MALAS
OLEH M.RAKIB
WIDYAISWARA LPMP RIAU INDONESIA
ANAK YANG MALAS, JANGAN
DISIKSA,
HANYA BOLEH, SEDIKIT
PAKSA.
TANYAKAN DAHULU,
CITA-CITANYA
JANGAN DICACI, JANGAN
DIHINA.
Sejak
zaman dahulu kala, seringkali para orang tua dan guru menghukum dan menghina anak yang malas. Hal
ini menimbulkan rasa kurang puas pada anak, sang anak akan kehilangan
kepercayaan diri dan runtuh kepribadiannya. Padahal kemalasan itu amat
membutuhkan simpati, kasih sayang dan penanganan yang tepat. Untuk itu upaya
yang harus dilakukan untuk mengatasi anak malas belajar dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
2. Memberi Sentuhan pada Titik Peka
Anak
Sebagai orang tua sekaligus sebagai pendidik bagi anak harus memiliki kesabaran untuk memulai menyentuh titik peka anak dengan memberi perhatian khusus pada hal-hal yang amat menarik perhatian anak. Hal ini perlu dilakukan untuk memperoleh tanggapan dan perhatian anak. Dengan demikian anak tentunya akan terbuka menerima pendapat dengan perasaan senang dan gembira, bebas dari perasaan tertekan, takut dan terpaksa. Pada akhirnya anak akan menerima pemahaman, betapa penting dan dibutuhkan proses belajar untuk mencapai tujuan (memperoleh keperkasaan menurut daya nalarnya). Dalam hatinya pun tergerak untuk melakukan dan merencanakan kegiatan belajarnya. Hanya saja di sini dibutuhkan kesabaran anda untuk melakukan pendekatan kepada anak.
3. Membangkitkan bakat dan Nilai Plus pada Anak
Satu pengharapan orang tua tentunya menginginkan anak itu terpacu semangatnya untuk belajar. Anak belajar atas inisiatif, kesadaran sendiri dan proses belajar itu sudah menjadi suatu kesadaran kebutuhannya untuk mencapai suatu kecakapan khusus serta ingin menonjolkan kelebihan-kelebihannya lebih dari yang lainnya.
Untuk menyentuh perasaan atau keinginan bawah sadar anak agar dirinya merasa “tertantang” untuk berbuat sesuatu/melakukan sesuatu yang positif, anda dapat mengambil contoh dari tokoh film herois dan tokoh dunia yang sukses. Anda dapat mengungkapkan, bahwa untuk menjadi orang yang sukses dibutuhkan perencanaan belajar, cara-cara belajar yang baik, tahu apa yang hendak dipelajari dan tahu menerapkan apa yang dipelajari, sehingga tertanam pemahaman belajar yang bukan asal belajar.
4. Mengembangkan Cita-Cita Anak
Anda harus berperan aktif untuk mendorong anak agar memiliki cita-cita hidup sesuai dengan taraf perkembangan daya nalarnya dan usianya. Cita-cita anak selalu berubah sesuai dengan perkembangan usia dan daya nalar anak. Anda dapat memberi contoh agar anak mau mengembangkan imajinasi dirinya atau mengidentifikasikan dirinya jika sudah dewasa ingin menjadi apa dirinya. Dengan terpatrinya sebuah cita-cita hidup dalam hati nurani anak, akan menumbuhkan motivasi instrinsik pada diri anak untuk lebih giat belajar dan lebih terbuka untuk mengembangkan perencanaan belajarnya
5. Menentukan Waktu Belajar Anak yang Tepat
Jika anak anda telah sadar dan
tergerak hatinya untuk melakukan kegiatan belajar kesempatan yang baik ini
jangan anda sia-siakan. Anda dapat mengarahkan dan menentukan kapan waktu
belajar anak. Hal-hal yang perlu diperhitungkan dalam menentukan waktu belajar
anak di rumah, antara lain:
- Sesuai dengan keinginan anak
- Jangan berbenturan dengan waktu keinginan-keinginan lain yang dominan pada anak, seperti permainan kesukaannya dan sebagainya.
- Kondisi fisik dan psikis anak dalam keadaan fresh (segar) bebas dari rasa lelah,
mengantuk,gangguan penyakit, rasa marah dan sebagainya.
6. Mengembangkan Tujuan Belajar
Agar anak mengetahui mafaat dan arah yang dipelajarinya, biasakan akan belajar dengan bertujuan. Dengan adanya tujuan belajar akan lebih bermakna, karena anak mengetahui dengan jelas apa yang hendak dipelajari dan apa yang dikuasainya. Anak pun akan mudah memusatkan perhatian pada pelajarannya.
7.Mengembangkan Cara-Cara Belajar yang Baik pada Anak
Gairah belajar anak akan tumbuh jika dirinya mengetahui bagaimana cara belajar yang efektif dan efesien. Untuk mencapai tujuan belajar anak, anda perlu membekali anak bagaimana cara-cara belajar yang efektif dan efesien. Ana dapat mananamkan pengertian pada anak bahwa dalam belajar juga sangat dibutuhkan teknik belajar yang bai, agar belajar itu lebih bermakna dan memudahkan pencapaian tujuan belajar.
8.Mengembangkan rasa percaya diri anak
Sudah tentu menjadi suatu keharusan bagi anda untuk bisa membangkitkan dan memupuk rasa percaya diri anak sedini mungkin. Rasa percaya diri adalah sumber motivasi yang besar bagi anak untuk memusatkan perhatian pada pelajarannya. Dengan adanya percaya diri pada anak, akan tumbuh semangat “dia mampu berbuat atau melakukan”. Sesuatu yang sulit dalam pelajaran mejadi tantangan untuk ditaklukkan dan utnuk dikuasai. Anak punya keyakinan mampu melakukan tidak akan gampang menyerah dalam menghadapi kesulitan atau hambatan dalam belajar. Kreativitas dan imajinasi berpikir akan berkembang untuk mencari cara-cara mengatasi kesulitan.
Label: Psikologi
Bolehkah
Mengusir Anak yang Menyukai Sesama Jenis?
Saya
seorang anak 13 tahun yang tinggal bersama orang tua saya. Saya gay dan sexual
preference saya tidak diterima oleh orang tua saya. Saya belum memberitahu
orang tua saya karena takut orang tua saya akan mengusir saya. Apakah orang tua
berhak mengusir dan memutuskan bantuan finansial kepada anaknya yang di bawah
umur? Dan jika sang anak sudah mencapai umur dewasa apakah orang tua sudah
boleh mengusir anaknya? Terima kasih sebelumnya. Dan mohon pengertiannya.
Chance
Jawaban:
Tri
Jata Ayu Pramesti, S.H.
http://images.hukumonline.com/frontend/lt5165540a9b53c/lt5450c0bd5a9b0.jpg
Terima
kasih atas pertanyaan Anda.
Sebelum
menjawab pertanyaan Anda, kami akan mendefinisikan terlebih dahulu istilah gay
seperti yang Anda sebutkan. Berdasarkan laman kamuskesehatan.com, gay adalah
istilah awam untuk laki-laki homoseksual. Adapun arti homoseksual menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia yang kami akses dari laman resmi Pusat Bahasa
Kementerian Pendidikan RI adalah keadaan tertarik terhadap orang dari jenis
kelamin yang sama. Di samping itu, mengusir mengandung arti menyuruh pergi
dengan paksa; menyuruh (orang lain) meninggalkan tempat.
Selain
itu, dalam artikel 12 Jenis Penyimpangan Seksual yang Perlu Anda Ketahui yang
kami akses dari laman www.seksualitas.net disebutkan bahwa homoseksualitas
adalah aktifitas seks yang terjadi akibat perubahan orientasi pasangan seks,
pelakunya disebut gay atau homo untuk pria dan lesbian untuk penyuka sesama
jenis wanita. Beberapa ahli tidak memasukkan homoseksualitas sebagai penyakit
melainkan rasa keterkaitan atau romantisme biasa terhadap sesama jenis.
Terkait
dengan kondisi seperti ini, jika dilihat dari segi hukum, Anda masih tergolong
anak sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) berbunyi:
“Anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan”
Orang
tua Anda tidak dibenarkan untuk mengusir Anda, terlebih usia Anda saat ini
adalah 13 tahun dan masih menjadi tanggung jawab orang tua untuk mengasuh dan
memelihara Anda (Pasal 26 ayat (1) UU Perlindungan Anak).
Selain
itu, apabila benar orang tua Anda mengusir Anda, menurut hemat kami hal
tersebut merupakan salah satu bentuk kekerasan dalam rumah tangga.
Tindakan
orang tua Anda yang mengusir dan memutuskan kebutuhan finansial Anda bisa jadi
dikategorikan sebagai penelantaran anak karena menyangkut kewajibannya sebagai
orang tua. Mengenai hal ini kita mengacu pada definisi Kekerasan dalam Rumah
Tangga (“KDRT”) yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (“UU PKDRT”):
“Kekerasan
dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga.”
Hal
ini juga diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UU PKDRT yang mengatakan bahwa setiap
orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal
menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia
wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
Mengacu
pada hal-hal di atas, menurut hemat kami, tindakan orang tua yang menyuruh
seorang anak pergi dengan paksa dan memutuskan bantuan finansial merupakan
KDRT. Oleh karena itu, tindakan tersebut dapat diancam pidana.
Sanksi
bagi orang yang menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) UU PKDRT berdasarkan Pasal 49 huruf
a UU PKDRT adalah pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling
banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
Lalu
bagaimana jika Anda telah dewasa secara hukum? Melihat dari definisi anak dalam
UU Perlindungan Anak, maka seseorang telah dikatakan dewasa setelah ia mencapai
usia 18 tahun. Dilihat dari segi usia, memang sudah dewasa. Akan tetapi,
apabila Anda telah mencapai usia 18 tahun namun Anda masih berada di lingkup
rumah tangga dengan orang tua Anda, tidak serta merta menjadi “alasan”
dibolehkannya Anda untuk diusir dari rumah. Kewajiban orang tua Anda tetap ada
selama Anda masih tinggal bersama orang tua Anda.
Adapun
lingkup rumah tangga dalam UU PKDRT ini meliputi:
a. suami, isteri, dan anak;
b. orang-orang yang mempunyai hubungan
keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah,
perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah
tangga; dan/atau
c. orang yang bekerja membantu rumah tangga
dan menetap dalam rumah tangga tersebut.
Contoh
kasus dapat kita lihat dalam Pengadilan Negeri Masohi Nomor: 02/Pid.Sus/2013/PN.MSH.
Dalam putusan diketahui bahwa terdakwa selaku suami (ayah) dari anaknya
mengusir istri dan anaknya pergi dari rumahnya. Kemudian istri dan anaknya itu
kembali ke rumah orang tuanya dan selama itu pula terdakwa tidak menafkahi
keluarganya. Atas dasar perbuatannya itu, hakim menyatakan bahwa terdakwa
terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 49 huruf a UU PKDRT, yakni
melakukan tindak pidana penelantaran dalam lingkup rumah tangga.
Namun
begitu, menurut kami, sebaiknya Anda membicarakan baik-baik terlebih dulu
dengan orang tua tentang ketertarikan Anda terhadap orang dari jenis kelamin
yang sama. Anda jangan merasa takut untuk menceritakannya ke orang tua Anda
karena hal ini akan berdampak pada beban psikologis Anda. Barangkali Anda dan orang
tua bisa membicarakan jalan keluar terbaik dalam kasus Anda tersebut.
Walau
demikian, sekedar catatan, ada persoalan hukum yang mungkin dapat menimpa
pelaku homoseksual di Indonesia. Misalnya adalah legalitas perkawinan pelaku
homoseksual. Lebih lanjut silakan baca artikel berikut:
1. Keabsahan Perkawinan Pasangan WNI Sesama
Jenis di Luar Negeri
2. Tindak Pidana yang Terkait Hubungan
Pasangan Sesama Jenis
3. Hukum Perkawinan Sesama Jenis di Indonesia
4. Sodomi, Tindak Pidana atau Bukan?
Demikian
jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar
hukum:
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Putusan:
Pengadilan
Negeri Masohi Nomor: 02/Pid.Sus/2013/PN.MSH.
Referensi:
1. kamuskesehatan.com, diakses pada 2
September 2014 pukul 13.55 WIB;
2.
http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diakses pada 2 September
2014 pukul 13.56 WIB;
3.
http://www.seksualitas.net/jenis-jenis-penyimpangan-seksual.htm#_,
diakses pada 2 September 2014 pukul 15.46 WIB.
No comments:
Post a Comment