PANTUN DAN SYAIR POLIGAMI
YANG BAIK
M.RAKIB LPMP RIAU INDONESIA.2014
Sagu dan minyak, bawa ke
Daik,
Sampan kolek, membawa
rotan.
Begitu banyak, poligami
yang baik,
Mengapa yang jelek, jadi
sorotan.
Gurami itu, ekornya lancip,
Di dalam kolam, seorang
ustadz.
Poligami itu, hukumnya wajib,
Bagi yang terancam, kanker
prostat.
Kalau melamun, susah
dipahami,
Banyakkan ibadat, terus
sedekah.
Kalaulah Anas Makmun,
berpoligami,
Tidakkan terjerat, kasus
susila.
February 20th, 2009/Akhlak dan Nasehat, Fikih/82
Comments
Para pembaca yang semoga dirahmati
Allah. Suatu hal yang patut disayangkan pada saat ini. Wahyu yang sudah
semestinya hamba tunduk untuk mengikutinya, malah ditolak begitu saja. Padahal
wahyu adalah ruh, cahaya, dan penopang kehidupan alam semesta. Apa yang terjadi
jika wahyu ilahi ini ditolak?!
Wahyu Adalah Ruh
Allah ta’ala menyebut
wahyu-Nya dengan ruh. Apabila ruh tersebut hilang, maka kehidupan juga
akan hilang. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan demikianlah
Kami wahyukan kepadamu ruh (wahyu) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu
tidaklah mengetahui apakah Al Kitab dan tidak pula mengetahui apakah iman itu,
tetapi Kami menjadikan Al Qur’an itu nur (cahaya), yang Kami tunjuki
dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami.” (QS. Asy
Syuro: 52). Dalam ayat ini disebutkan kata ‘ruh dan nur’. Di mana ruh
adalah kehidupan dan nur adalah cahaya. (Majmu’ Fatawa Ibnu
Taimiyah)
Kebahagiaan Hanya Akan Diraih Dengan
Mengikuti Wahyu
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -semoga
Allah merahmati beliau- mengatakan, “Kebutuhan hamba terhadap risalah (wahyu)
lebih besar daripada kebutuhan pasien kepada dokter. Apabila suatu penyakit
yang tidak dapat disembuhkan kecuali dengan dokter tersebut ditangguhkan, tentu
seorang pasien bisa kehilangan jiwanya. Adapun jika seorang hamba tidak
memperoleh cahaya dan pelita wahyu, maka hatinya pasti akan mati dan
kehidupannya tidak akan kembali selamanya. Atau dia akan mendapatkan
penderitaan yang penuh dengan kesengsaraan dan tidak merasakan kebahagiaan
selamanya. Maka tidak ada keberuntungan kecuali dengan mengikuti Rasul (wahyu
yang beliau bawa dari Al Qur’an dan As Sunnah, pen). Allah menegaskan hanya
orang yang mengikuti Rasul -yaitu orang mu’min dan orang yang menolongnya- yang
akan mendapatkan keberuntungan, sebagaimana firman-Nya yang artinya,”Maka
orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti
cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah
orang-orang yang beruntung.” (QS. Al A’raf: 157) (Majmu’ Fatawa Ibnu
Taimiyah)
Poligami, Wahyu Ilahi yang Ditolak
Saat ini, poligami telah menjadi
perdebatan yang sangat sengit di tengah kaum muslimin dan sampai terjadi
penolakan terhadap hukum poligami itu sendiri. Dan yang menolaknya bukanlah
tokoh yang tidak mengerti agama, bahkan mereka adalah tokoh-tokoh yang
dikatakan sebagai cendekiawan muslim. Lalu bagaimana sebenarnya hukum poligami
itu sendiri [?!] Marilah kita kembalikan perselisihan ini kepada Al Qur’an dan
As Sunnah.
Allah Ta’ala telah
menyebutkan hukum poligami ini melalui wahyu-Nya yang suci, yang patut setiap
orang yang mengaku muslim tunduk pada wahyu tersebut. Allah Ta’ala
berfirman yang artinya,”Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil
terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja,
atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada
tidak berbuat aniaya.” (QS. An Nisa': 3).
Poligami juga tersirat dari
perkataan Anas bin Malik, beliau berkata,”Sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah menggilir istri-istrinya dalam satu malam, dan ketika
itu beliau memiliki sembilan isteri.” (HR. Bukhari). Ibnu Katsir
-semoga Allah merahmati beliau- mengatakan, “Nikahilah wanita yang kalian suka
selain wanita yang yatim tersebut. Jika kalian ingin, maka nikahilah dua, atau
tiga atau jika kalian ingin lagi boleh menikahi empat wanita.” (Shohih
Tafsir Ibnu Katsir). Syaikh Nashir As Sa’di -semoga Allah merahmati beliau-
mengatakan, “Poligami ini dibolehkan karena terkadang seorang pria kebutuhan
biologisnya belum terpenuhi bila dengan hanya satu istri (karena seringnya istri
berhalangan melayani suaminya seperti tatkala haidh, pen). Maka Allah
membolehkan untuk memiliki lebih dari satu istri dan dibatasi dengan empat
istri. Dibatasi demikian karena biasanya setiap orang sudah merasa cukup dengan
empat istri, dan jarang sekali yang belum merasa puas dengan yang demikian. Dan
poligami ini diperbolehkan baginya jika dia yakin tidak berbuat aniaya dan
kezaliman (dalam hal pembagian giliran dan nafkah, pen) serta yakin dapat
menunaikan hak-hak istri. (Taisirul Karimir Rohman)
Imam Syafi’i mengatakan bahwa tidak
boleh memperistri lebih dari empat wanita sekaligus merupakan ijma’
(konsensus) para ulama, dan yang menyelisihinya adalah sekelompok orang Syi’ah.
Memiliki istri lebih dari empat hanya merupakan kekhususan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. (Lihat Shohih Tafsir Ibnu Katsir). Syaikh Muqbil
bin Hadi al Wadi’i ketika ditanya mengenai hukum berpoligami, apakah dianjurkan
atau tidak? Beliau menjawab: “Tidak disunnahkan, tetapi hanya dibolehkan.”
(Lihat ‘Inilah hakmu wahai muslimah’, hal 123, Media Hidayah). Maka dari
penjelasan ini, jelaslah bahwa poligami memiliki ketetapan hukum dalam Al
Qur’an dan As Sunnah yang seharusnya setiap orang tunduk pada wahyu tersebut.
Tidak Mau Poligami, Janganlah
Menolak Wahyu Ilahi
Jadi sebenarnya poligami sifatnya
tidaklah memaksa. Kalau pun seorang wanita tidak mau di madu atau seorang
lelaki tidak mau berpoligami tidak ada masalah. Dan hal ini tidak perlu diikuti
dengan menolak hukum poligami (menggugat hukum poligami). Seakan-akan ingin
menjadi pahlawan bagi wanita, kemudian mati-matian untuk menolak konsep
poligami. Di antara mereka mengatakan bahwa poligami adalah sumber kesengsaraan
dan kehinaan wanita. Poligami juga dianggap sebagai biang keladi rumah tangga
yang berantakan. Dan berbagai alasan lainnya yang muncul di tengah masyarakat
saat ini sehingga dianggap cukup jadi alasan agar poligami di negeri ini
dilarang.
Hikmah Wahyu Ilahi
Setiap wahyu yang diturunkan oleh
pembuat syariat pasti memiliki hikmah dan manfaat yang besar. Begitu juga
dibolehkannya poligami oleh Allah, pasti memiliki hikmah dan manfaat yang besar
baik bagi individu, masyarakat dan umat Islam. Di antaranya: (1) Dengan banyak
istri akan memperbanyak jumlah kaum muslimin. (2) Bagi laki-laki, manfaat yang
ada pada dirinya bisa dioptimalkan untuk memperbanyak umat ini, dan tidak
mungkin optimalisasi ini terlaksana jika hanya memiliki satu istri saja. (3)
Untuk kebaikan wanita, karena sebagian wanita terhalang untuk menikah dan
jumlah laki-laki itu lebih sedikit dibanding wanita, sehingga akan banyak
wanita yang tidak mendapatkan suami. (4) Dapat mengangkat kemuliaan wanita yang
suaminya meninggal atau menceraikannya, dengan menikah lagi ada yang
bertanggung jawab terhadap kebutuhan dia dan anak-anaknya. (Lihat penjelasan ini
di Majalah As Sunnah, edisi 12/X/1428)
Menepis Kekeliruan Pandangan
Terhadap Poligami
Saat ini terdapat berbagai macam
penolakan terhadap hukum Allah yang satu ini, dikomandoi oleh tokoh-tokoh Islam
itu sendiri. Di antara pernyataan penolak wahyu tersebut adalah : “Tidak
mungkin para suami mampu berbuat adil di antara para isteri tatkala
berpoligami, dengan dalih firman Allah yang artinya,”Jika kamu takut tidak
akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja.” (An Nisaa': 3).
Dan firman Allah yang artinya,”Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku
adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian.”
(QS. An Nisaa': 129).”
Sanggahan: Yang dimaksud dengan “Dan kamu sekali-kali tidak akan
dapat berlaku adil” dalam ayat di atas adalah kamu sekali-kali tidak dapat
berlaku adil dalam rasa cinta, kecondongan hati dan berhubungan intim. Karena
kaum muslimin telah sepakat, bahwa menyamakan yang demikian kepada para istri
sangatlah tidak mungkin dan ini di luar kemampuan manusia, kecuali jika Allah
menghendakinya. Dan telah diketahui bersama bahwa Ibunda kita, Aisyah radhiyallahu
‘anha lebih dicintai Rasulullah daripada istri beliau yang lain. Adapun
hal-hal yang bersifat lahiriah seperti tempat tinggal, uang belanja dan waktu
bermalam, maka wajib bagi seorang suami yang mempunyai istri lebih dari
satu untuk berbuat adil. Hal ini sebagaimana pendapat Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah, Imam Nawawi, dan Ibnu Hajar.
Ada juga di antara tokoh tersebut
yang menyatakan bahwa poligami akan mengancam mahligai rumah tangga (sering
timbul percekcokan). Sanggahan: Perselisihan yang muncul di antara para
istri merupakan sesuatu yang wajar, karena rasa cemburu adalah tabiat mereka.
Untuk mengatasi hal ini, tergantung dari para suami untuk mengatur urusan rumah
tangganya, keadilan terhadap istri-istrinya, dan rasa tanggung jawabnya
terhadap keluarga, juga tawakkal kepada Allah. Dan kenyataannya dalam kehidupan
rumah tangga dengan satu istri (monogami) juga sering terjadi
pertengkaran/percekcokan dan bahkan lebih. Jadi, ini bukanlah alasan untuk
menolak poligami. (Silakan lihat Majalah As Sunnah edisi 12/X/1428)
Apa yang Terjadi Jika Wahyu Ilahi
Ditolak ?
Kaum muslimin –yang semoga dirahmati
Allah-. Renungkanlah perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berikut ini, apa
yang terjadi jika wahyu ilahi yang suci itu ditentang.
Allah telah banyak mengisahkan di
dalam al-Qur’an kepada kita tentang umat-umat yang mendustakan para rasul.
Mereka ditimpa berbagai macam bencana dan masih nampak bekas-bekas dari
negeri-negeri mereka sebagai pelajaran bagi umat-umat sesudahnya. Mereka di
rubah bentuknya menjadi kera dan babi disebabkan menyelisihi rasul mereka. Ada
juga yang terbenam dalam tanah, dihujani batu dari langit, ditenggelamkan di
laut, ditimpa petir dan disiksa dengan berbagai siksaan lainnya. Semua ini
disebabkan karena mereka menyelisihi para rasul, menentang wahyu yang mereka
bawa, dan mengambil penolong-penolong selain Allah.
Allah menyebutkan seperti ini dalam
surat Asy Syu’ara mulai dari kisah Musa, Ibrahim, Nuh, kaum ‘Aad, Tsamud, Luth,
dan Syu’aib. Allah menyebut pada setiap Nabi tentang kebinasaan orang yang
menyelisihi mereka dan keselamatan bagi para rasul dan pengikut mereka.
Kemudian Allah menutup kisah tersebut dengan firman-Nya yang artinya,”Maka
mereka ditimpa azab. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
bukti yang nyata, dan adalah kebanyakan mereka tidak beriman. Dan Sesungguhnya
Tuhanmu benar-benar dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.” (QS. Asy
Syu’ara: 158-159). Allah mengakhiri kisah tersebut dengan dua asma’
(nama) -Nya yang agung dan dari kedua nama itu akan menunjukkan sifat-Nya.
Kedua nama tersebut adalah Al ‘Aziz dan Ar Rohim (Maha Perkasa
dan Maha Penyayang). Yaitu Allah akan membinasakan musuh-Nya dengan
‘izzah/keperkasaan-Nya. Dan Allah akan menyelamatkan rasul dan
pengikutnya dengan rahmat/kasih sayang-Nya. (Diringkas dari Majmu’
Fatawa Ibnu Taimiyah)
Semoga Allah menjadikan kita
orang-orang yang mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
beriman terhadap apa yang beliau bawa. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar Do’a
hamba-Nya. Alhamdulillahi rabbil ‘alamin wa shallallahu ‘ala sayyidina
Muhammad wa ashabihi ath thoyyibina ath thohirin.
***
Penulis: Ustadz Muhammad Abduh
Tuasikal
sulit jalani poligami yg adil
ReplyDelete