PANTUN M.RAKIB.. LPMP RIAU INDONESIA
Hakim MK Menangis Saat Baca Gugatan Suntik Mati
Ignatius Ryan Tumiwa
Air mata mantan Menkum dan HAM itu menetes
Saat Membaca berkas permohonan Ryan
bernada protes,
Pada pendidikan, ada yang tidak beres,
Ibarat mobil kren, tapi bannya kempes.
yang melakukan uji materiil Pasal 344 KUHP.
Patrialis mengaku sedih saat tahu permohonan Ryan ingin melegalkan suntik mati
karena merasa depresi.
"Saya menangis membaca permohonan dan keluhan Ryan. Tapi, perasaan saya
sudah tersampaikan ke Ryan dan dia juga menangis di persidangan," ucap
Patrialis usai acara halal bihalal di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat,
Jakarta Pusat, Selasa (5/8).Patrialis sebagai anggota panel saat sidang perdana permohonan Ryan yang digelar 16 Juli lalu. Secara etik, imbuhnya, hakim tidak boleh berkomentar mengenai perkara yang tengah ditanganinya.
Namun, secara pribadi Patrialis mengaku iba dan berharap Ryan berpikir ulang mengenai permohonan guagatannya. "Saya minta Ryan berpikir ulang atas permohonan ini dilanjutkan apa tidak. Kasihan, dia itu saudara kita juga," ujarnya.
Menurut Patrialis, sebelum muncul permohonan Ryan, MK belum pernah menangani persidangan dengan kasus unik. Ia berharap, tidak ada lagi permohonan yang diajukan ke MK yang serupa dengan permohonan Ryan.
Sementara Ketua MK Hamdan Zoelva mengatakan, permohonan Ryan akan menjadi bagian dari pengajuan judicial review ke MK. Namun, Hamdan enggan mengomentari lebih jauh karena kewenangannya berpendapat mengenai perkara hanya di persidangan.
INGIN
TAHU, RASA PANGGANG IKAN
COBA
MAKAN, DENGAN BUBUR.
INGIN
TAHU, DOSA PENDIDIKAN,
TANYAKAN
S2, YANG MENGGANGGUR
ADO ANAM
PASAN MANDEH
ADO
LIMO PASAN MANDEH KALO WAK KA MERANTAU :
1.AJAN
MANGGANGGUR NAK, KECUALI DAPEK JANDO KAYO
2.AJAN
TINGGALKAN SAMBAHYANG TERKECUALI LUPO.
3.AJAN
MANCILOK BARANG URANG, KACUALI TAPASO,
4.AJAN
DI GANDEANG PACAR URANG,KACUALI SUKO SAMO SUKO,
5.AJAN
TARIMO AMPLOP SOGOK, KACUALI ISINYO,...
6.AJAN BABINI TIGO, KECUALI, INDAK PAKAI BALANJO..!!!
WARTA KOTA, TAMANSARI -- Ignatius Ryan Tumiwa (48) namanya. Bungsu dari 4 bersaudara ini baru saja membuat heboh dengan mengajukan tuntutan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk merevisi pasal 344 terkait dengan permintaan suntik mati.
Pria kurus yang hanya memakai baju tanpa lengan serta celana hitam lusuh itu saat ditemui di rumahnya jalan Taman Sari X RT 8 RW 03, Kelurahan Tamansari, Tamansari, Jakarta Barat itu mengaku sudah sejak bulan Mei 2014 mengajukan tuntutan itu.
"Awalnya saya pergi ke Komnas HAM terus ditolak, saya pergi ke Depkes ditolak juga dan disuruh ke Mahkamah Konstitusi. Di MK saya disuruh pergi ke psikiater," ujar sarjana administrasi dari STIE dan S2 UI itu kepada Warta Kota, Senin (4/8/2014).
Menurutnya, awal ide untuk suntik mati itu tak terlintas dalam pikirannya. Ia hanya ingin bertanya kepada Komnas HAM terkait dengan tunjangan untuk para pengangguran seperti dirinya. Hanya saja ketika berkunjung ke komnas HAM, dirinya mendapat larangan karena dianggap salah konfirmasi.
"Komnas HAM bilang yang diurusinya pelanggaran hak asasi bukan masalah pemberian tunjangan," ungkap pria lulusan pasca sarjana universitas Indonesia jurusan administrasi pada tahun 1998.
Dirinya ke Komnas HAM untuk mempertanyakan pasal 34 tentang fakir miskin dan anak terlantar dipelihara negara.
"Saya bertanya kepada komnas soalnya saya kan fakir miskin. Tetapi jawaban mereka fakir miskin itu tunawisma (gelandangan) bukan seperti saya," tuturnya.
Lantas karena frustasi dari Komnas HAM, kemudian terlintas ide untuk suntik mati.
"Karena tak ditanggapi mucul ide untuk ke departemen kesehatan minta disuntik mati, tetapi kembali dilarang karena di Indonesia tak ada hukum yang mengatur. Kemudian mereka menyuruh saya ke MK untuk melakukan revisi agar rencana saya bisa berjalan," ungkap pria yang mengaku pernah bekerja di perusahaan audit itu.
Saat ini dirinya lebih memperjuangkan suntik mati bukan lagi tunjangan bagi pengangguran. Karena dirinya mengaku sejak ditinggal ayahnya yang bernama Thu Indra (88) pada 2012, ia mengaku depresi serta stress berat. Ditambah dirinya diberhentikan dari pekerjaannya.
"Mau gimana lagi, saya sudah hidup sendirian. Ayah serta ibu saya sudah meninggal. Kakak saya sudah punya keluarga sendiri, sudah jarang kemari. Makanya lebih baik saya mati saja," kata pria yang mengaku bercita-cita pergi ke planet Mars itu. (Wahyu Tri Laksono
JAKARTA,
KOMPAS.com — Ignatius Ryan Tumiwa
(48), pria penderita depresi yang sempat menyatakan keinginannya untuk disuntik mati, ternyata pernah menempuh pendidikan
pascasarjana di Universitas Indonesia.
Bahkan, Ryan lulus dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,37. "Saya sempat melanjutkan kuliah sampai S-2 di UI. Saya pilih jurusan Ilmu Administrasi dan lulus tahun 1998," ujar Ryan saat ditemui di rumahnya, Jalan Tamansari X, Jakarta Barat, Senin (4/8/2014).
Sebelum melanjutkan pendidikan di UI, anak bungsu dari empat bersaudara tersebut setelah lulus SMA menempuh pendidikan di Fakultas Ekonomi Universitas YAI, Kramat, Jakarta Pusat, dan memperoleh gelar sarjana ekonomi.
Ryan mengaku pernah bekerja di sebuah perusahaan swasta sebagai seorang staf keuangan. Namun, beban kerja yang terlalu tinggi membuat ia merasa terbebani hingga akhirnya mengundurkan diri.
Erni, tetangga Ryan, mengakui bahwa Ryan adalah pria yang pintar. Para tetangga pernah mengetahui jika Ryan dahulu pernah bekerja sebagai seorang dosen.
"Memang orangnya pintar, dulu waktu kerja, selalu rapi dan bawa tas. Kalau enggak salah dia pernah jadi dosen," ujar Erni.
Ryan mengajukan permohonan uji materi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 344 terhadap Undang-Undang Dasar 1945 ke Mahkamah Konstitusi. Pasal itu digugat karena dianggap tidak melegalkan upaya bunuh diri.
Pasal 344 berbunyi, "Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun."
Bahkan, Ryan lulus dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,37. "Saya sempat melanjutkan kuliah sampai S-2 di UI. Saya pilih jurusan Ilmu Administrasi dan lulus tahun 1998," ujar Ryan saat ditemui di rumahnya, Jalan Tamansari X, Jakarta Barat, Senin (4/8/2014).
Sebelum melanjutkan pendidikan di UI, anak bungsu dari empat bersaudara tersebut setelah lulus SMA menempuh pendidikan di Fakultas Ekonomi Universitas YAI, Kramat, Jakarta Pusat, dan memperoleh gelar sarjana ekonomi.
Ryan mengaku pernah bekerja di sebuah perusahaan swasta sebagai seorang staf keuangan. Namun, beban kerja yang terlalu tinggi membuat ia merasa terbebani hingga akhirnya mengundurkan diri.
Erni, tetangga Ryan, mengakui bahwa Ryan adalah pria yang pintar. Para tetangga pernah mengetahui jika Ryan dahulu pernah bekerja sebagai seorang dosen.
"Memang orangnya pintar, dulu waktu kerja, selalu rapi dan bawa tas. Kalau enggak salah dia pernah jadi dosen," ujar Erni.
Ryan mengajukan permohonan uji materi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 344 terhadap Undang-Undang Dasar 1945 ke Mahkamah Konstitusi. Pasal itu digugat karena dianggap tidak melegalkan upaya bunuh diri.
Pasal 344 berbunyi, "Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun."
Penulis
|
: Abba Gabrillin
|
Editor
|
: Desy Afrianti
|
No comments:
Post a Comment