MENARA DUA PULUH
RIBU TENGKORAK
KEPALA
DARI 20000 PENDUDUK DIBUAT PYRAMID SETINGGI 10 HASTA DAN KELILINGNYA 20 HASTA
DENGAN WAJAH MAYAT MENGHADAP KE LUAR
WAJAH MAYAT MENGHADAP KE LUAR
(Kepala dari 20000
penduduk dibuat Pyramid setinggi 10 hasta dan kelilingnya 20 hasta dengan wajah
mayat menghadap ke luar.)
Sebagaimana latar belakang yang
dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah pokok dalam makalah
ini yaitu :
1. Bagaimanakah sejarah kepribadian Jenghis Khan
dan bangsa Mongol pada umumnya?
2. Bagaimana bangsa Mongol berperang melawan
negeri Islam?
3. Bagaimana Penyerbuan yang dilakukan Timur
Lenk?
Kedatangan Timur Lenk ke dunia Islam tidak kurang membawa kehancuran , bahkan
ia lebih kejam daripada Jengiskan atrau Hulagukhan. Berbeda dengan Jengiskan
atau Hulagukhan yang masih menganut kepercayaan Syamaniah, Timur Lenk ini sudah
menganut agama “Islam.”Pada tanggal 10 April 1370 M. Timur Lenk memproklamirkan
diri sebagai penguasa tunggal di Tranxosiana. Ia berencana untuk menaklukkan
daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Jengiskhan. Ia berkata : “Sebagaiamana
hanya ada satu Tuhan di alam ini , maka di bumi seharusnya hanya ada seorang
raja.
”Pada tahun 1381 M. ia menaklukkan
Khurasan, terus ke Afganistan, Persia, Fars dan Kurdistan. Di setiap negeri
yang ditaklukkannya ia mengadakan pembantaian besar-besaran terhadap siapa saja
yang menghalangi rencananya, misalnya di Afganistan ia membangun menara yang disusun dari 2000 mayat yang dibalut dengan
batu dan tanah liat; Di Iran ia membangun menara dari 70000 kepala manusia yang
sudah dipisahkan dari badannya; Di India ia membantai lebih dari 80000 tawanan;
Di Sivas, Anatolia sekitar 4000 tentara Armenia dikubur hidup-hidup.Pada tahun
1401 M. ia memasuki daerah Syria bagian utara.
Tiga hari lamanya Aleppo
dihancurleburkan. Kepala dari 20000
penduduk dibuat Pyramid setinggi 10 hasta dan kelilingnya 20 hasta dengan wajah
mayat menghadap ke luar. Banyak bangunan, seperti sekolah dan masjid yang
berasal dari zaman Nuruddin Zanky dari Ayyubi dihancurkan. Hamah, Hom’s dan
Ba’labaka berturut-turut jatuh ke tangannya. Demikian pula Damaskus
dikuasainya, sehingga masjid Umayah yang bersejarah mengalami kerusakan berat.
Setelah itu serangan diteruskan ke
Baghdad, dan membantai 20000 penduduknya. Dari mayat-mayat tersebut ia
membuat 120 menara sebagai tanda kemenangan.Timur lenk berambisi juga untuk
menguasai kerajaan Usmani di Turki, karena kerajaan ini banyak menguasai
daerah-daerah bekas imperium Jengiskan dan Hulagukhan. Pada tahun 1402 M.
terjadi pertempuran yang sangat hebat di Ankara.
Tentara Usmani mengalami kekalahan.
Sultan Usmani (Bayazid I) sendiri tertawan dan mati dalam tawanan. Setelah itu
Timur Lenk kembali ke Samarkhand. Ia berencana mengadakan invasi ke Cina, Namun
di tengah perjalanan ia menderita sakit yang membawa kepada kematiannya pada
usia 71 tahun. Tepatnya tahun 1404 M. dan mayatnya di bawa ke samarkhand.Sekalipun
Timur Lenk ini terkenal sangat ganas dan kejam, tetapi ia sempat memperhatikan
pengembangan Islam. Konon ia penganut Syi’ah yang ta’at dan menyukai tarekat
Naqsyabandiyah. Dalam setiap perjalanannya ia selalu mengikutsertakan para
ulama, sastrawan dan seniman. Ia sangat menghormati para ulama. Ketika ia
berusaha menaklukkan Syria utara, ia menerima dengan hormat sejarawan terkenal,
Ibnu Khaldun yang diutus Sulthan Faraj untuk membicarakan perdamaian. Kota
Samarkhand diperkaya dengan bangunan-bangunan dan masdjid yang megah dan indah.
Riwayat Bangsa Mongol dan Jengis
Khan.
Untuk mengenal watak suatu bangsa, dan
kekuatan bangsa tersebut dalam kurun sejarah tertentu, kita dapat bercermin
pada pemimpinnya dan bagaimana pemimpin tersebut menempa serta mengorganisasi
bangsanya. Tokoh sentral bangsa Mongol pada abad ke-13 M adalah Jengis Khan
serta anak cucunya yang perkasa seperti Ogothai, Batu, Hulagu dan Kubilai Khan.
Jenghis telah berhasil memimpin bangsa Mongol menaklukkan daratan Asia yang
menyebabkan keturunannya memerintah dan menguasai negeri-negeri yang
ditaklukkannya itu selama berabad-abad. Dialah yang menempa bangsa Mongol
menjadi bangsa yang tangguh, berani dan nekat.
Bangsa Mongol berasal dari daerah
pegunungan Mongolia, yang membentang dari Asia Tengah sampai ke Siberia Utara,
Tibet Selatan, dan Manchuria Barat serta Turkistan Timur. Nenek moyang mereka
bernama Alanja Khan, yang mempunyai dua putra kembar, Tatar dan Mongol. Kedua
putra itu melahirkan dua suku bangsa besar, Mongol dan Tartar. Mongol mempunyai
anak yang bernama Ilkhan, yang melahirkan keturunan pemimpin bangsa Mongol di
kemudian hari.[3]
Dalam rentang waktu yang panjang,
kehidupan bangsa Mongol sangat sederhana. Pola kehidupan mereka
berpindah-pindah sambil mendirikan tenda, menggembala kambing dan hidup dari
hasil buruan. Mereka juga hidup dari hasil perdagangan tradisional, yakni
mempertukarkan kulit binatang dengan sesama mereka atau dengan bangsa Turki dan
Cina. Sebagaimana umumnya bangsa Nomad, orang-orang Mongol memiliki watak yang
kasar, suka berperang, dan berani menghadang maut untuk mencapai keinginannya.
Namun, mereka sangat patuh kepada pemimpinnya. Mereka menganut agama Syamaniah
(Syamanism), menyembah bintang-bintang, dan sujud kepada matahari.[4]
Kemajuan bangsa Mongol terjadi
pada masa kepemimpinan Yasugi Bahadur Khan atau Yasugei. Yasugei adalah seorang
Khan (raja) yang berhasil menyatukan dan mengepalai 13 kelompok suku Borjigin,
salah satu suku utama Mongol – Turk yang paling berani dan gagah
perkasa.[5] Sebagai Khan kecil, Yasugei
tunduk kepada Khan yang lebih tinggi, Utaq Khan. Istrinya bernama Holun, dari
suku Olkhunut. darinya lahirlah seorang putra yang kemudian diberi nama
Temujin. Saat Berumur 9 tahun, Temujin dikirimkan keluar dari sukunya karena ia
akan dijodohkan dengan Borte, putri Onggirat.[6]
Ketika Temujin berusia 13 tahun
terjadilah perebutan kekuasaan dalam suku Borjigin. Ayahnya mati terbunuh
disebabkan panah beracun Dario salah seorang lawan politiknya. Karena masih
muda, Temujin tidak diakui sebagai pengganti ayahnya. Malah keselamatan diri,
ibu dan adik-adiknya terancam. Karena alasan tersebut, mereka melarikan diri
dan mendapat perlindungan dari salah seorang saudaranya dari suku Nainan. Pada
tahun 1182, Temujin menjadi remaja yang tangkas serta berani, dan berhasil
mempersunting salah seorang putri keluarga terkemuka suku itu, yaitu Bortai.
Bortai mendampingi Temujin hingga akhir hayat dan setia mengikuti suaminya di
medan-medan peperangan.
Bakat Temujin sebagai pemimpin telah
kelihatan pada waktu dia berusia 20 tahun. Segala bentuk ilmu perang
dipelajarinya, begitu pula ketangkasan dalam menunggang kuda dan penggunaan
segala jenis senjata perang. Secara diam-diam dia mengumpulkan para pengikut
ayahnya dan melatih mereka dengan disiplin keras. Pada waktu yang tepat diapun
menyerang bekas lawan politik ayahnya dan berhasil merebut kembali kedudukannya
sebagai Khan suku Borjigin. Tidak berapa lama setelah itu dia berhasil pula
menyatukan suku-suku Mongol dan Turk yang terpencar-pencar di wilayah antara
sungai Dzungaria dan Irtish. Pada tahun 1202 Hurathai, majelis besar suku-suku
Mongol, memberi pengakuan kepada Temujin sebagai Khan (raja) seluruh orang
Mongol dengan gelar Jengis Khan.[7] artinya Raja diraja yang dalam bahasa Arab
disebut sayyid al-mutlaq.
Salah satu faktor keberhasilan
Jengis Khan ialah kebengisan dan kekejamannya dalam memperlakukan lawan-lawan
politik yang dikalahkannya. Apabila pihak lawan telah ditundukkan, para
pemimpinnya lantas ditangkap dan kemudian diperlakukan secara kejam.
Pengangkatannya sebagai Khan (raja) besar bangsa Mongol serta dukungan pasukan
tentara yang kuat, mendorong Jengis Khan mulai berpikir untuk menaklukkan
negeri-negeri sekitar, seperti: China, Khawarizmi di Asia Tengah, Persia, India, India Utara serta Eropa Timur.
Jengis Khan mulai melatih lebih
keras tentaranya, merekrut sebanyak-banyaknya orang Mongol dari berbagai suku
dan mengorganisasikannya menjadi kekuatan militer yang besar. Tentaranya
dilatih dengan disiplin keras. Teknik-teknik terror dan kekejaman yang canggih
juga diajarkan. Percobaan pertama untuk menguji kekuatan dan keunggulan
tentaranya ialah menyerbu Cina Utara yang dikuasai bangsa Kin. Alasannya:
bangsa Kin sering menyerang bangsa Mongol (Tartar) karena menganggap mereka
bangsa biadab. Sudah banyak pemimpin Mongol yang dibunuh secara kejam.[8]
Ratusan tahun orang Mongol menyimpan dendam itu.
Dalam serbuan yang dipimpin
Temujin, tentara Mongol dengan sangat mudah menundukkan Cina Utara. Penduduk
dan pemimpin mereka dibunuh, kecuali orang cerdik pandai, seniman, perajin,
sastrawan, guru, ahli bahasa, rohaniawan, dokter, ahli sejarah dan pakar
strategi perang. Keberadaan mereka sangat penting untuk melatih dan mendidik
orang Mongol untuk menjadi bangsa yang beradab.
Sebagai seorang tokoh, Jengis
Khan mempunyai idola yang ikut membentuk kepribadia nnya. Idolanya
adalah tokoh utama cerita rakyat Mongol bernama Kutula Khan.[9] Kepada seorang
jenderalnya, Jengis Khan pernah bertanya: “Apakah kebahagiaan terbesar dalam
hidup ini, menurut pendapatmu? “Jenderalnya menjawab: “Berburu di musim semi,
mengendarai seekor kuda yang tangkas dan bagus! “Bukan!” Jawab Jengis Khan.
“Kebahagiaan terbesar adalah menaklukkan musuh, mengejar mereka sampai
tertangkap, kemudian merampas harta milik mereka, memandangi kerabat dekat
mereka meratap dan menjerit-jerit, menunggangi kuda-kuda mereka, memeluk istri
serta anak-anak gadis mereka dan memperkosanya.”[10] Ogatai, salah seorang
putranya, mempraktekkan apa yang dikatakan ayahnya. Bila berhasil menaklukkan
suatu wilayah, dia akan memerintahkan ratusan gadis berbaris dan kemudian
memilih yang paling cantik untuknya. Berikutnya untuk para jenderalnya dan
selebihnya untuk prajurit yang lebih rendah pangkatnya.
Amir Khusraw penyair Persia abad
ke-13, mengambarkan orang-orang Mongol sebagai berikut: “Mereka mengendarai
unta dan kuda dengan tangkas, tubuh mereka bagaikan besi, wajah membara,
tatapan muka garang, leher pendek, telinga lebar berbulu dan memakai
anting-anting, kulitnya kasar penuh kutu dan baunya amat tidak sedap”. Penulis
lainnya mengatakan bahwa mereka seperti keturunan anjing, wajah rajanya seperti
binatang buas dan berkata bahwa Tuhan mencipta mereka dari api neraka.
Sejarawan Ibn ‘Athir melaporkan ketika Bukhara diserbu, 30 ribu tentara
kerajaan Khawarizmi tidak berkutik menghadapi keganasan dan kebengisan mereka.
Juwayni sejarawan abad ke-13 lainnya, “Jengis Khan naik ke atas mimbar masjid
dan mengaku sebagai cemeti Tuhan yang diutus untuk menghukum orang-orang yang
penuh dosa.” [11]
Guna menyempurnakan moral
masyarakatnya, Jengis Khan membuat Undang-Undang, yakni Alyasak atau
Alyasah,[12] yang isinya antara lain: ”Penetapan hukuman mati bagi pelaku
perzinaan, orang yang berbohong, mempraktekkan magic, mata-mata, membantu salah
satu pihak yang berselisih, memberi
makan atau pakaian kepada tawanan perang tanpa izin, serta orang yang gagal
menangkap budak belian yang melarikan diri”.
B. Penaklukan-Penaklukan Bangsa
Mongol.
Setelah pasukan perangnya
terorganisasi dengan baik, Jengis Khan bergerak memperluas wilayah kekuasaannya
dengan melakukan penaklukan terhadap daerah-daerah lain. Serangan pertama
diarahkan ke kerajaan Cina. Ia berhasil menduduki Peking 1215 M. Sasaran
selanjutnya adalah negeri-negeri Islam. Saat tentara Mongol menuju Turki dan
Ferghana, lalu ke Samarkand, mereka mendapat perlawanan dari Sultan Ala Al-Din
di Turkistan, sehingga mereka kembali ke negerinya.
Namun, sepuluh tahun kemudian
mereka kembali masuk Bukhara, Samarkand, Khurasan, Hamadzan, Quzwain, sampai
perbatasan Irak. Saat itu perlawanan pasukan Khawarzmi berhasil mereka patahkan
dengan mudah serta sultan Ala al-Din pun tewas dalam pertempuran di Mazindaran
tahun 1220 M. Ia digantikan putranya,
Jalal al-Din yang kemudian melarikan diri ke India. Di setiap daerah yang
ditaklukkannya, pasukan Mongol melakukan pembunuhan besar-besaran.
Bangunan-bangunan indah dihancurkan, sekolah, masjid dan gedung-gedung lainnya
dibakar.
Awal permusuhan dan peperangan bangsa
Mongol dengan negeri Islam bermula dari peristiwa tahun 1212 M. Suatu hari tiga
orang saudagar Bukhara bersama puluhan rombongannya tiba di wilayah Mongol dan
menuju ibukota Karakorum. Entah mengapa, orang-orang Mongol menangkap mereka
dan kemudian menyiksanya. Sedangkan barang dagangannya dirampas. Tidak lama
setelah peristiwa itu, Jengis Khan mengirim 50 orang saudagar Mongol untuk
membeli barang dagangan di Bukhara. Atas perintah Amir Bukhara Gayur Khan,
mereka ditangkap dan dihukum mati. Jengis Khan marah dan merancang penyerbuan
ke kerajaan Khawarizmi dan negeri-negeri lainnya di Asia Tengah. Penyerbuan itu
baru terlaksana pada tahun 1219 M, hanya selisih tiga tahun setelah tentara
Mongol menaklukkan seluruh wilayah Cina.[13]
Saat kondisi fisiknya mulai lemah,
Jengis Khan membagi wilayah kekuasaannya menjadi empat bagian kepada
putra-putranya; Juchi, Chagatai, Ogotai, dan Tuli. Chagatai berusaha menguasai
kembali daerah-daerah Islam yang pernah ditaklukkan dan berhasil merebut Illi,
Ferghana, Ray, Hamazan, dan Azerbaijan. Tuli Khan menguasai Khurasan dan Irak.
Setelah meninggal, ia digantikan oleh putranya, Hulagu Khan.
Pada tahun 1258 M, tentara Mongol
yang berkekuatan 200.000 orang tiba di salah satu pintu Baghdad. Khalifah
Al-Mu’tashim tidak mampu membendung “topan” tentara Hulagu Khan. Pada saat
kritis tersebut, wazir khalifah al-‘Alqami mengambil kesempatan menipu khalifah
dengan mengatakan, “Saya telah menemui mereka untuk perjanjian damai. Hulagu
Khan berjanji akan tetap menghormati khalifah, bahkan ia berkeinginan untuk
mengawinkan putrinya dengan putra tuanku, Amir Abu Bakar! Ia tidak menginginkan
sesuatu kecuali kepatuhan.” [14]
Mempercayai informasi tersebut,
Khalifah al-Mu’tashim bersama seluruh pembesar kerajaan dan hakim, serta
keluarga mereka yang berjumlah 3000 orang keluar menemui Hulagu. Awalnya mereka
disambut dengan ramah, tetapi setelah itu mereka kemudian dibantai habis,
termasuk wazir al-‘Alqami. Namun sebelum memancung wazir, Hulagu Khan berkata:
“Kamu pantas mendapat hukuman berat karena berkhianat kepada orang yang telah
memberimu kedudukan istimewa”. [15]
Selama 40 hari pasukan Hulagu
membunuh, menjarah, memperkosa wanita dan membakar. Rumah-rumah ibadah
dihancurkan. Bayi dalam gendongan dibantai bersama ibu mereka. Wanita hamil
ditusuk perutnya. Kota Baghdad dihancurkan rata dengan tanah. Maka sejak saat
itu, berakhirlah kekuasaan Abbasiyah. Baghdad dan daerah-daerah taklukkan
Hulagu selanjutnya diperintah oleh dinasti Ilkhan. Ilkhan adalah gelar yang
diberikan kepada Hulagu.[16]
Dengan demikian, umat Islam dipimpin
oleh seorang raja (Hulagu) yang beragama Syamanism. Setelah meninggal tahun
1265 M, Hulagu digantikan oleh Anaknya, Abaga – berkuasa antara 1265-1282 M –
yang beragama Kristen. Lalu digantikan oleh Ahmad Teguder (1282-1284 M). Karena
beragama Islam, dia ditentang oleh para pembesar kerajaan. Dia kemudian
ditangkap dan dibunuh oleh Arghun yang menggantikannya menjadi raja (1284-1291
M).[17] Ia adalah raja yang sangat kejam
terhadap umat Islam. Mahmud Ghazan (1295-1304 M), raja yang ketujuh dan
raja-raja yang berkuasa setelahnya semuanya adalah pemeluk agama Islam. Di masa
mereka, Islam meraih kemenangan yang sangat besar terhadap agama Syamanism.
Sejak itu pula, orang-orang Persia mendapatkan kemerdekaannya kembali.[18]
C. Penyerbuan-Penyerbuan Timur
Lenk.
Setelah lebih dari satu abad umat
Islam menderita dan berusaha bangkit dari kehancuran akibat serangan bangsa
Mongol, malapetaka yang tidak kurang dahsyatnya datang kembali, yaitu serangan
yang juga dari keturunan bangsa Mongol. Berbeda dari Hulagu Khan dan
keturunannya pada dinasti Ilkhan, penyerang kali ini sudah masuk Islam, tetapi
sisa-sisa kebiadaban dan kekejaman masih melekat kuat. Serangan itu dipimpin oleh
Timur Lenk, yang berarti Timur si Pincang. Dia berhasil menaklukkan Tughluk
Temur dan Ilyas Khoja, dan kemudian dia juga melawan Amir Hussain (iparnya
sendiri). Selanjutnya dia memproklamirkan dirinya sebagai penguasa tunggal di
Transoxiana, pelanjut Jagati dan Turunan Jengis Khan.[19]
Timur Lenk lahir di Kesh
(sekarang Khakhrisyabz, "kota hijau", Uzbekistan), sebelah selatan
Samarkand di Transoxiana, pada tanggal 8 April 1336 M/25 Sya'ban 736 H. Ayahnya
bernama Taragai, kepala suku Barlas, keturunan Karachar Noyan yang menjadi
menteri dan kerabat Jagatai, putera Jengis Khan. Suku Barlas mengikuti Jagatai
mengembara ke arah barat dan menetap di Samarkand. Taragai menjadi gebernur
Kesh. Keluarganya mengaku keturunan Jengis Khan sendiri.[20]
Sejak usia masih sangat muda,
keberanian dan keperkasaannya yang luar biasa sudah terlihat. Ia sering diberi
tugas untuk menjinakkan kuda-kuda binal yang sulit ditunggangi dan memburu
binatang-binatang liar. Sewaktu berumur 12 tahun, ia sudah terlibat dalam banyak peperangan dan
menunjukkan kehebatan dan keberanian yang mengharumkan namanya. Sejarah keperkasaannya bermula
setelah Jagatai wafat, masing-masing Amir melepaskan diri dari pemerintahan
pusat. Timur Lenk mengabdikan diri pada Gubernur Transoxiana, Amir Qazaghan.
Ketika datang serbuan Tughluq Temur Khan (Moghulistan), Timur Lenk bangkit
memimpin perlawanan kaumnya. Melihat keberanian dan kehebatannya, Tughluq Temur
menawarkan jabatan gubernur di negeri kelahirannya. Tawaran itu diterima.
Tetapi, setahun setelah pengangkatannya (1361 M), Tughluq Temur mengangkat
puteranya, Ilyas Khoja menjadi gubernur Samarkand dan Timur Lenk menjadi
wazirya. Tentu saja Timur Lenk menjadi berang. Ia segera bergabung dengan cucu
Qazaghan, Amir Husain, mengangkat senjata memberontak terhadap Tughluq
Temur.[21]
Timur Lenk berhasil mengalahkan Tughluq
Temur dan Ilyas Khoja. Setelah itu ambisi Timur Lenk untuk menjadi raja besar
segera muncul. Karena itulah, ia kemudian memaklumkan perang melawan Amir
Husain (iparnya). Ia berhasil mengalahkan dan membunuh Amir Husain di Balkh.
Setelah itu, ia memproklamirkan diri sebagai penguasa tunggal di Transoxiana,
pelanjut Jagatai keturunan Jengis Khan. Pada 10 April 1370 M, sepuluh tahun
pertama pemerintahannya, ia berhasil menaklukkan Jata dan Khawarizm dalam
sembilan ekspedisi.
Setelah Jata dan Khawarizm
ditaklukkan, kekuasaannya mulai kokoh. Timur Lenk mulai menyusun rencana untuk
mewujudkan ambisinya menjadi penguasa besar, dan berusaha menaklukkan
daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Jengis Khan. Ia berkata,
"Sebagaimana hanya ada satu Tuhan di alam ini, maka di bumi seharusnya
hanya ada seorang raja".
Pada tahun 1381 M, ia menaklukkan
Khurasan. Setelah itu menyerbu ke arah Herat. Ia terus melakukan serangan dan
berhasil menduduki Afghanistan, Persia, Fars dan Kurdistan. Di setiap negeri
yang ditaklukkannya, ia membantai penduduknya. Di Sabzawar, Afghanistan, ia
membangun menara yang disusun dari 2000 mayat manusia yang dibalut dengan batu
dan tanah liat. Di Isfa, ia membantai lebih kurang 70.000 penduduk.
Kepala-kepala dari mayat-mayat itu dipisahkan dari tubuhnya dan disusun menjadi
menara. Dari sana ia melanjutkan ekspansinya ke Irak, Syria dan Anatolia
(Turki). Tahun 1393 M, ia menghancurkan dinasti Muzhaffari di Fars dan
membantai amir-amirnya. Tahun itu pula Baghdad dijarahnya, dan setahun kemudian
ia berhasil menduduki Mesopotamia. Penguasa Baghdad saat itu, Sultan Ahmad
Jalair, melarikan diri ke Syria. Ia kemudian menjadi Vassal dari Sultan Mesir,
al-Malik al-Zahir Barquq. Penguasa dinasti Mamalik yang berpusat di Mesir ini
adalah satu-satunya raja yang tidak berhasil ditundukkannya. Utusan-utusan
Timur Lenk yang dikirim ke Mesir untuk perjanjian damai, sebagian dibunuh dan
sebagian lagi diperhinakan, kemudian disuruh pulang ke Timur Lenk.[22]
Karena Sultan Barquq tidak mau
mengekstradisi Ahmad Jalair yang berada dalam perlindungannya, Timur Lenk
kemudian melancarkan invasi ke Asia Kecil menjarah kota, Takrit, Mardin dan
Amid. Di Takrit, kota kelahiran Salahuddin al-Ayyubi, ia membangun sebuah
piramida dari tengkorak kepala korban-korbannya. Pada tahun 1395 M, ia menyerbu
daerah Qipchak. Kemudian menaklukkan Moskow yang didudukinya selama lebih dari
setahun. Tiga tahun kemudian ia menyerang India. Di India Utara, ia membantai
80.000 Penduduka New Delhi.[23]
Dalam rangka pembangunan masjid di
Samarkand, ia kemudian mempekerjakan 90 ekor gajah untuk mengangkat batu-batu
besar dari Delhi ke Samarkand. Setelah fondasi masjid dibangun, tahun 1399 M,
Timur Lenk berangkat memerangi Sultan Mamalik di Mesir yang membantu Ahmad
Jalair, penguasa Mongol di Baghdad yang lari ketika ia menduduki kota itu
sebelumnya, dan memerangi Kerajaan Usmani di bawah Sultan Bayazid I. Dalam
perjalanannya itu, ia menaklukkan Georgia. Di Sivas, Anatolia sekitar 4000 tentara
Armenia dikubur hidup-hidup untuk memenuhi sumpahnya bahwa darah tidak akan
tertumpah bila mereka menyerah.[24]
Pada tahun 1400 M ia memasuki daerah
Syria bagian utara. Tiga hari lamanya Aleppo dihancurleburkan. Kepala dari
20.000 penduduk dibuat piramida setinggi 10 hasta dan kelilingnya 20 hasta
dengan wajah mayat menghadap keluar. Banyak bangunan seperti sekolah dan masjid
yang berasal dari zaman Nuruddin Zanki dan Ayyubi dihancurkan. Hamah, Hims dan
Baklabak jatuh ketangannya. Pasukan Sultan Faraj dari Kerajaan Mamalik dapat
dikalahkannya dalam suatu pertempuran dahsyat sehingga Damaskus jatuh ke
tangannya tahun 1401 M. Akibat peperangan itu masjid Umayyah yang bersejarah
rusak berat tinggal dinding-dindingnya saja yang masih tegak. Ia memerintahkan
ulama yang menyertainya untuk mengeluarkan fatwa membenarkan
tindakan-tindakannya itu. Dari Damaskus penakluk liar ini kembali bergerak
menuju Baghdad untuk membalas dendam atas kematian beberapa pejabatnya, dan
melakukan pembantaian besar-besaran terhadap 20.000 penduduk, kemudian memenuhi
kota dengan sekitar 120 tumpukan kepala korban-korban keganasannya.[25]
Kerajaan Usmani, oleh Timur Lenk
dipandang sebagai tantangan terbesar, karena kerajaan ini menguasai banyak
daerah bekas imperium Jengis Khan dan Hulagu Khan. Bahkan, Sultan Bayazid,
penguasa tertinggi kerajaan ini sebelumnya berhasil meluaskan daerah
kekuasaannya ke daerah-daerah yang sudah ditaklukkan oleh Timur Lenk. Karena
itu Timur Lenk sangat berambisi mengalahkan kerajaan ini. Ia mengerahkan bala
tentaranya untuk memerangi tentara Bayazid I. Di Sivas terjadi peperangan hebat
antara kedua pasukan itu. Timur Lenk keluar sebagai pemenang dan putera Bayazid
I, Erthugrul, terbunuh dalam pertempuran tersebut.
Pada tahun 1402 M terjadi
peperangan yang menentukan di Ankara. Tentara Usmani kembali menderita
kekalahan, sementara Sultan Bayazid sendiri tertawan ketika hendak melarikan
diri dan akhirnya meninggal dalam tawanannya. Timur Lenk melanjutkan
serangannya ke Broessa, ibu kota lama Turki, dan Syria. Setelah itu ia kembali
ke Samarkand untuk merencanakan invasi ke Cina. Namun, di tengah perjalanan,
tepatnya di Otrar, ia menderita sakit yang membawa kepada kematiannya. Ia
meninggal tahun 1404 M, dalam usia 71 tahun. Jenazahnya dibawa ke Samarkand untuk
dimakamkan dengan upacara kebesaran.[26]
Sekalipun ia terkenal sebagai
penguasa yang sangat ganas dan kejam terhadap para penentangnya, sebagai muslim
Timur Lenk tetap memperhatikan pengembangan Islam. Bahkan dikatakan, ia seorang
yang saleh. Konon, ia adalah penganut Syi'ah yang taat dan menyukai tasawuf
tarekat Naqsyabandiyyah. Dalam setiap perjalanannya ia selalu membawa serta
ulama-ulama, sastrawan dan seniman. Ulama dan ilmuwan dihormatinya. Ketika
berusaha menaklukkan Syria bagian utara, ia menerima dengan hormat sejarawan
terkenal, Ibnu Khaldun yang diutus Sultan Faraj untuk membicarakan perdamaian.
Kota Samarkand diperkayanya dengan bangunan-bangunan dan masjid yang megah dan
indah. Di masa hidupnya kota Samarkand menjadi pasar internasional, mengambil
alih kedudukan Baghdad dan Tabriz. Ia datangkan tukang-tukang yang ahli,
seniman-seniman ulung, pekerja-pekerja yang pandai dan perancang-perancang
bangunan dari negeri-negeri taklukannya; Delhi, Damaskus dan lain-lain. Ia
meningkatkan perdagangan dan industri di negerinya dengan membuka rute-rute
perdagangan yang baru antara India dan Persia Timur. Ia berusaha mengatur
administrasi pemerintahan dan angkatan bersenjata dengan cara-cara rasional dan
berjuang menyebarkan Islam.[27]
Setelah Timur Lenk meninggal, dua
orang anaknya, Muhammad Jehanekir dan Khalil, berperang memperebutkan
kekuasaan. Khalil (1404-1405 M) keluar sebagai pemenang. Akan tetapi, ia hidup
berfoya-foya menghabiskan kekayaan yang ditinggalkan ayahnya. Karena itu
saudaranya yang lain, Syah Rukh (1405-144 7 M), merebut kekuasaan dari
tangannya. Syah Rukh berusaha mengembalikan wibawa kerajaan. Ia seorang raja
yang adil dan lemah lembut. Setelah wafat, ia diganti oleh anaknya Ulugh Bey
(1447-1449 M), seorang raja yang alim dan sarjana ilmu pasti. Namun, masa
kekuasaannya tidak lama. Dua tahun setelah berkuasa ia dibunuh oleh anaknya
yang haus kekuasaan, Abdal-Latif (1449- 1450 M). Raja besar dinasti Timuriyah
yang terakhir adalah Abu Sa'id (1452-1469 M). Pada masa inilah kerajaan mulai terpecah
belah. Wilayah kerajaan yang luas itu diperebutkan oleh dua suku Turki yang
baru muncul ke permukaan, Kara Koyunlu (domba hitam) dan Ak Koyunlu (domba
putih). Abu Sa'id sendiri terbunuh ketika bertempur melawan Uzun Hasan,
penguasa Ak Kdyunlu.28.