Sunday, July 27, 2014

Khutbah PilihanIdul Fitri





Khutbah PilihanIdul Fitri Senin, 28 Agustus 2014



Rakib Jamari
Naskah Khutbah Idul Fitri 1435 H. Dr.Drs. M.Rakib, S.H.,M.Ag Riau Indonesia.
"CIRI-CIRI ORANG YANG MENGENAL ALLAH"


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTw40s4NgejzzadBMS-Q-DJ4naArCR_hUZ5p-oQisWvF8EgNKTjXSADcPfvXbMnqDW4z2M0rqfyT9Lht-JJoSmuGly2OPmN7i74R69OCPKcZ6BxVWatFcCni7sUOJoj6gkull2QcHjUoI/s200/takabal-aalah-promo+copy.png 
Ciri-ciri orang yang mengenal Allah

 

الله أكبر كبيرا 

 والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة   واصيلا . لااله إلا الله وحده . صدق وعده.  ونصر عبده. وأعز جنده وهزم الأحزاب وحده . لااله إلا الله ولا نعبد إلا إياه مخلصين له الدين  ولو كره الكافرون .

الحمد لله , الحمد لله رب العلمين , والصلاة والسلام على المبعوث رحمة للعالمين , وعلى آله وصحبه حملة لواء الدين , وانجم الهداية للمقتدين والواصلين

اشهد أن لا اله إلا الله وحده لا شريك له الملك الحق المبين . واشهد أن محمد عبده ورسوله النور المبين والسراج المنيرخاتم النبيين.

اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى آله واصحبه وأزواجه وذرياته ومن تبعهم إلى يوم الدين .

أما بعد  : فيا إخوان الكرام  ,  اتقوا الله تعالى  فقد فاز المتقون.

قال الله تعالى في القران الكريم  : وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

Allahu Akbar 3 x Allahu Akbar walillahil hamd
Jamaah Shalat Id Rohimakumullah

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Ciri-ciri orang yang mengenal Allah
Betapa banyaknya orang yang mengucapkan kalimat Allahu akbar, tapi dia tidak kenal dengan Allah.
Ciri-ciri orang yang mengenal Allah ialah:
1.      Mengetahui pantanglarang Allah, dan benar-benar meninggalkan segala larangan-Nya.
2.      Mengenal segala sifat-sifat-Nya.
3.      Apabila disebut nama Allah,  ada getaran  di hatinya. Jika  di hatinya  tidak  ada getaran lagi, itulah tandanya dia tidak lagi bertuhan, atau tidak ada cita rasa ketuhanan di hatinya, atau dia telah membohongi naluri kamanusiaannya.

Ya Allah aku ingin merasakan getaran cinta kepada-Mu seperti dulu. Seperti ketika aku mengenal-Mu di balik surat Al-Fatihah-Mu yang Kau wajibkan untuk dibaca 17 kali sehari. Aku ingin mengenal-Mu, lebih dekat dan dekat...
Matin: Amiin.
Salik: Ya Allah, ajarkan aku tentang cinta seperti yang Kau ajarkan kepada kami dengan sifat-Mu, Rahman dan Rahim-Mu...Kasih dan Cinta-Mu...
Matin: Amiin...
Salik: Aku merasakan kerinduan kepada-Mu. Persis seperti ketika aku patah hati dengan pacar pertamaku. Bahkan lebih dahsyat lagi. Lebih dari itu. Sukar kujelaskan. Aku merasa sakit hati ketika cemburu. Rindu ketika tak bertemu. Dan, benci bercampur rindu. Susah kulupakan. Tapi, aku cinta dan sangat mencintai. Apakah kerinduanku kepada-Mu bertepuk sebelah tangan? Beri aku tanda bahwa Engkau dekat denganku. Aku ingin merasakannya.
Matin: Amiin.
Salik: Ya Allah, ampuni segala dosa-dosaku. Aku merasa hina di hadapan-Mu. Aku sering melalaikan perintah-Mu. Aku sering menganggap-Mu remeh. Aku sering menomer-duakan-Mu. Aku sering tak menyadari kehadiran-Mu dalam diriku sendiri. Maka, ajarkanlah aku untuk merasakannya. Ajari ruhku ini untuk mengenal-Mu lebih dekat.
Matin: Amiin.

Salik: Ya Allah...Aku ingin merasakan getaran jiwa seperti yang pernah dirasakan para nabi-Mu, para wali-Mu, dan orang-orang shaleh yang Kaucintai. Aku ingin mengenal-Mu sebelum matiku. Aku ingin menjadi kekasih-Mu sebelum Kau undang aku ke negeri akhirat-Mu. Aku ingin merasakan getarannya. Aku ingin.
Matin: Amiin. Doamu bagus sekali. Apakah sering mengucapkan munajat dan doa semacam ini?
Salik: Ya sering. Terutama dalam penghayatan shalat dan dzikir setelah shalat. Atau pada saat merenung di malam hari...Aku juga ingin jadi kekasih Allah. Aku juga mau jadi waliyullah. Boleh kan?
Matin: Boleh...Lagi pula, siapa yang melarang?!
Salik: Apa aku salah mengucapkan hal-hal yang kurasakan seperti itu?
Matin: Tidak ada salahnya. Karena setiap diri pasti memiliki potensi untuk menjalin komunikasi dengan Tuhannya. Masing-masing pasti memiliki gaya dan caranya masing-masing untuk mendekat dan merasakan getaran jiwa kepada Tuhannya.
Salik: Apakah dengan cara semacam itu bisa?
Matin: Bisa. Bukankah Dia yang menggerakkan jiwamu hingga mengucapkan doa semacam itu? Bukankah Dia pula yang menyadarkanmu untuk merasakan kerinduan, merasakan berdosa dan meminta ampunan kepada-Nya? Bukankah Dia pula yang membuat-Mu ingat dan segera memanggil-manggil-Nya dalam kesendirian-Mu?
Salik: Apakah itu juga yang disebut al-wajdu (getaran jiwa) seperti yang diajarkan Syekh Abdul Qadir Jailani dalam Sirrul-Asrar?

Matin: Ya. Benar. Getaran jiwa semacam itu harus diasah. Ada orang yang hanya mendengar suara kicau burung yang merdu lalu menangis tersedu-sedu, beristigfar dan bertasbih mengagungkan-Nya. Ada pula orang yang getar jiwanya membuncah saat selamat dari kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya. Bahkan, ada yang merasakan getar jiiwa yang begitu hebat, sejurus setelah dia mencuri dan hampir ketahuan oleh pemiliknya?
Salik: Mencuri? Hampir ketahuan?
Matin: Ya. Bisa jadi, saat dia mencuri lupa dengan Allah. Tak menyadari bahwa dirinya diperhatikan, dilihat dan disaksikan Allah dan malaikat-Nya. Namun, kesadarannya muncul justru saat aksi pencuriannya hampir diketahui, dia merasakan dag-dig-dug, takut, gelisah, bingung, lalu saat itu dia menyadari kesalahan dan mengingat Allah. Dan, meminta pertolongan Allah agar aksinya tidak ketahuan, agar diterima tobatnya, agar selamat dari kejaran orang, agar tidak dikroyok dan sebagainya.
Salik: Ohhhhh.
Matin: Doamu tadi adalah refleksi jiwamu. Jiwa yang sedang merasakan getaran untuk mengenali Tuhannya. Nikmati saja getarannya. Asah terus dengan dzikir-dzikirmu kepada Allah setiap hari. Lakukan dengan istiqamah. Insya Allah, kamu akan merasakan dan merasakan lebih dari itu.

Pada pagi 1 Syawwal ini umat Islam yang mengenal Tuhannya, akan  mengagungkan Allah dengan bertakbir “Allahu Akbar,” mengesakan Allah dengan kalimat tauhid “Laa Ilaaha Illallah,” dan memujiNya dengan bertahmid “Walillahilhamdu.” Demikianlah kalimat-kalimat suci dan mulia itu terdengar di segala tempat dan dari segala penjuru. Kalimat yang keluar melalui lisan muslimin dan muslimat, diiringi oleh senyum kebahagiaan, dan bersama dengan wajah-wajah ceria penuh kegembiraan. Bagi orang-orang yang telah berpuasa Ramadhan, hari ini adalah hari sukacita, ditambah lagi kegembiraan saat perjumpaan dengan Allah di akhirat nanti. Rasulullah telah menjamin dalam sabdanya:
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا: إذَا أفْطَرَ فَرِحَ وإذا لَقِيَ ربه فَرِحَ بصَوْمِهِ
“Orang yang puasa mempunyai dua kegembiraan, jika berbuka mereka gembira, dan jika bertemu Rabbnya mereka gembira karena puasa yang dilakukannya" (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Hari Raya ini memang layak untuk disambut dengan gembira dan penuh sukacita. Namun demikian hendaklah rasa gembira itu tidak membuat kita lalai dan hanya tergiur dengan kemegahan serta kemewahan duniawi. Hari raya ini bukanlah tempat untuk berlomba status dan adu gengsi, bukan ajang lomba busana, bukan saat untuk bersaing mencari sanjung dan puji manusia. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيم
“Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”
Firman Allah dalam surat Al-Anfal ayat 28 tersebut, dengan sangat tegas mengingatkan bahwa apa yang kita miliki di dunia ini adalah ujian. Sesungguhnya pakaian bagus yang kita kenakan, kendaraan yang kita naiki, dan rumah yang kita tinggali, adalah kekayaan yang diamanatkan oleh Allah kepada kita. Semua itu adalah titipan dan amanah yang diberikan oleh Allah sebagai ujian, agar dengan ujian tampak jelas siapakah di antara kita yang terbaik amalnya, agar jelas pula siapa di antara kita yang bersyukur dan siapa yang mengingkarinya.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Sebagian orang hanya merasa bahwa dirinya sedang diuji ketika ditimpa musibah dan kefakiran. Padahal Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah menjelaskan bahwa kesenangan dan berlimpahnya harta benda, adalah juga ujian dari-Nya. Allah berfirman dalam surat Al-Anbiya’ ayat 35:
وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Dan Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.”
Berkenaan dengan itu ayat tersebut, Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Allah akan menguji manusia dengan kesengsaraan dan kebahagiaan, dengan sakit dan sehat, dengan kekayaan dan kefakiran, dengan halal dan haram, dengan petunjuk dan kesesatan. Dengan demikian, tidaklah tepat jika perasaan sedang diuji itu muncul hanya saat datangnya musibah dan kefakiran, karena sebenarnya semua orang dalam setiap keadaan adalah sedang menjalani ujian dari-Nya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ
“Sesungguhnya setiap umat mendapatkan fitnah dan fitnah umat ini adalah harta.”(HR. At-Tirmidzy)
            Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkata:
مَا الْفَقْرُ أَخْشَى عَلَيْكُمْ
“Bukanlah kefakiran yang aku takutkan menimpa kalian,
وَلَكِنِّي أَخْشَى أَنْ تُبْسَطَ الدُّنْيَا عَلَيْكُمْ كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ،
Akan tetapi aku khawatir akan dibuka lebar (pintu) dunia kepada kalian, seperti telah dibuka lebar kepada orang-orang sebelum kalian…
Demikianlah apa yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Beliau mengingatkan bahwa diguyurkannya harta benda, dilimpahkannya kekayaan, dan dibukanya pintu-pintu kekayaan duniawi, adalah ujian berat. Gelimang harta yang menggiurkan, kemilau emas yang menggoda, megahnya istana yang merayu, adalah kekayaan sementara yang dapat menggelincirkan. Dan akibat dari dibukanya pintu-pintu kekayaan duniawi itu, Rasulullah bersabda:
فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا
Lalu kalian akan saling bersaing untuk mendapatkannya sebagaimana orang-orang sebelum kalian telah bersaing untuknya.
Terbukanya pintu-pintu kekayaan duniawi akan memunculkan persaingan untuk mendapatkannya. Semua orang hanya akan berlomba-lomba meraih kekayaan, memeras keringat dan membating tulang hanya untuk tujuan mendapatkan harta benda, dan segala do’apun hanya berisikan permohonan agar diberikan kekayaan. Kehormatan dan status sosial hanya diukur dengan harta benda. Akhirat sebagai tempat tinggal abadi di hari nanti tidak lagi mendapat perhatian. Dan halal haram juga tidak lagi dipedulikan. Karena itulah dalam akhir sabdanya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengingatkan bahwa jika hal itu terjadi, maka:
فَتُهلِكُكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُم
Kemudian (kemewahan) dunia itu akan membinasakan kalian seperti telah membinasakan mereka.”
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Kekayaan duniawi yang dimiliki oleh setiap orang adalah ujian, yang akan menempatkannya sebagai penghuni surga, atau harta itu akan menjadi jalan menuju neraka.  Oleh karenanya, wajib bagi setiap muslim yang telah diberi kelebihan harta benda oleh Allah, untuk menjadikan kekayaanya itu sebagai jalan menuju ridha-Nya, dengan zakat, infaq, dan shadaqah.
Sesungguhnya Allah telah memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang menafkahkan harta mereka fi sabilillah:
وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
“dan apa saja yang kau infaqkan maka Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rizqi yang sebaik-baiknya.” (Saba: 39)
            Sedangkan bagi orang-orang yang kikir dan tidak menafkahkan hartanya di jalan Allah, maka Allah memberikan ancaman:
وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلا يُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ * يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لأَنفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنتُمْ تَكْنِزُونَ
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (At-taubah: 34-35)
(اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ) (رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى اّلذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ) (رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ) والحمد لله رب العالمين

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook