Saturday, September 27, 2014

benturan yang cukup berarti anta ra Hukum Islam dan Undang-undang





SEDIKIT BENTURAN  ANTARA UU 23 DENGAN FIQIH

Ada sedikit  benturan yang cukup berarti anta
ra Hukum Islam dan Undang-undang Perlindungan Anak yang seringkali dianggap sekuler oleh banyak kalangan dalam memandang kekerasan pada pemb
eriaan hukuman dalam mendidik anak. Demikian menurut sebuah skripsi Mhs UIN Yogya, tahun 2010 yang lalu, yang lupa namanya..Walaupun secara umum masih dapat dibedakan antara kekerasan sebagai hukuman dalam mendidik anak yang
cenderung terukur, tidak keluar dari batas yang telah ditentukan serta
memiliki maksud dan tujuan yang jelas, dengan bentuk kekerasan sebagai pengani
ayaan yang cenderung tanpa batas dan lebih hanya sekedar pelampiasan lua
pan emosi terhadap anak atau bahkan dengan maksud yang jelas-jelas direncan
akan sebagai penyiksaan. Kekrasan dapat terjadi apabila potensi mental pada
diri seseorang tidak sesuai dengan realisasi aktualnya.28\Hal ini berarti ada orang lain yang
mempengaruhi dan ada cara untuk mempengaruhinya, jadi ada subject
dan object  yang dalam hal ini adalah manusia serta adanya tindakan.29  Kekerasan
dapat dilakukan oleh siapapun dan dalam kondisi apapun, tanpa terkecuali
kekerasan yang dilakukan oleh orangtua terhadap anknya. Hal ini menurut
Erich Fromm tidak bisa terlepas dari situasi dan kondisi lingkungan orangtua 28
Yayah Kisbiyah (et al), Melawan Kekerasan Tanpa Kekerasan, cet. I (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2000), hlm. 3.
29
I. Marsana Windu,
Kekuasaan dan Kekeraaan Menurut Johan Galtung,
cet. IV
(Yogyakarta: Kanisius, 2001), hlm.67-68.
22
semasa kecilnya, seperti pendidikan, teladan-telada
n buruk dan tatanan sosial
yang dapat mempengaruhi terjadinya tindakan yang be
ersifat destruktif.
30
Teori-teori di ataslah yang akan digunakan sebagai
landasan berfikir
dalam melihat fenomena tindak kekerasan yang dilaku
kan oleh orangtua
terhadap anak yang terjadi dalam rumah tangga. Seda
ngkan prinsip dasar yang
digunakan sebagai ruh atas kerangka teori di atas a
kan diambil dari al-Qur'an,
as-Sunnah dan kaidah-kaidah fiqhiyyah sebagaimana a
kan disebutkan berikut
ini:
Sebagaimana firman Allah dalam surat
al-Qas}as
}
:

#
& 23
 4
 5 6 78 #[1] & 9% ­
31
Ayat ini memberikan pemahaman bahwa manusia dilaran
g berbuat
kerusakan di muka bumi ini. Kerusakan adalah segala
sesuatu yang dapat
membuat kerugian bagi pihak lain, sehingga Allah sa
ngat membenci para
pelaku kerusakan. Tindakan pengrusakan ini sendiri
dapat menimpa siapa saja
dan apa saja serta dalam bentuk apapun juga, sepert
i pembunuhan,
penganiayaan dan perbuatan keji lainnya yang secara
jelas diharamkan oleh
Allah SWT.
Dalam ayat lain Allah berfirman:
30
Erich Feomm,
Akar Kekerasan: Analisis Sosio-Psikologis Atas Wata
k Manusia,
cet. I
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 34.
31
Al-Qas}as}
(28) : 77.
23
­ ­
‑0# ­
:
3
‑0";
‑,[1]

­
32
Ayat ini menjelaskan bahwa orangtua harus memperlak
ukan anak-
anak mereka dengan baik. Kata
<"
dalam "
­ ­
" tidak hanya bermakna
membunuh jiwa sang anak, melainkan dapat diartikan
larangan pembunuhan
kreativitas, perasaan, potensi, serta ruang gerak s
ang anak. Anak akan
berkembang secara tidak wajar dan akan menjadi musu
h bagi orangtua akibat
dari ketidakhati-hatian orangtua dalam mendidik ana
knya.
33
Adapun kaidah fiqh yang digunakan dalam teori ini a
ntara lain:
<;

 -&
34
Kaidah tersebut menekankan bahwa, walau bagaimanapu
n
ke-
mad}a>ra>t-an
harus dihilangkan. Artinya, segala bentuk perbuatan
yang dapat
merugikan orang lain adalah perbuatan yang dilarang
dalam Islam. Kaidah
lain yang berkaitan dengan ini adalah:
35
32
Al-An’
a>m
(6) : 151. Lihat juga M. Anies,
Anak
, hlm. 2.
33
M. Anies, "Anak dalam Perspektif Al-Qur'an: Kajian
dari Segi Pendidikan,"
Jurnal Al-
Jami'ah
, No. 54, Th. 1994, hlm. 3.
34
Asmuni Abdurrahman,
Qawa>’idul Fiqhiyyah
, cet. I (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hlm.
85.
35
Ibid.,
24
Sikap antisipatif ditawarkan oleh kaidah ini. Bagai
manapun juga
menolak atau menghindari
ke-mad}a>ra>t-an
harus lebih diutamakan dari pada
mendatangkan kemaslahatan. Kemudian pertimbangan un
tuk bersikap arif dan
bijaksana dalam menghadapi persoalan juga sangat di
tekankan oleh para alim
ulama, sebagaimana tersirat dalam kaidah berikut:
36
Di samping itu juga terdapat teori kekuasaan yang d
irumuskan oleh
Max Weber. Kekuasaan diartikan sebagai kemampuan un
tuk mengontrol
tindakan dari orang lain. Dalam sosiologi, kekuasaa
n sering diartikan sebagai
wewenang dan pengaruh (
influence
), yang keduanya merupakan unsur dari
kekuasaan itu sendiri. Weber berpendapat bahwa sese
orang yang memiliki
kekuasaan atau wewenang berhak untuk menentukan keb
ijakan-kebijakan atau
sanksi atas pelanggaran yang terjadi atas apa yang
telah ditetapkan, terhadap
orang lain atau kelompok yang berada di bawah kekua
saannya.
37
Jika berkaca pada pendapat Weber, orangtua dalam sa
tu keluarga
memiliki wewenang dan bertanggungjawab atas perkemb
angan dan
pertumbuhan anak baik jasmani maupun rohani. Kekuas
aan dan wewenang
tersebut, orangtua berhak melakukan apapun terhadap
anaknya (selama tidak
melampaui batas-batas
syar’i>
) dalam rangka menjalankan kewajiban dan
36
Ibid
., hlm. 83.
37
D. A Wila Huky,
Pengantar Sosiologi
, (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), hlm.
183.
25
tanggungjawabnya sebagai orangtua. Namun sangat dis
ayangkan bila dengan
dalih melaksanakan tanggungjawab tersebut banyak or
angtua yang justeru
bersikap semena-mena terhadap anak merek


Perlindungan anak Perspektif fiqh dan perundang
-
undangan
Djaenab
Al
-
Risalah
| Volume
10
Nomor
1
Mei 2010
1
PERLINDUNGAN ANAK
PERSPEKTIF FIQH DAN PERUNDANG
-
UNDANGAN
Djaenab
Dosen Universitas Islam Makassar
(UIM)
Abstra
ct
Children as duty from God
that
should be cared. They have rights and dignity that must
be respected. Parents have an obligation to raise and
to take
care
of
them in proper way
s
.
Islam discourages unlawful traditions such as killing children due to economic shortages
.
The development of
muslims’ thought is shifted from the formal
-
legalistic to moral
subtantifistik
that
provide an opportunity to understand a religious text in
polynterpretable. Islam is packed not in black and white, but
it
is packed in line with
the modernization and adabt
able to progress. This is a great way to fix the protection
rules for children, because today
it
tend
s
to the emergence of new mode
s
of crimes
toward
children.
The implementation of child protection in
Islamic law perspective
is realized in three
forms, th
e three
of them
aim
ed
to keep the
welfare
of children as one of the aims of
syari’at, that is nurtur
ing
our generation
.
C
hild
in religious view is holy
,
same as any other children.
They
should not be called
as a bastard, or an illegitimate child; because w
ho is guilty
is
the
parents
(the ones
who are illegal
)
.
Kata Kunci
:
Anak, fiqh dan Undang
-
U
ndang
Perlindungan anak Perspektif fiqh dan perundang
-
undangan
Djaenab
2
Al
-
Risalah
| Volume 10 Nomor 1 Mei 2010
PENDAHULUAN
anyaknya kasus kekerasan yang terjadi di Indonesia dianggap sebaga
i salah satu
indikator buruknya kualitas perlindungan anak. Keberadaan anak yang belum
mampu untuk hidup mandiri tentunya sangat membutuhkan orang
-
orang
sebagai tempat berlindung.
1
Rendahnya kualitas perlindungan anak di Indonesia banyak menuai kritik dari
berbagai kalangan masyarakat. Pertanyaan yang sering d
ilontarkan adalah
sejauhmana pemerintah telah berupaya memberikan perlindungan hukum pada anak,
sehingga anak dapat memperoleh jaminan atas kelangsungan hidup dan
penghidupannya sebagai bagian dari hak asasi manusia. Padahal, berdasarkan
Undang
-
Undang No.
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang berkewajiban
dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak adalah negara,
pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua.
Eksistensi anak sebagai pelanjut pengembangan misi agama dan misi ne
gara
perlu dikawal dengan penegakan aturan yang melindunginya, sebab anak
-
anak
termasuk kelompok lemah dan rawan dari perlakuan eksploitatif kaum dewasa. Di
tangan anak
-
anak bertumpu harapan akan kehidupan berbangsa dan beragama di hari
esok yang lebih sej
ahtera. Oleh karena itu, pengembangan pemikiran hukum, formal
dan non formal, harus turut mempertimbangkan ketercapaian fungsi anak sebagai
pengemban misi itu.
H.A.R. Gibb dalam bukunya
Muhammadanism, An Historical Survey
,
sebagaimana dikutip oleh Muhamma
d Muslehuddin
2
bahwa hukum Islam memiliki
jangkauan paling jauh dan alat yang efektif dalam membentuk tatanan sosial dalam
kehidupan masy
arakat Islam. Keluasan jangkauan hukum Islam ini menjadi potensi
besar untuk dilahirkannya fiqh anak yang
adabtable
dengan kemajuan zaman.
Bahkan Hoking, pakar hukum non
-
muslim dari Harvard University
mengatakan bahwa sebenarnya dalam sistem hukum Islam i
tu sendiri terdapat
kesiapan dan modal untuk berkembang dari dalam, tanpa memerlukan faktor
-
faktor
dari luar dan berkeyakinan bahwa hukum Islam mempunyai teori secara lengkap dan
teori
-
teori yang menjadi syarat untuk disebut sebagai sistem hukum.
3
Pengakuan ini,
seharusnya memotivasi umat Islam Indonesia, sehingga nuansa moral agama dan
kepribadian bangsa dapat menyatu memperkokoh benteng perlindungan anak.
Di samping fiqh global, di Indonesia telah ada beberapa peraturan pe
rundang
-
undangan yang bertujuan melindungi hak
-
hak anak. Antara lain, Undang
-
Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang
-
Undang Nomor 3 Tahun
1997 tentang Peradilan Anak, Undang
-
Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang
1
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom,
Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan Antara
Norma dan Realitas
(Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 122.
2
Muhammad Muslehuddin,
Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis
(Cet. I; Yogyakarta:
Tiara Wacana, 1991), h. 58.
3
Abdul M
anan,
op. cit.,
h. 65
.
B
Perlindungan anak Perspektif fiqh dan perundang
-
undangan
Djaenab
Al
-
Risalah
| Volume
10
Nomor
1
Mei 2010
3
Kesejahteraan Anak, dan seb
againya. Dalam makalah ini akan dilakukan analisis
komparatif.
PEMBAHASAN
Anak adalah amanat Allah Swt yang harus senantiasa dipelihara. Apapun
statusnya, pada dirinya melekat harkat, martabat, dan hak
-
hak sebagai manusia yang
harus dijunjung tinggi. Na
mun, pada kenyataannya betapa banyak anak yang
terlantar, tidak mendapatkan pendidikan karena tidak mampu, bahkan menjadi
korban tindak kekerasan. Hidupnya tidak menentu, masa depan tidak jelas dan rentan
terhadap berbagai upaya eksploitasi oleh oknum
-
oknu
m yang tidak bertanggung
jawab. Untuk mengatasi masalah
-
masalah ini, banyak upaya dilakukan sebagai bentuk
perlindungan terhadap anak tersebut. Hal inilah yang akan dibahas dalam makalah ini
dari perspektif Fiqh dan perundang
-
undangan di Indonesia.
1.
Kon
sep dan Implementasi Pe
rlindungan Anak Perspektif Fiqh
Syari’at Islam merupakan piranti perlindungan anak
dari tindak eksploitasi.
Hukum Islam sebagai salah satu norma yang dianut dalam masyarakat perlu dijadikan
landasan dalam mengkaji persoalan perlindungan anak. Elastisitas hukum Islam
dengan prinsip “
Shalih li Kulli Zaman wa Makan
” dan prinsip “
al
-
Hukmu Y
adurru ma’al
Illati Wujudan wa ‘Adaman
” menghendaki dilakukannya analogi dan interpretasi baru
sesuai dengan konteks fenomena kejahatan yang terjadi pada anak saat ini. Nilai
transedental yang melekat pada norma hukum Islam, merupakan kelebihan tersendiri
yang menyebabkan penganutnya lebih yakin bahwa jika ajaran agama dipahami
dengan baik, maka akan disadari pula betapa agama tidak menghendaki terjadinya
eksploitasi sesama manusia. Nilai
-
nilai penegakan keadilan, pencegahan kezaliman,
dan perlunya kerjasam
a dalam mengatasi masalah
-
masalah sosial merupakan misi
kemanusiaan yang dibawa agama. Namun demikian, nilai
-
nilai tersebut perlu
senantiasa diaktualkan dan diinterpretasikan kembali sesuai dengan perkembangan
terbaru modus kejahatan.
Antisipasi normatif
hukum Islam urgen dilakukan, karena tindak kekerasan
terhadap anak banyak diwarnai aksi perlakuan sadis, tidak berprikemanusiaan, atau
tidak lagi ada rasa kasih sayang pada dir
i pelaku. Padahal Rasulullah S
AW
menekankan perlunya kasih sayang dan saling men
ghargai di antara sesama,
sebagaimana hadis riwayat Anas bin Malik:
عن
انس
بن
مالك
قال
:
قال
النبي
صلى
الله
عليه
وسلم
ليس
منا
من
لم
يرحم
صغيرنا
ويوقر
كبيرنا
4
4
Al
-
Hafiz Jalaluddin al
-
Suyuthiy,
Sunan al
-
Nasaiy bi Syarh Jalaluddi al
-
Suyuthiy
, Jilid 4, Juz 7
(Beirut: Dâr al
-
Jiil, t.th.), h. 311.
Perlindungan anak Perspektif fiqh dan perundang
-
undangan
Djaenab
4
Al
-
Risalah
| Volume 10 Nomor 1 Mei 2010
Dari Anas bin Malik menuturkan, bahwa Rasulullah Saw bersabda: “tidak
termasuk golongan umatku mereka yang (tua) tidak menyayangi yang muda,
dan mereka yang (muda) tidak menghormati yang tua.” (HR
. Al
-
Nasaiy).
Mahmud Mahdi al
-
Istanbuli menegaskan, bahwa hati yang kosong dari rasa
cinta dan kasih sayang terhadap anak
-
anak, pertanda hati tersebut kasar dan keras.
Perlakuan dari hati yang kasar dan keras hanya akan menyebabkan anak
-
anak tumbuh
dalam
kubangan kebodohan dan kemalangan, karena memang sudah menjadi tabiat
anak
-
anak sejak mereka dilahirkan selalu membutuhkan bimbingan, arahan,
perhatian, dan asuhan.
5
Orang tua seharusnya menyayangi anaknya dengan segala prilaku, pemberian,
termasuk dalam memerintahkan anakn
ya. Suatu perintah harus dilandasi kasih
sayang, bukan amarah, kebencian, sehingga cenderung bersifat eksploitatif. Begitu juga
sebaliknya, anak seharusnya menghormati orang tuanya dengan tulus dan ikhlas,
bukan karena keterpaksaan.
Jika benar orang tua m
encurahkan kasih sayangnya, maka ia tidak mungkin
memaksa anaknya melakukan sesuatu, apalagi hal itu bertentangan dengan
kemaslahatan dirinya. Begitu juga sebaliknya, anak tidak akan mudah menentang
orang tua, jika ia benar
-
benar ingin memberikan penghorma
tan kepada orang tuanya.
Kedurhakaan anak atau orang tua tidak akan terjadi dalam keluarga yang penuh
dengan kasih sayang timbal balik.
6
Keluarga itu akan bahagia sebagaimana yang
digambarkan dalam QS. al
-
Rûm (30); 21
ô
`
Ï
B
u
r
ÿ
¾
Ï
m
Ï
G
»
t
ƒ
#
u
ä
÷
b
r
&
t
,
n
=
y
{
/
ä
3
s
9
ô
`
Ï
i
B
ö
N
ä
3
Å
¡
à
ÿ
R
r
&
%
[
`
º
u
r
ø
r
&
(
#
þ
q
ã
Z
ä
3
ó
¡
t
F
Ï
j
9
$
y
g
ø
Š
s
9
Î
)
Ÿ
@
y
è
y
_
u
r
N
à
6
u
Z
÷

t
/
Z
o
¨
Š
u
q
¨
B
º
p
y
J
ô
m
u
u
r
4
¨
b
Î
)
Î
û
y
7
Ï
9
º
s
Œ
;
M
»
t
ƒ
U
y
5
Q
ö
q
s
)
Ï
j
9
t
b
r
ã

©
3
x
ÿ
t
G
t
ƒ
Ç
Ë
Ê
È
Dan di antara tanda
-
tanda kekuasaan
-
Nya ialah dia menciptakan
untukmu isteri
-
isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan
-
Nya diantaramu
rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
bena
r
-
benar terdapat tanda
-
tanda bagi kaum yang berfikir.
Seorang anak tidak boleh dipekerjakan di luar batas kemampauannya. Sebagai
contoh Nia (15 tahun) diajak tetangganya bekerja di kota Bandung, orang tuanya
mengizinkannya pergi dengan harapan dapat memba
ntu ekonomi keluarga. Akan
tetapi, Nia dipekerjakan di pabrik tekstil dengan beban kerja yang sangat berat. Ia
bekerja dari pukul 07.00 sampai pukul 17.00 dan gajinya ditahan selama 10 bulan agar
5
Mahmud Mahdi al
-
Istanbuli,
Nisa’ Haula al
-
Rasul,
diterjemahkan oleh Ahmad Sarbaini dengan
judul
Isteri
-
isteri dan Puteri
-
puteri Rasulullah Saw serta Peranan Beliau terhadap Mereka
(Cet. II; Bandung:
Irsyad Baitus Salam, 2003), h. 231.
6
Faqihuddin Abdul Kodir dkk
., Fiqh Anti Trafiking
(Cet. I; Cirebon: Fahmina Institute, 2006), h.
100
-
101.
Perlindungan anak Perspektif fiqh dan perundang
-
undangan
Djaenab
Al
-
Risalah
| Volume
10
Nomor
1
Mei 2010
5
Nia tidak lari dari perusahaan.
7
Dalam kasu
s seperti ini perlu dilihat perspektif
fiqhnya.
Dalam pandangan fiqh, kasus ini merupakan pelanggaran dan kezaliman yang
berakibat pada kehidupan manusia. Pihak orang tua telah mengabaikan keselamatan
anaknya, karena anaknya bekerja di luar kemampuannya s
ebagai anak
-
anak. Tetangga
yang mengantar anak itu juga terlibat sebagai orang yang membukakan jalan
terjadinya kezaliman. Tetapi yang paling besar kesalahannya adalah majikan yang
mempekerjakan anak itu. Ia menahan gaji dan memberikan beban kerja lebih da
ri jam
kerja tanpa istirahat. Dasar pertimbangannya adalah bahwa dalam Islam dilarang
melakukan kezaliman baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain.
8
Dalam
hadis Qudsi disebutkan:
عن
ابي
ذر
قال
قال
رسول
الله
صلى
الله
عليه
وسلم
فيما
يروي
عن
ربه
تبارك
وتعالى
اني
حرمت
على
نفسي
الظام
وعلى
عبادي
فلا
تظالموا
9
Dari Abi Durr, ia berkata, Raulullah Saw menyampaikan hadis dari
Allah
yang Maha Suci dan Maha Tinggi: “Aku haramkan
kezaliman terhadap
diri
-
Ku dan terhadap hamba
-
Ku, maka
janganlah kamu saling menzalimi
satu sama lain.”
Demikian pula halnya majikan di
larang menahan upah buruh tanpa alasan
yang dapat dibenarkan.
Contoh kasus lain, Sudira (67) sudah yang keempat kalinya menawarkan setiap
anak yang dilahirkan isterinya kepada siapapun yang mau mengadopsinya. Mulai dari
anak pertama sampai anak yang keemp
at, ia serahkan kepada orang lain dengan
imbalan satu sampai tiga juta rupiah. Ia merasa tidak sanggup menghidupi anak dan
isterinya dari pekerjaan sebagai tukang becak di Jawa Barat. Ketika ditangkap dan
ditanya, ia menjawab terpaksa memberikan anak itu k
arena kemiskinan yang
melilitnya. Ia tidak bermaksud menjual anak, tetapi mengamanatkan kepada orang
lain yang sanggup memberi nafkah dan mendidiknya. Tetapi anehnya, ia tidak
mempedulikan ke mana anak itu di bawa, oleh siapa, dan dengan siapa ia hidup.
10
Dalam pandangan fiqh, anak adalah karunia sekaligus amanah. Oleh karena
itu, orang tua harus menjaga dan memeliharanya dengan baik. Islam mengecam tradisi
jahiliyah yang tega membunuh anak
-
anak mereka karen
a kesulitan ekonomi. Dalam
QS. al
-
An’am (6): 151, Allah Swt berfirman:
7
Ibid
., h. 143.
8
Ibid.
9
Abi Husain Muslim bin Hajjaj al
-
Qusyairiy al
-
Naisaburiy,
Shahih Muslim
, Juz 4 (Beirut: Dâr al
-
Kitab al
-
Ilmiyah, 1992M/1413 H), h. 132.
10
Faqihjuddin Abdul Kodir dkk.,
op. cit.
, h. 243.
Perlindungan anak Perspektif fiqh dan perundang
-
undangan
Djaenab
6
Al
-
Risalah
| Volume 10 Nomor 1 Mei 2010
(
Ÿ
w
u
r
(
#
þ
q
è
=
ç
F
ø
)
s
?
N
à
2
y
»
s
9
÷
r
r
&
ï
Æ
Ï
i
B
9
,
»
n
=
ø
B
Î
)
(
ß
`
ó
s
¯
R
ö
N
à
6
è
%
ã
ö

t
R
ö
N
è
d
$
­
ƒ
Î
)
u
r
(
Ÿ
w
u
r
(
#
q
ç
/
t

ø
)
s
?
|
·
Ï
m
º
u
q
x
ÿ
ø
9
$
#
$
t
B
t

y
g
s
ß
$
y
g
÷
Y
Ï
B
$
t
B
u
r
š
Æ
s
Ü
t
/
Dan janganlah kamu membunuh anak
-
anak kamu Karena takut
kemiskinan, kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan
jang
anlah kamu mendekati perbuatan
-
perbuatan yang keji, baik yang nampak
di antaranya maupun yang tersembunyi.
Ayat ini menegaskan bahwa orang tua tidak berhak merampas masa depan
anak, dengan menjualnya karena kekurangan biaya (ekonomi), Kata “membunuh”
dala
m ayat di atas, tidak hanya berarti membunuh keberlangsungan hidupnya, tetapi
juga menjerumuskan anak pada masa depan yang suram. Dalam ayat lain Allah Swt
memberikan wasiat agar setiap orang berpikir serius dan mempersiapkan anak
-
anaknya agar di kemudian
hari tidak menjadi orang yang lemah dan hina. QS. al
-
Nisa’(4): 9
|
·
÷
u
ø
9
u
r
š
ú
ï
Ï
%
©
!
$
#
ö
q
s
9
(
#
q
ä
.
t

s
?
ô
`
Ï
B
ó
O
Î
g
Ï
ÿ
ù
=
y
z
Z
p
­
ƒ
Í
h
è
Œ
$
¸
ÿ
»
y
è
Å
Ê
(
#
q
è
ù
%
s
{
ö
N
Î
g
ø
Š
n
=
t
æ
(
#
q
à
)
­
G
u
ù
=
s
ù
©
!
$
#
(
#
q
ä
9
q
à
)
u
ø
9
u
r
Z
w
ö
q
s
%
#
´
ƒ
Ï
y
Ç
Ò
È
Dan hendaklah takut kepada Allah orang
-
orang yang seandainya
meninggalkan
dibelakang mereka anak
-
anak yang lemah, yang mereka khawa
tir
terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar.
Abdurrahman bin Muhammad, seorang mufti Hadhramiyah, menyatakan:
tidak boleh menjual anak demi mencukupi ke
butuhan mereka, karena
memperdagangkan orang merdeka hukumnya haram.
11
Men
urut al
-
Syarbini, ayah tidak boleh mengajari pekerjaan yang justru
menghinakan anaknya, dan tidak boleh bagi orang tua mengajari anaknya pekerjaan
yang buruk, demi menjaga kemaslahatan anak. Wajib bagi orang tua, kakek, dan wali
mendidik dan mengajari anak
-
anaknya, bila anak tidak memiliki harta, maka biaya
pendidikannya dibebankan kepada orang yang wajib menafkahinya.
12
Jika yang diperdagangkan adalah anak maka dosa
nya lebih besar dibanding
orang dewasa, sebab menelantarkan mereka dari kesempatan untuk memperoleh hak
pendidikan dan perlindungan. Perdagangan anak juga berakibat pada problem
psikologis dan sosial. Yaitu, menjauhkan anak dari kasih sayang orang tuanya s
endiri
secara paksa. Tindakan ini merupakan sesuatu yang diharamkan dan termasuk dosa
besar. Ada dua pertimbangan mengapa hal ini diharamkan.
Pertama
, karena pada
dasarnya memperdagangkan manusia itu haram.
Kedua
, lebih dari itu karena anak
masih berada pa
da usia perlindungan dan belum memiliki pola pikir kedewasaan,
sehingga memiliki kerentanan sangat tinggi untuk dieksploitasi di luar kepentingan
dirinya. Ia justru seharusnya memperoleh hak
-
hak yang membuatnya bisa tumbuh
11
Abdurrahman bin Muhammad,
Bugyah al
-
Mustarsyidin
(Beirut: Dar al
-
Fikr, t.th.), h. 243.
12
Muhammad Khatib al
-
Syarbini,
Mugni al
-
Muhtaj
, Juz 3 (Beirut: Dar al
-
Fikr, t.th.), h. 458.



MUNZIR HITAMI (2)
1.Dipukul anak tidak shalat, apabila cara lain tidak ada lagi.
2.Di mana dikenal  istilah Hukum Islam
3.Bagaimana keberadaan hukum Ta’zir.

SUDIRMAN (3)
1.Kapan Konvensi PBB dan diratifikasi oleh Indonesia menjadi UU No.23 tahun (Analisis Sejarah)
2.Apakah ada keterangan tentang kekerasan non fisik, tapi juga bisa dipidana.
3.Apa yang dimaksud dengan Hukum Keluarga.

AMIR LUTHFI (4) 
1.Bagaimana penelitian dengan pendekatan sosiologis ?
2.Hukum Islam sebagai pembanding dari UU 23 th 2002 khususnya tentang konsep "kekerasan" terhadap anak. 

SAFRINALDI (5)
1.Hukum Islam dan UU Perlindungan anak, berbicara tentang obyek yang sama, yaitu tentang kekerasan.
2.Kekerasan terhadap anak, bukan hanya kekerasan fisik.
3.Bagaimana Law in forcmen perlindugnan anak.
4.Analisis harus dipertajam.

ARRAFII ABDUH (6)
1.Perhatikan Loc Cit  dan OP Cit
2.Perbedaan terjemahan dan tafsir.
3.Gunakan tafsir ayat-ayat hukum.

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook