MEMILIH PEMIMPIN KAFIR, ITU SUPER BID'AH
Dari sinilah kita mengetahui bahwasanya Islam menolak prinsip Machiavelli, yaitu tujuan menghalalkan segala cara. Islam juga tidak menerima berbagai cara kecuali yang bersih untuk mencapai tujuan yang mulia. Jadi, niat yang baik harus disertai juga dengan cara yang benar dan baik.
NIAT BAIK TIDAK DAPAT MENGUBAH SESUATU
[Lihat pembahasan lengkapnya di kitab ‘Ilmu Ushul al-Bida’ (hlm. 59-63) oleh Syaikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali bin ‘Abdul Hamid al-Halabi, cet. Daar ar-Rayah, th. 1417 H].
Ketika sebagian orang melakukan MEMILIH pemimpin kafir perbuatan bid’ah, mereka beralasan bahwa amal mereka dilakukan dengan niat yang baik, atau tidak bertujuan melawan (menentang) syari’at, atau tidak mempunyai pikiran untuk menambah sesuatu dalam agama, atau tidak terbersit dalam hati untuk melakukan bid’ah! Bahkan, sebagian mereka berdalil dengan hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam:
(( إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّـيَّاتِ. ))
“Sesungguhnya segala amal bergantung pada niat.”
Untuk menjelaskan sejauh mana tingkat kebenaran cara mereka menyimpulkan dalil dan beberapa alasan yang mereka kemukakan tersebut, maka dengan memohon pertolongan kepada Allah, kami akan jelaskan sebagai berikut.
Sesungguhnya wajib bagi seorang Muslim yang ingin mengetahui kebenaran yang sampai kepadanya serta hendak mengamalkannya adalah tidak BOLEH menggunakan sebagian dalil dengan meninggalkan sebagian yang lain. Akan tetapi, wajib baginya memperhatikan seluruh dalil secara menyeluruh hingga hukumnya mendekati kepada kebenaran dan menjauhi kesalahan. Demikianlah yang harus dilakukan apabila ia termasuk orang yang mempunyai keahlian dalam menyimpulkan dan menggunakan dalil.
Adapun yang benar dalam masalah yang penting ini, bahwasanya sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Sesungguhnya segala amal tergantung pada niat,” merupakan penjelasan tentang salah satu pilar dari dua pilar dasar setiap amalan, yaitu ikhlas dalam beramal dan jujur dalam batinnya. Adapun pilar kedua yaitu setiap amal harus sesuai Sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits:
(( مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هٰذَا مَالَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. ))
“Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu yang baru dalam urusan agama kami ini yang tidak ada keterangannya dari agama itu, maka amalan itu tertolak.”
[Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 2697). dan Muslim (no. 1718 [17,18])]
Demikianlah kebenaran yang dituntut setiap orang untuk merealisasikan dalam setiap pekerjaan dan ucapannya.
Atas dasar inilah kedua hadits agung tersebut menjadi pedoman agama, baik yang pokok maupun cabangnya, juga yang lahir dan batinnya. Di mana hadits: “Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niat” sebagai timbangan amal yang batin. Sedangkan hadits: “Barang siapa yang mengerjakan suatu amal yang tidak ada keterangannya dari kami maka dia tertolak” sebagai tolok ukur lahiriah setiap amal. Tidak ada contoh dari Rosul, bagaimana memilih pemimpin yang kafir. Itu bid'ah sesat, sat, sat, sat, sesatttttt.
No comments:
Post a Comment