Thursday, September 10, 2020

PERAYAAN  MAULID DI RUMBIO DAN AIRTIRIS KAMPAR RIAU

Catatan Ketika Remaja Dr.Mura

Pekanbaru Riau

  Ketika remaja, penulis(M.Rakib) di Pulau Jambu Airtiris, perbatasan dengan Rumbio Jaya, sering melihat ibu-ibu membuat lomang puluik, di setiap perayaan. Pada tahun 1974 penulis bertanya “ Iko lomang untuok apo amak-amak?, Mereka menjawab, “Ayi Ghayo Muluk kini ma’., artinya Hari Raya Maulud sekarang ini. Penulis merasa aneh, karena di tempat tinggal penulis sebelumnya, Penyalai Kuala Kampar tidak pernah mendengar istilah “Perayaan Maulud”. Setelah dibaca kitab kuning, ternyata memang ada Hari Raya Maulid lebih besar dibandingkan Hari Raya Idul Adha dan Idul Fitri, kata Muhammad Alawi Al-Maliki:

   Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki, seorang Ahli Hadits terkenal yang merupakan keturunan Nabi dari jalur Hasan. Beliau lahir di Mekkah pada tahun 1365 H/1944 M dari keluarga Al-Maliki Al-Hasani menjelaskan secara rinci dalil tentang Maulid Nabi. Kata Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki, hari kelahiran (Maulid) Nabi lebih besar dan lebih agung daripada dua hari raya. Sebab beliaulah (Rasulullah SAW) yang membawa 'Ied (hari raya) dan berbagai kegembiraan yang ada di dalamnya. Karena berkat kelahiran Nabi juga kita memiliki hari-hari lain yang agung dalam Islam.

     Jika tidak ada Rasulullah, tentu tidak ada Nuzulul Quran, Isra Mikraj, Hijrah, kemenangan dalam Perang Badar, dan Futuh Mekah, yang semua itu terhubung langsung dengan Nabi dan kelahirannya. Tidak layak seorang muslim yang berakal bertanya, 'Mengapa kamu memperingatinya?' Seolah-olah dia bertanya, 'Mengapa kamu bergembira dengan adanya Nabi Muhammad SAW?'.

 

Dikutip dari  Rusman Siregar, Jum'at, 8 November 2019 - 05:15 WIB   Berikut dalil yang membolehkan memperingati Maulid Nabi:

1. Orang yang merayakan Maulid Nabi adalah sohibul Maulid sendiri, yaitu Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana dalam hadis shahih diriwayatkan Imam Muslim disebutkan, ketika Baginda Nabi ditanya mengapa berpuasa pada hari Senin, Beliau SAW menjawab, "Itu adalah hari kelahiranku." Inilah nash yang paling jelas menunjukkan bolehnya memperingati Maulid Nabi.

 

2. Gembira terhadap Rasulullah adalah perintah Alqur'an. Allah Ta'ala berfirman: "Katakanlah, 'Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira'." (Surah Yunus: 58). Jadi, Allah sendiri meminta kita untuk bergembira dengan rahmat-Nya, sedangkan Nabi SAW merupakan rahmat terbesar, sebagaimana disebut dalam Alqur'an. "Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam." (Al-Anbiya': 107).

3. Peringatan Maulid Nabi adalah ungkapan kegembiraan terhadap baginda Nabi. Ketika Suwaibah, hamba Abu Lahab (paman Nabi SAW) menyampaikan berita gembira tentang kelahiran Nabi Muhmmad, Abu Lahab pun memerdekakan budaknya sebagai tanda suka citanya. Kerana kegembiraan Abu Lahab merayakan kelahiran Rasulullah itu, di akhirat siksa terhadap dirinya diringankan setiap hari Senin dan keluar air surga dari celahan jarinya untuk minumannya. Demikianlah rahmat Allah terhadap siapapun yang bergembira atas kelahiran Nabi, termasuk juga terhadap kaum kafir sekalipun.

 

4. Memperingati Maulid Nabi SAW mendorong kita untuk bersalawat. Salawat itu diperintahkan oleh Allah Ta'ala. "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat atas Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah salam sejahtera kepadanya." (Al-Ahzab: 56).

 

5. Maulid Nabi adalah perkara yang dipandang baik oleh para ulama dan kaum muslimin. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Mas'ud. "Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, ia pun baik di sisi Allah, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin, ia pun buruk di sisi Allah."

 

Untuk diketahui, peringatan Maulid Nabi memang tidak ada di zaman Rasulullah sehingga sebagian orang menganggapnya bid'ah. Namun, bukan berarti semua bid'ah itu munkar dan sesat. Maulid Nabi adalah bid’ah hasanah (sesuatu yang baik). Sebab, ia termasuk di dalam dalil-dalil syara' dan kaedah-kaedah kulliyyah (yang bersifat global).

 

Imam Syafi’i mengatakan, adapun suatu kebaikan yang baru dan tidak bertentangan dengan kitabullah, sunnah, ijmak, atau sumber lain yang dijadikan pegangan adalah terpuji. Tidak semua bid'ah itu diharamkan. Jika haram, niscaya haramlah pengumpulan lembaran Alqur'an, yang dilakukan Sayyidina Abu Bakar, Umar, Zaid, Utsman, dan penulisannya di mushaf-mushaf karena khawatir hilang dengan wafatnya para sahabat penghafal Alqur'an. 

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook