Sunday, June 29, 2014

KURIKULUM BANGSA PENAKUT


LIHAT KURIKULUMNYA

BANGSA PEMALAS
LIHAT KURIKULUMNYA
Singa: Akan datang suatu masa, pemimpin anda adalah singa.
Pembantunya adalah serigala. Hakimnya adalah anjing.
                         (Hadits Daif al-Dailami).

KURIKULUM BANGSA PENAKUT                      DAN  PEMALAS


Buah duku, makan seulas,
Kalau dikulum, terasa manisnya.
Ingin tahu, bangsa pemalas,
Simaklah kurikulum, pendidikannya.

                          Pucuk palas, si daun palas,
                         Letakkan saja, di atas lemari. 
                         Bukan malas, sembarang malas.
                         Orang malas, tak akan mandiri.


Pulau Daik, banyak penyengat.
Pulau Karimun, banyak pegaga;
Kelingking berkait, tetap diingat,
Beribu tahun, dikenang juga.


                                          Pulau Pandan, jauh ke tengah,
                        Nampak dari, pantai Andalas.
                        Penipuan terbesar, tentang tanah,
                        Suratnya berlapis, tiga belas.

        Pada awal tahun 1980an, MAW Brouwer, seorang filosof Belanda yang pernah tinggal lama di Indonesia, pernah menjuluki Indonesia sebagai “Negara Pegawai”.  Julukan itu merujuk pada keinginan sebagian besar orang Indonesia ketika ditanya “ingin bekerja di mana” atau “ingin menjadi apa”.  Dalam pengamatan Brouwer, nyaris semua orang Indonesia ingin menjadi pegawai (negeri) alias PNS.

Itu yang, katanya, membedakan Indonesia dengan negara lain, khususnya Uni Soviet (dulu, sekarang negara itu sudah bubar, terpecah menjadi beberapa negara) dan China.  Uni Soviet dijulukinya “Negara Tentara”, karena semua orang ingin menjadi tentara.  Mungkin karena di sana (paling tidak: waktu itu) profesi sebagai tentara lebih menjanjikan kesejahteraan dibandingkan profesi lain.  Sementara itu, China dia juluki “Negara Buruh”, karena itulah yang menjadi cita-cita kebanyakan orang di sana.
Oleh karena itu, jangan heran kalau generasi orang tua kita selalu berkeinginan supaya anaknya (artinya: kita) kalau bisa menjadi PNS saja ketimbang profesi lain.  Bukan hanya menjadi karyawan, tapi spesifik: PNS!  Menjadi PNS dianggap sebagai jaminan masa depan yang cerah, bahkan saat sudah tidak bekerja sekalipun (karena adanya uang pensiun).  Menjadi pegawai swasta, gajinya mungkin lebih besar, tapi bagaimana nanti kalau pensiun?
Kalau kita, tentu banyak yang sudah tahu, bahwa semakin banyak perusahaan swasta yang mengembangkan program dana pensiun bagi karyawannya.  Artinya, bekerja sebagai karyawan swasta bukan berarti tidak memungkinkan kita menikmati uang pensiun, meskipun bentuknya tidak sama persis dengan uang pensiun untuk PNS.  Tapi ini kan bukan tentang persepsi kita, tetapi orang tua kita.
Menjadi PNS juga dianggap memberikan gengsi tersendiri.  Masalah gaji, bisa ‘diatur’.  Kalau merasa tidak cukup, biasanya selalu terbuka peluang untuk mencari sabetan.  Tidak baik sih, tapi kenyataannya, itu yang ada di fikiran banyak orang, mungkin sekali termasuk orang tua kita, ketika membayangkan tentang PNS.
Jangan heran, profesi sebagai pengusaha mandiri mungkin tidak pernah ada dalam bayangan orang tua kita.  Jangan heran juga, kalau dahi mereka mungkin segera berkerut ketika diberi tahu bahwa anaknya (sekali lagi, artinya: kita) akan membuka usaha sendiri di rumah.  Yang terbayang di kepala mereka adalah suramnya masa depan anak-cucunya.
Mertua juga befikir kurang lebih sama, karena mereka berasal dari generasi yang sama dengan orang tua kita.  Salah-salah, kita bisa dianggap sebagai kepala rumah tangga yang tidak bertanggung jawab kalau menghidupi keluarga ‘hanya’ dari kegiatan bisnis di rumah.
Tentu saja kesalahan persepsi itu perlu ‘diluruskan’.  Sudah dijelaskan di depan, bahwa bisnis di rumah juga punya potensi yang sangat besar untuk menjadi sumber penghasilan yang layak.  Kuncinya ada di kita sendiri.  Bisnis di rumah juga menawarkan berbagai macam hal yang berdampak positif terhadap kehidupan keluarga dalam wujud perbaikan kualitas kehidupan (quality of life).
Itulah mengapa berbicara dengan orang tua, dan mertua, merupakan salah satu langkah penting yang perlu diambil sebelum membuka bisnis di rumah.  Pada intinya, mereka perlu diyakinkan bahwa perekonomian keluarga anda akan baik-baik saja, meskipun dapur anda diasapi dengan hasil usaha sendiri di rumah.  Plus bahwa dengan menjalankan bisnis di rumah, waktu untuk keluarga akan semakin besar, sehingga kehidupan keluarga akan lebih baik.
Hal itu perlu dilakukan, meskipun orang tua/mertua tidak tinggal serumah dengan kita.  Kalau mereka tinggal serumah dengan kita, materi pembicaraan harus ditambah dengan bagaimana bisnis akan dilakukan, termasuk mekanisme kerja kita, sehingga nanti orang tua/mertua tidak merasa ‘terganggu’ dengannya.

PENIPUAN MELALUI UNTERNET


Pulau pisang, pulau pauh,
Pasirnya seperti, bintang di langit.
Penipuan yang  datang, dari jauh,
Masuk ke kamar, lewat internet.

                        Rumah jelek, serambi tak baik,
                        Ikan tenggiri, di dalam dulang;
                        Wajah jelek, prestasi baik,
                        Intelektual tinggi, dipuja orang.

Sapu tangan,  berbunga hijau,
Paduka membeli, pada  Yahudi;
Luka di tangan, karena pisau,
Luka bangsa, karena korupsi.

                       Sapu tangan, jatuh ke laut,
                       Dimakan oleh, ikan buntal.
                       Amboi berat, dosa disebut,
                       Menyembah Setan, demi jabatan.

Pinggiran muara, tidak berbukit,
Banyak bukit, di Tanjung Karang;
Korupsimu tuan, bukan sedikit,
Bisa dimakan, milyaran orang.

                 Si hidung bengkok, licin dan licik.
                 Si gigi jarang, suka berkorban.
                 Kalau ada , penemuan yang baik,
                Harus segera, anda patenkan.

Pesawat terbang,mesinnya besi,
Melayang-layang, di atas laut.
Semua sekolah,punya prestasi,
Masyarakat harus, ikut menyambut.

          Seluruh bahan tambang ada di Indonesia, seharusnya  membuat kita bangga atas kekayaan bangsa ini. Namun seringkali kita tidak menyadarinya dan justru  melihat "seribu kekurangan" negara ini. Yah, mari bersyukur karna kita  adalah warga Indonesia.*



No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook