YANG KELUAR DARI MULUTNYA ITU MAH KECIL
YANG TERSEMBUNYI, JAUH LEBIH BESAR
YANG TERSEMBUNYI, JAUH LEBIH BESAR
Catatan Ringan M.Rakib Jamari Riau
Ungkapan Ahok di masa lalu, menyulut demo 4 November 2016. Ibarat puncak gunung es di tangah lautan samudra, yang kelihatan di puncaknya hanya 10 persen, tapi di bawahnya tersembunyi 90 persen. Sejak awal misionaris dan misi zending serta orientalisme memang bertujuan untuk merusak tatanan dan sejarah dunia Islam, utamanya kitab suci agama Islam, terutama Quran Al-Maidah : 51 yang dari dulu menjadi sasaran kritis para orientalis. Mereka selalu berupaya meruntuhkan sakralitas al-Qur’an, namun sampai sekarang tidak pernah menuai keberhasilan. Upaya-upaya ini dilakukan sebagai akibat dari kebencian dan kedengkian atau lebih tepatnya kecemburuan Kristen atas kemajuan dunia Islam. Anggapan mereka bahwa Islam hanyalah agama buatan Muhammad si pemalsu kebenaran justru telah mampu mencapai kemajuan pesat jauh melampaui mereka.
Menurut Cak Nur, akar kebencian itu muncul dalam sejarah konfrontasi antara Barat dan Islam sejak masa Nabi Muhammad SAW. Konfrontasi itu terjadi pada tiga tingkat. Pertama, Tingkat Paham Kegamaan, dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa Islam adalah kelanjutan dari agama sebelumnya yaitu Kristen, akan tetapi Kristen menolak hal ini dan menganggap bahwa Islam adalah agama baru dan merupakan tantangan bagi Kristen. Kedua, Tingkat Sosial Politik, hampir seluruh kawasan Timur Tengah saat ini, kecuali jazirah Arabia dan Iran, dulunya adalah wilayah kekuasaan Kristen, termasuk Konstantinopel yang dulunya merupakan ibu kota Eropa, hingga akhirnya jatuh ke tangan Islam sampai sekarang. Ketiga, Tingkat Budaya, Budaya Barat adalah kelanjutan budaya Yunani Romawi. Meskipun orang Barat saat ini beragama Kristen, namun kekristenan mereka sering disebut “Kristen Barat” yang dikontraskan dengan “Kristen Timur”. Kristen Barat dianggap telah kehilangan akar semitiknya sebab telah di “Barat”kan. Jadi konfrontasi antara Islam dan Barat adalah konfrontasi dua budaya. Dalam sejarah Islam dan Kristen Timur bisa hidup berdampingan dan penuh toleransi, sedangkan dengan Kristen Barat justru sebaliknya penuh rasa permusuhan dan kebencian (Nurcholish Madjid 1995:251).
Meski sejarah awal orientalisme penuh dengan prasangka buruk dan ditujukan untuk merusak Islam dari dalam, namun dalam perkembangannya terutama di tahun-tahun terakhir, muncul orientalis-orientalis yang melakukan kajian secara objektif dan simpati terhadap Islam. Seperti Louis Massignon, Montgomery Watt, W.C. Smith, HAR Gib, Bernard Lewis, Annemarie Schimmel dan lain-lain. Pandangan-pandangan mereka terhadap Islam terkesan positif. Sebagaimana Montgomery Watt ketika menulis biografi Nabi Muhammad, dia tidak hanya melihat bukti-bukti bagaimana keagungan Muhammad dalam kehidupannya sehari-hari, tetapi studinya sampai pada sebuah keraguan mendasar yang mengganggu dirinya: “Jangan-jangan Muhammad benar-benar seorang Nabi.” Sambil menolak pandangan kolega-koleganya dari apa yang ia ragukan sendiri tentang keyakinannya, Watt mengatakan bahwa dia ingin menjawab tantangan yang diberikan Muhammad, dan penelitian tentang sosok Muhammad tidak akan pernah lengkap tanpa menjawab pertanyaan apakah ia memang benar-benar seorang Nabi yang harus kita akui. (Moeflich Hasbullah 2005:20)
Belajar dari sejarah orientalisme diatas, maka kita sebagai umat Islam sudah sepatutnya sadar dan menggiatkan kembali tradisi intelektual, bukan untuk balas dendam melainkan untuk meraih kembali kejayaan Islam.
No comments:
Post a Comment