Monday, July 22, 2013

BELAJARLAH DAGANG KEPADA MINANG, BELAJAR BAHAGIA KEPADA MELAYU, BELAJAR KERJA KEPADA JAWA

BELAJAR DAGANG KEPADA  MINANG, BELAJAR BAHAGIA KEPADA MELAYU, BELAJAR KERJA KEPADA JAWA



BELAJAR  BAHAGIA KEPADA ORANG MELAYU
CATATAN DARI PEKANBARU RIAU INDONESIA





(Ini Pandangan orang luar Melayu, tentang sisi positif karakter Melayu)
-  Orang Melayu tidak ada yang jadi pencopet
-  Orang Melayu idak ada jadi pengemis di bumi Lancang Kuning Riau.
-  Orang Melayu hanya ingin makan angin, tidak besar tuntutan
-  Orang besar toleransinya kepada pendatang.
-  Orang Melayu tidak ada yang menjadi PSK (sex commercials no way)

Monyet di Hutan Disusukan, Anak di Rumah Mati Kelaparan(Simbol Kecerdasan Emosional)

Bismillah ar rahman ar rahim.
Sepintas lalu lalu ucapan ini, bertentangan dengan kecerdasa logika otak kiri, tapi sangat sesuai dengan kecerdasan otak kanan.(Spiriyual Intelligence). Anak di rumah di telantarkan, karena sifatnya tidak mendesak. Sedangkan monyet, beruk di hutan disusukan, sifatnya mendesak, jika tidak dususukan,akan mati saat itu juga,ksihankan?Lepaskan sajadulu anak dipangkuan, kasihani  anak beruk yang sudah tiga hari tidak makan apa-apa. Betapa hebatnya derita anak monyet yang meregang nyawa, hanya karena induknya mati dierjang peluru, para pemburu liar.



Anak Kera di Hutan Disusui,Anak Sendiri di Rumah Kebuluran
P
eribahasa ini membayangkan sikap manusia yang mementingkan kepentingan oranglain sehingga meninggalkan atau mengetepikan hak dan kepentingan dirinya sendiri ataukeluarganya. Sanggup berkorban dan menolong individu lain sememangnya dipuji. Namun disebalik sifat terpuji itu, mereka menerima kesan buruk kerana mengabaikan kepentingansendiri semata-mata berbakti kepada orang lain. Bak kata pepatah, berbuat baik berpada-pada, buat jahat jangan sekali-kali. Peribahasa lain yang sama makna ialah; “anak dipangkudilepaskan, beruk di hutan disusukan” dan “anak di riba diletakkan, kera di hutan disusui”.Peribahasa “laki pulang kelaparan, dagang lalu ditanakkan” juga membawa maksud yangsama.
Oleh Siti Ruzaiha Mohd Riffin

P
eribahasa ini membayangkan sikap manusia yang mementingkan kepentingan oranglain sehingga meninggalkan atau mengetepikan hak dan kepentingan dirinya sendiri ataukeluarganya. Sanggup berkorban dan menolong individu lain sememangnya dipuji. Namun disebalik sifat terpuji itu, mereka menerima kesan buruk kerana mengabaikan kepentingansendiri semata-mata berbakti kepada orang lain. Bak kata pepatah, berbuat baik berpada-pada, buat jahat jangan sekali-kali. Peribahasa lain yang sama makna ialah; “anak dipangkudilepaskan, beruk di hutan disusukan” dan “anak di riba diletakkan, kera di hutan disusui”.Peribahasa “laki pulang kelaparan, dagang lalu ditanakkan” juga membawa maksud yangsama.
Oleh Siti Ruzaiha Mohd Riffin


Simak kebahagian seorang anak Melayu dalam percakapan berikut ini:  “Eehh,  ape pasal lak aku ni? tetiba nak bersastera2 lak. saje mengetest kemahiran Bahasa Melayu aku je.”

nak tau nape aku tetiba je nak kuarkan peribahasa ni? aku ni kan bakal misi. aku bakal jaga and dah pun jaga ramai orang. pagi tadi, aku dah jaga dan mandilap (tepid sponge) sorang makcik ni. masa aku lap2 die, aku terfikir, pernah ke aku wat camni untuk mak aku? bila mak aku demam sape yang lap2 untuk die? sape picit kepala die? sape picit kaki die?

tiap kali aku balik, kalau mak mintak urut, last2 aku lak yang mintak urut kat mak (mak aku reti la sikit2 ngurut ni). sedangkan jelas dah,

Israa [23]- Dan Tuhanmu telah perintahkan, supaya engkau tidak menyembah melainkan kepadaNya semata-mata dan hendaklah engkau berbuat baik kepada ibu bapa. Jika salah seorang dari keduanya atau kedua-duanya sekali, sampai kepada umur tua dalam jagaan dan peliharaanmu, maka janganlah engkau berkata kepada mereka (sebarang perkataan kasar) sekalipun perkataan “Ah” dan janganlah engkau menengking menyergah mereka, tetapi katakanlah kepada mereka perkataan yang mulia (yang bersopan santun)

hm.. ya Allah. korang pernah terfikir tak? korang sibuk berbakti kat orang lain, tapi ahli keluarga korang sendiri seolah2 terabai. aku akan kerja, insyaAllah dan aku akan jadi macam orang2 lain yang mengharap orang lain jaga mak ayah. sebab aku ada kerja. kerja aku jaga orang, sedangkan mak aku sendiri orang lain perlu jaga?

aku pun tak tau nak buat camne. aku pun xnampak lagi perancangan aku di masa depan camne. so far, aku cuma nak kerja jaga mak and adik2 aku. tu je yang ada. bab2 lain aku lum timbangkan- faham2 je lah. huhu...

1.      TANGKAPLAH SELURUH  PENGEMIS DI SUMATRA DAN JAWA
DENGARKAN INTIPLAH BAHASA IBU YANG DIGUNAKANNYA, PASTI BUKAN BAHASA MELAYU. RAZIA KTP-NYA BUKAN KTP RIAU ATAU BETAWI ATAU KEPRI ATAU  MELAYU DELI.
MENGAPA  DEMIKIAN?  KARENA MELAYU SUDAH BAHAGIA DENGAN APAPUN YANG DIA PUNYA. SISI  NEGATIF MELAYU ADALAH “MALAS”  ARTINYA MALAS MENGAMBIL HAK ORANG LAIN. SEGAN MEMPERTAHANKAN HAK MELALUI KONFLIK YANG SENGIT,KARENA ITU MELAYUJARANG MENJADI PENGACARA.
2.      ISTERI ORANG MELAYU,TIDAK PERNAH MENGHALAU SUAMINYA DI HARI TUA, SAAT TIDAKBERHARGA LAGI.
SEHINGGA LAKI-LAKI TUA MELAYU TIDAK AKAN  TIDUR DI SURAU. TIDAK AKAN DIHARDIK-HARDIK ISTRI SEPERTI KUCING SAKIT YANG BERLINDUNG DI SEBALIK SELEMBAR PAPAN.

3.      KETIKA TAHU DIRINYA TAK LAMA LAGI AKAN MENINGGAL DUNIA, ORANG MELAYU LAH YANG PALING SIAP, KARENA  ANAK-ANAK (BUDAK-BUDAK) MELAYU SUDAH DIAJARKAN RELA DAN PASRAH MENERIMA APA   ADANYA, TERMASUK MENERIMA TAMU YANG BERNAMA MALAIKAT MAUT, KARENA DI MASA HIDUPNYA TIDAK PERNAH PELIT DAN BERKELIT.

        Saat menuliskan judulnya, kami sendiri merinding tak habis. Membaca sebuah berita yang dilansir IndiaTimes, kami menemukan fakta bahwa saat seseorang tahu bahwa dirinya akan meninggal, ada yang bahagia, dan ada yang penuh dengan penyesalan.
Penelitian ini tak sengaja dilakukan oleh para suster di Australia, salah satunya Bronnie Ware, yang bertugas merawat dan menemani para pasien di rumah sakit tempatnya bekerja. Ia mengamati bagaimana pasien berjuang atas penyakitnya, bagaimana pasien merasa kesakitan atau menyerah. Dan, Bronnie juga umumnya menjaga pasien yang usia hidupnya sudah tak lama lagi.
Rata-rata pasien yang dirawat 12 minggu lamanya, kemudian mereka meninggal karena penyakit yang dialami atau karena menua.
Kemudian ia terinspirasi untuk mengumpulkan beberapa jawaban atas sebuah pertanyaan sederhana. Yang kemudian dipublikasikan dalam sebuah buku berjudul The Top Five Regrets of the Dying.
Dikatakan, bahwa sekian banyak pasien mengaku ada lima hal yang disesali menjelang ajal mereka.


Yang pertama, "seandainya saja aku punya keberanian untuk hidup dengan caraku, dan menjadi diriku sendiri. Bukan hidup demi orang lain, dan menjadi yang orang lain harapkan..."
Yang kedua, "seandainya aku tidak bekerja terlalu sibuk dan punya banyak waktu untuk diriku dan keluargaku..."
Yang ketiga, "seandainya aku punya keberanian mengungkapkan perasaan yang terpendam..."
Yang keempat, "seandainya aku selalu punya waktu untuk berkumpul dengan sahabat-sahabatku..."
Yang kelima, "seandainya aku membiarkan diriku merasakan kebahagiaan..." 
Tampaknya sepele, tetapi inilah pengakuan terbesar mereka yang sudah punya pengalaman hidup lebih lama dari kami, dari Anda... Yang kemudian melalui buku yang ditulis suster Bronnie Ware ingin menyampaikan pesan agar kelak Anda tidak menyesali hal yang sama.


Agar Anda punya keberanian menjadi diri sendiri. Hidup dengan cara Anda dan tidak hidup karena omongan orang lain.
Agar Anda pandai memanajemen waktu, sehingga masih punya waktu untuk diri sendiri dan keluarga.
Agar Anda punya keberanian mengungkapkan apa yang ada dalam perasaan Anda.
Agar Anda punya banyak waktu untuk sahabat-sahabat dan kerabat Anda.
Agar Anda memberikan kebahagiaan pada diri sendiri, dengan cara yang Anda suka. 

Jangan! Jangan biarkan nanti Anda mengalami penyesalan yang sama, karena hidup di dunia ini hanyalah sekali. Bukan untuk disesali. (vem/bee)
BACA JUGA:


Pak Cik Atan Handoyo  Orang Melayu memakai nama Jawa, supaya banyak teman dan berasimilasi diluar Melayu, adalah seorang pengusaha paling kaya nomor 2 di kotanya. Pak Cik Atan selalu mengajarkan pada keluarganya untuk menabung dan tidak boros. Meski mereka keluarga kaya, namun harus tetap bisa bijaksana dalam menggunakan uang dan harta yang mereka miliki.

Kendati begitu, Pak Atan Handoyo tahu bahwa anak-anaknya terlalu sering bergaul dengan teman-teman dari latar belakang yang sama. Oleh karena itu, Pak Handoyo ingin memberi pandangan lain pada anaknya yang mulai remaja itu.

Suatu ketika, saat liburan sekolah tiba, ia mengajak anaknya untuk bepergian ke desa. Ia ingin menunjukkan padanya suasana pedesaan yang jauh berbeda dengan kota yang riuh dan modern. Sang anak pun melihat rumah-rumah penduduk yang sepertinya seukuran dengan garasi mobil ayahnya.

Pak Handoyo mengatakan, "Lihat, Nak. Rumah-rumah ini lebih kecil dari rumah kita. Apakah kamu bisa melihat seberapa kaya mereka?"

Sang anak melihat ke arah pemukiman yang terhampar di hadapannya. "Iya. Kita punya 1 anjing, mereka punya banyak sapi. Kita punya kolam renang, mereka punya sungai yang besar. Kita punya lampu antik di rumah, mereka setiap malam bisa melihat bulan dan bintang," jawabnya.

Kemudian sang ayah bertanya, "Lantas bagaimana?"

Sang anak kembali menjawab, "Saat kita sering beli bahan makanan, mereka menanam dan memanen sendiri. Aku punya mainan, mereka punya teman. Kita dilindungi pagar yang tinggi dan kokoh, mereka punya tetangga yang saling menyapa. Kita punya tetangga yang punya anak seumuran denganku, tapi aku hampir tak pernah bertemu dengan mereka."

Mendengar jawaban ini, sang ayah tersenyum. Sang anak kemudian menyimpulkan, "Terima kasih, Ayah. Kau telah mengajarkan aku bahwa mungkin kita kaya dan punya segalanya, tapi mungkin.. hidup bukan sekedar tentang semua itu."

Sang ayah mengangguk sambil tersenyum, "Bukan uang yang membuat kita bahagia. Tapi kesederhanaan kecil yang mereka miliki yang sebenarnya membuat seseorang bisa bahagia. Teman, keluarga, sosialisasi, keterbatasan, kerja keras, solidaritas, hal-hal seperti ini sebaiknya kau pelajari sejak muda."

"Ayah tak langsung lahir sebagai orang kaya. Ayah ingin kamu belajar bahwa kebahagiaan lebih penting dari semua yang nanti akan ayah wariskan padamu," ujarnya.

Ladies, kemapanan memang bisa mencukupi kita. Seringkali kita berusaha keras untuk mencapai kemapanan dan kemakmuran. Namun, hidup tidak selalu mengenai kemapanan.

Sembari mencukupi materi, jangan lupa untuk selalu berbagi dan mengasihi. Hidup akan kosong bila kita hanya memikirkan target kerja dan materi, sementara tak diimbangi dengan tawa bahagia bersama mereka yang kita sayangi.

1 comment:

Komentar Facebook