AKU SEDANG BELAJAR
TAKHRIJ HADITS
BELAJAR TAKHRIJ HADITS
YANG ILMUNYA, TIADA HABIS
ULAMA MEMBERIKAN, SATU GARIS
MARI BELAJAR, DENGAN OPTIMIS
Metode dan Cara Takhrij Hadis Menurut
Para Ulama
Salah satu hal inti dalam melakukan takhrij adalah
mengetahui metode dan cara melakukan takhrij. Para ulama
mengemukakan pendapatnya tentang hal ini. Kali ini saya hendak merangkumkan
beberapa pendapat mereka di tulisan ini.
Menurut Mahmud Thahhan, dalam kitab Ushul at-Takhrij wa Dirasat al-Asanid:
Metode dan cara takhrij hadis itu ada 5 cara antara lain:
1. Dengan berpedoman pada perawi hadis dari tingkatan sahabat;
2. Dengan berpedoman pada kata pertama dalam redaksi (matan) hadis;
3. Dengan berpedoman pada kata yang paling asing/aneh/sedikit disebut dalam redaksi hadis;
4. Dengan berpedoman pada tema hadis;
5. Dengan berpedoman pada keadaan (kualitas) hadis, baik dari segi sanad ataupun matannya.
Menurut DR. Taufik Ahmad Saliman, dalam kitab Nadzarat fi Ilm at-Takhrij: ada 6 cara;
1. Dengan berpedoman pada perawi yang paling tinggi dalam sanad hadis (sahabat)
2. Dengan berpedoman pada kata pertama dalam redaksi (matan) hadis;
3. Dengan berpedoman pada kata asing dalam hadis
4. Dengan berpedoman pada tema hadis;
5. Dengan berpedoman pada keadaan (kualitas) hadis, baik dari segi sanad ataupun matannya.
6. Takhrij dengan menggunakan komputer.
Menurut DR. Abdul Muhdi bin Abdul Hadi, dalam buku Thuruq Takhrij al-Hadits, disebutkan bahwa metode takhrij itu ada 5 (lima):
1. Pedoman pada mathla' hadis
2. Pedoman pada redaksi hadis
3. Pedoman pada rawi yang paling tinggi
4. Pedoman pada tema hadis
5. Pedoman pada sifat hadis.
Menurut Ahmad bin Ayisy bin Abd Lathif Badr, dalam kitab Mabadi' at-Takhrij wa Dirasat al-Asanid, bahwa caranya ada 5 (lima):
1. Berpedoman pada matan, makna, dan sifat hadis;
2. Berpedoman pada kata pertama dalam redaksi (matan) hadis;
3. Berpedoman pada salah satu kata dalam redaksi (matan) hadis;
4. Berpedoman pada sifat tertentu pada redaksi hadis;
5. Berpedoman pada sifat salah satu perawi dalam sanad hadis.
Semua metode dan cara takhrij hampir sama. Untuk zaman sekarang ini, keberadaan komputer dengan program Syamilah dan beberapa softwere lainnya menjadikan pekerjaan takhrij hadis menjadi jauh lebih mudah. Berbeda sekali--tentu saja--dengan para ulama zaman dulu yang harus bolak-balik ribuan lembaran kitab hadis untuk menemukan sebuah hadis saja. Bayangkan saja, untuk menemukan satu hadis butuh waktu berapa lama? Zaman sekarang, dengan bantuan Syamilah kita bisa berhasil melakukan takhrij hanya dalam waktu beberapa menit saja.
Menurut Mahmud Thahhan, dalam kitab Ushul at-Takhrij wa Dirasat al-Asanid:
Metode dan cara takhrij hadis itu ada 5 cara antara lain:
1. Dengan berpedoman pada perawi hadis dari tingkatan sahabat;
2. Dengan berpedoman pada kata pertama dalam redaksi (matan) hadis;
3. Dengan berpedoman pada kata yang paling asing/aneh/sedikit disebut dalam redaksi hadis;
4. Dengan berpedoman pada tema hadis;
5. Dengan berpedoman pada keadaan (kualitas) hadis, baik dari segi sanad ataupun matannya.
Menurut DR. Taufik Ahmad Saliman, dalam kitab Nadzarat fi Ilm at-Takhrij: ada 6 cara;
1. Dengan berpedoman pada perawi yang paling tinggi dalam sanad hadis (sahabat)
2. Dengan berpedoman pada kata pertama dalam redaksi (matan) hadis;
3. Dengan berpedoman pada kata asing dalam hadis
4. Dengan berpedoman pada tema hadis;
5. Dengan berpedoman pada keadaan (kualitas) hadis, baik dari segi sanad ataupun matannya.
6. Takhrij dengan menggunakan komputer.
Menurut DR. Abdul Muhdi bin Abdul Hadi, dalam buku Thuruq Takhrij al-Hadits, disebutkan bahwa metode takhrij itu ada 5 (lima):
1. Pedoman pada mathla' hadis
2. Pedoman pada redaksi hadis
3. Pedoman pada rawi yang paling tinggi
4. Pedoman pada tema hadis
5. Pedoman pada sifat hadis.
Menurut Ahmad bin Ayisy bin Abd Lathif Badr, dalam kitab Mabadi' at-Takhrij wa Dirasat al-Asanid, bahwa caranya ada 5 (lima):
1. Berpedoman pada matan, makna, dan sifat hadis;
2. Berpedoman pada kata pertama dalam redaksi (matan) hadis;
3. Berpedoman pada salah satu kata dalam redaksi (matan) hadis;
4. Berpedoman pada sifat tertentu pada redaksi hadis;
5. Berpedoman pada sifat salah satu perawi dalam sanad hadis.
Semua metode dan cara takhrij hampir sama. Untuk zaman sekarang ini, keberadaan komputer dengan program Syamilah dan beberapa softwere lainnya menjadikan pekerjaan takhrij hadis menjadi jauh lebih mudah. Berbeda sekali--tentu saja--dengan para ulama zaman dulu yang harus bolak-balik ribuan lembaran kitab hadis untuk menemukan sebuah hadis saja. Bayangkan saja, untuk menemukan satu hadis butuh waktu berapa lama? Zaman sekarang, dengan bantuan Syamilah kita bisa berhasil melakukan takhrij hanya dalam waktu beberapa menit saja.
Ilmu Takhrij Hadits
ILMU TAKHRIJ HADIST
A. Pengertian.
Takhrij menurut bahasa memiliki beberapa
makna. Yang paling mendekati disini adalah adalah berasal dari kata kharaja (خرج)
yang artinya nampak dari tempatnya atau keadaaannya, dan terpisah, dan
kelihatan. Demikian juga kata al-ikhraj (الاخرج) yang artinya menampakkan dan
memperlihatkannya. Dan kata al-makhraj (المخرج) yang artinya tempat keluar dan
akhraj al-hadist wa kharajahu artinya menampakkan dan memperlihatkan hadist
kepada orang dengan menjelaskan tempat keluarnya.
Sedangkan menurut istilah muhaditsin,
takhrij diartikan dalam beberapa pengertian :
1. Sinonim dan ikhraj, yakni seorang
rawi mengutarakan suatu hadist dengan menyebutkan sumber keluarnya (pemberita) hadist
tersebut.
2. Mengeluarkan hadist-hadist dari
kitab-kitab, kemudian sanad-sanadnya disebutkan.
3. Menukil hadist dari kitab-kitab
sumber (diwan hadist) dengan menyebut mudawinnya serta dijelaskan martabat
hadistnya.
Rumusan Mahmud al-Thahhah tentang ta’rif
takhrij adalah :
التخريج
هو الدلالة على موضع الحديث فى مصادره الاصلية التى اخرجته بسنده ثم بيان مرتبته عند
الحاجة
“Takhrij ialah penunjukan terhadap
tempat hadist dalam sumber aslinya yang dijelaskan sanadnya dan martabatnya
sesuai dengan keperluan”.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan,
bahwa takhrij meliputi kegiatan :
a. Periwayatan (penerimaan, perawatan,
pentadwinan, dan penyampaian) hadist.
b. Penukilan hadist dari kitab-kitab
asal untuk dihimpun dalam suatu kitab tertentu.
c. Mengutip hadist-hadist dari
kitab-kitab fan (tafsir, tauhid, fiqh, tasawuf, dan akhlak) dengan menerangkan
sanad-sanadnya.
d. Membahas hadist-hadist sampai
diketahui martabat kualitas (maqbul-mardudnya).
B. Metode Takhrij
Takhrij sebagai metode untuk menentukan
kehujahan hadist itu terbagi kedalam 3 kegiatan, yakni (1.) Naql, (2.) Tashhih,
(3.) I’tibar.
1.
Takhrij Naql atau Akhdzu.
Takhrij dalam bentuk ini kegiatannya
berupa penelusuran penukilan dan pengambilan hadist dari beberapa kitab/diwan
hadist (mashadir al-asliyah), sehingga dapat teridentifikasi hadist-hadist
tertentu yg dikehendaki lengkap dengan rawi dan sanadnya masing-masing.
Berbagai cara pentakhrijan dalam arti
naql telah banyak diperkenalkan oleh para ahli hadist, diantaranya yg
dikemukakan oleh Mahmud al-Tahhan yg menyebutkan 5 tekhnik dalam menggunakan
metode takhrij sebagai al-Naql sbb :
a. Takhrij dengan mengetahui shahabat yg
meriwayatkan hadist.
b. Takhrij dengan mengetahui lafazh asal
matan hadist.
c. Takhrij dengan cara mengetahui lafazh
matan hadist yg kurang dikenal.
d. Takhrij dengan mengetahui tema atau
pokok bahasan hadist.
e. Takhrij dengan mengetahui matan dan
sanad hadist.
a. Metode takhrij / al-Naql melalui
pengetahuan tentang nama shahabat perawi hadist.
Metode ini hanya digunakan bilamana nama
shahabat itu tercantum pd hadist yg akan ditakhrij. Apabila nama shahabat tsb
tidak tercantum dalam hadist itu dan tidak dapat diusahakan untuk
mengetahuinya, maka sudah barang tentu metode ini tidak dapat dipakai.
Apabila nama shahabat tercantum pada
hadist tersebut, atau tidak tercantum tetapi dapat diketahui dengan cara
tertentu, maka dapat digunakan 3 macam kitab, yaitu : (1.) kitab-kitab musnad,
(2.) kitab-kitab mu’jam, dan (3.) kitab-kitab Athraf.
Kitab-kitab musnad adalah kitab-kitab
yang disusun berdasarkan nama shahabat, atau hadist-hadist para shahabat
dikumpulkan secara tersendiri.
Kitab-kitab musnad yang ditulis oleh
para ahli hadist itu sangatlah banyak, sebagian diantaranya sebagai berikut :
a. Musnad Ahmad bin Hanbal.
b. Musnad Abu Baqr Sulaiman ibn Dawud
al-Thayalisi.
c. Musnad Ubaidillah, dll.
Kitab Mu’jam adalah kitab yg ditulis
menurut nama-nama shahabat, guru, negeri atau yg lainnya, yg nama-nama tsb
diurutkan secara alfabetis. Kitab-kitab tersebut diantaranya :
a. Mu’jam al-Shahabah li Ahmad ibn
al-Hamdani.
b. Mu’jam al-Shahabah li abi Ya’la Ahmad
‘Ali al-Mashili, dan lain-lain.
2
Kitab Athraf adalah kitab yg
penyusunannya hanya menyebutkan sebagian matan hadist yg menunjukan
keseluruhannya. Kemudian sanad-sanadnya, baik secara keseluruhan atau
dinisbatkan pada kitab-kitab tertentu. Yang mana kitab ini biasanya mengikuti
musnad shahabat. Kitab-kitab Athraf itu diantaranya adalah :
a. Athraf al-Shahihain li Abi Mas’ud
Ibrahim Ibn Muhamad al-Dimasyiqi.
b. Athraf al-Shahihain li Abi Muhamad
Khalaf ibn Muhamad al-Wasithi, dll.
Manfaat dari kitab-kitab Athraf adalah :
1. Menerangkan berbagai sanad secara
keseluruhan dalam satu tempat, dengan demikian dapat diketahui apaka hadist itu
gharib, aziz, atau masyhur.
2. Memberitahu perihal siapa saja yg
diantara para penyusun kitab-kitab hadist yg meriwayatkan dan dalam bab apa
saja mereka mencantumkannya.
3. Memberitakan tentang berapa jumlah
dalam kitab-kitab yg dibuat athrafnya.
Dalam kitab-kitab Athraf hanya
diterangkan perihal sebagian matan hadist saja, maka untuk mengetahui lebih
lengkap perlu merujuk pada kitab-kitab sumber yg populer, yg ditunjukan oleh
kitab Athraf tersebut.
1. Kitab-kitab hadist yang disusun untuk
hadist-hadist yg popular dimasyarakat diantaranya :
a. Al-Tadzkirah fi Ahadist
al-musyitahirah li al-Zarkasyi.
b. Al-Darur al-Muntatsirah fi Ahadist
al-Mustahirah li al-Suyuti, dll
2. Kitab yg disusun secara alfabetis,
antara lain : Al-Jami’ al’Shadhir min hadist al-Basyir al-Nadhir Li Jalal
al-Din ‘Abdurahman Abi Bakr al-Suyuthi.
3. Kitab-kitab kunci atau indeks bagi
kitab-kitab tertentu antara lain :
a. Miftah al-Shahihain li al-Tauqadi.
b. Miftah li Ahadist Muwatha’ Malik,
dll.
b. Metode Takhrij /al-Naql melalui
pengetahuan salah satu lafazh Hadist.
Metode ini hanya menggunakan satu kitab
penunjuk saja, yaitu : “Al-Mu’jam al-Mufarhas li alfazh al-Hadist al-Nabawi”.
Kitab ini merupakan susunan orang orientalis barat yang bernama Dr.A.J.
Wensink, Dr.Muhamad Fuad ‘Abd al-Baqi, dll.
Kitab-kitab yang jadi rujukan dari kitab
ini adalah kitab yang Sembilan, diantaranya : Shahih Bukhari, shahih Muslim,
Sunan at-Tirmidzi, Sunan Abu Dawud, Sunan an-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Muwatha
Malik, Musnad Ahmad dan Sunan ad-Darimi. Yang mana masing-masing mempunyai kode
tersendiri.
c. Metode Takhrij /al-Naql melalui
pengetahuan tema hadist.
Metode ini akan mudah digunakan oleh
orang yang sudah terbiasa dan ahli dalam hadist. Orang yang awam akan hadist
akan sulit untuk menggunakan metode ini. Karena yg dituntut dari metode ini
adalah kemampuan menentukan tema dari suatu hadist yang akan ditakhrijkan. Baru
kemudian kita membuka kitab hadist pada bab dan kitab yang mengandung tema
tersebut.
Adapun kitab-kitab yang digunakan dalam
metode ini adalah kitab-kitab yg disusun secara tematis. Serta kitab-kitab ini
dapat dibedakan dalam 3 kelompok, yaitu :
1. Kitab-kitab yang berisi seluruh tema
Agama, diantaranya :
a. Al-Jami’ al-Shahih Li al-Bukhari.
b. Al-Jami’ al-Shahih Li Muslim.
c. Mustakhraj al-Ismaili, dll.
2. Kitab-kitab yang berisi sebagian
banyak tema-tema Agama, seperti kitab Sunan, yaitu :
a. Sunan Abi Dawud Li Sulaiman Ibn
al-Asy’ats al-Sijistan.
b. Al-Muwatha’Li al-Imam Malik Ibn Anas
al-Madani. Dll.
3. Kitab yang hanya berisi satu tema
Agama saja, sebagai contoh :
a. Al-Ahkam Li’Abd al-Ghani ibn ‘Abd
al-Wahid al-Muqdisi, dll.
d. Metode Takhrij melalui Pengetahuan
tentang sifat khusus matan atau sanad hadist.
Yang dimaksud dengan metode takhrij ini
adalah memperhatikan keadaan-keadaan dan sifat hadist yg baik yang ada pada
matan dan sanadnya. Yang pertama diperhatikan adalah keadaan sifat yang ada
pada matan, kemudian yang ada pada sanad lalu kemudian yang ada pada
kedua-duanya.
Dari segi matan : apabila pada hadits
itu tampak tanda-tanda kemaudhuan , maka cara yang paling mudah untuk
mengetahui asal hadits itu adalah mencari dalam kitab-kitab yang mengumpulkan
hadits-hadits maudhu. Dalam kitab ini ada yang disusun secara alfabetis antara lain
kitab al-mashnu’al-hadits al-maudhu’ li al syaikh ‘alal qori al-syari’ah. Dan
ada yang secara matematis, antara lain kitab tanzih al-syari’ah al-marfu’ah ‘an
al-ahadits al-syafiah al-maudhu’ah li al kanani.
Dari segi sanad : apabila dalam sanad
suatu hadits ada cirri tertentu, misalnya isnad hadits itu mursal, maka hadits
itu dapat dicari dalam kitab-kitab yang mengumpulkan hadits-hadits mursal.,
atau mungkin ada seorang perowi yang lemah dalam sanadnya, maka dapat dicari
dalam kitab mizan al-I’tidal li al- dzahahi.
Dari segi matan dan sanad : ada beberapa
sifat dan keadaan yang kadang-kadang terdapat pada matan dan kadang-kadang pada
sanad, maka untuk mencari hadits semacam itu, yaitu :
• ‘ilal al hadits li ibn abi hakim
al-razi
• Al-mustafad min mubhamat al-matn wa
al-isnad li abi zar’ah ahmad ibn al-rahim al-iraqi
2. Takhrij Tashhih
Cara ini sebagai lanjutan dari cara yang
pertama di atas, yang menggunakan pendekatan takhrij dan al-naql.
Tashhih dalam arti menganalisis
keshohihan hadits dengan mengkaji rawi, sanad dan matan berdasarkan kaidah.
Kegiatan tashih dilakukan dengan menggunakn kitab ‘Ulum al-Hadits yang
berkaitan dengan Rijal, Jarh wa al-Ta’dil, Ma’an al Hadits, Gharib al-Hadits dan
lain-lain.
Kegiatatn ini dilakukan oleh mudawwin (
kolektor) sejak nabi saw sampai abad III Hijriyyah, dan dilakukan o;eh para
syarih (komentator) sejak abad IV sampai kini.
3. Takhrij I’tibar
Cara ini sebagai lanjutan dari cara yang
kedua di atas, I’tibar berarti mendapatkan informasi dan petunjuk dari
literature, baik kitab yang asli, kitab syarah dan kitab Fan yang memuat
dalil-dalil hadits.
Secara teknis, proses pembahasan yang
perlu ditempuh dalam studi dan penelitian hadits sebagai berikut :
1. dilihat, apakah teks hadits tersenur
benar-benar sebagai hadits.
2. dikenal unsur yang harus ada pada
hadits, berupa rawi, sanad dan matan.
3. termasuk jenis hadits apa hadits
tersebut, dari segi rawinya, matanya dan sanadnya.
4. bagaimana kualitas hadits tersebut?.
5. Bila hadits itu maqbul, bagalmana
ta’amulnya, apakah ma’mul bih (dapat diamalkan) atau ghoir ma’,ul bih?
6. tekss hadits harus dipahami
ungkapannya, maka perlu diterjemahkan.
7. memahami asbab wurud hadits
8. apa isi kandungan hadis tersebut
9. menganalisis problematika
C. Sejarah Takhrij Hadits
Kegiatan mentakhrij hadits muncul dan
diperlukan pada masa ulama mutaakhkhirin. Sedang sebelumnya, hal ini tidak
pernah dibicarakan dan diperlukan. Kebiasaan para ulama mutaqoddim menurut
al’iraqi, dalam mengutip hadits-haditsnya tidak pernah membicarakan dan
menjelaskan dari mana hadits itu dikeluarkan, serta bagaimana kualitas
hadits-hadits tersebut, sampai kemudian datang an-Nawawi yang melakukan hal
itu.
Adanya pemikiran tentang takhrij ini
muncul dan diperlukan, ketika para ulama merasa mendapat kesulitan untuk
merujukan hadits-hadits yang tersebar pada berbagai kitab dengan disiplin ilmu
agama yang bermacam-macam. Mereka mengeluarkan hadits-hadits yang dikutip dalam
kitab-kitab lain dengan merujukan pada sumbernya. Didalamnya juga dibicarakan
kualitas-kualias kesohihanya. Dari perkembangan ini kemudian muncul kitab-kitab
takhrij.
Ulama yang pertama kali melakukan
takhrij menurut Mahmud ath-Thahhan, ialah al-Khatib al-Baghdadi (463
H).kemudian bermunculan kitab-kitab takhrij lainnya. Nemun menurutnya, yang
paling baik ialah karya al-Zaila’I yang berjudul Nash bar-Rayah li Ahadits
al-Hidayah.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Utang Ranuwijaya, MA. 2001. Ilmu
Hadis. Jakarta : Gaya Media Pratama
Prof. Dr. H. Endang Soetari Ad, M.Si.
2008. Ilmu Hadits. Bandung : Mimbar Pustaka
Qadir Hasan, A. 2001. Ilmu Mustholah
Hadits. Bandung : CV.Diponegoro
Faturrahman. Ikhtisar Mustolah Hadits
http : //www.google.co.id. Abu al-Jauzaa
No comments:
Post a Comment