Sepulang sekolah 4 orang
anak yang bersahabat ngobrol-ngobrol semuanya saling membanggakan ayah
masing-masing begini perbincangannya.
Si A : oh ya tadi pagi ayahku dipanggil
gubernur loh.. (sambil berbangga diri)
Si B : kalo kemarin ayahku dipangil oleh
mentri.
Si C : Klo minggu lalu ayahku dipanggil
oleh presiden kepala negara kita kalah semua sama bapakku hehehehehe
Si D : Wah, kalah semua, kalo ayahku
kemarin dipanggil Tuhan
Anak ke A B C : buusyett capek dahhh,
harusnya lu sedih bukan bangga hik !?!?!?!?!mampus dia meninggal dunia, pasti.Ya kan?
Si
D : Maksudnya dipanggil Tuhan
untuk menunaikan ibadah haji.
CERITA LUCU -
Hasil Ulangan Bahasa Indonesia
Sehabis ulangan Bahasa Indonesia seorang
anak SD kelas 4 pulang ke rumah dan bertanya ke ibunya:
Anak : "Bu, tadi kayanya aku
ulangan Bahasa Indonesia betul semua deh, tapi ada yg meragukan sih jawabnya,
Bu..."
Ibu : "Apa tuh sayang?"
Anak : "Kalau seorang laki-laki
memiliki istri lebih dari 1 apa namanya bu!?"
Ibu : "Poligami, Nak..."
Anak : "Asyiiik betul!! Kalau
perempuan yang punya suami lebih dari 1?"
Ibu : "Itu Poliandri Nak".
Anak : "Horeee betul lagi!! Iya nih
kayanya betul semua... Eh terus kalo laki-laki cuma punya 1 istri apa
namanya?"
Ibu : "Monogami dong sayang!"
Anak : "Ya sallaahh deh!! Kata Ayah
jawabannya MONOTON..."
Ibu : "Mana bapakmu...!!??".
Sebelum Islam, bangsa Yahudi memperbolehkan poligami.
Nabi Musa tidak melarang, bahkan tidak membatasi sampai berapa istri seseorang
berpoligami itu.
Kitab Ulangan 25/5 mewajibkan saudara laki-laki
mengawini janda saudaranya yang meninggal tanpa anak, meskipun ia telah
beristri. Kitab Ulangan 21/10-17 juga mengatakan kebolehan poligami, seperti
Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman. Nabi Ibrahim pun beristri dua orang, bahkan Nabi
Yaqub beristri empat orang.
Kitab
Talmud, Tafsir Hukum Taurat membatasi jumlah istri dalam perkawinan poligami.
Namun, umat Yahudi pada waktu akhir-akhir kembali menjalankan poligami tanpa
membatasi jumlah istri. Beberapa ahli Hukum Yahudi ada yang melarang poligami
tetapi ada yang membolehkan dengan syarat apabila istri pertamanya mandul.
Ajaran Zoroaster melarang bangsa Persi berpoligami,
tetapi memperbolehkan memelihara gundik sebab sebagai bangsa yang banyak
berperang, bangsa Persi memerlukan banyak keturunan laki-laki yang dapat
diperoleh dari istri dan gundik-gundik. Akhirnya, praktik poligami terjadi juga
di kalangan bangsa Persi. Undang-undang yang melarang poligami atau membatasi
banyaknya istri tidak ada.
Bangsa Romawi juga mengenal poligami. Raja-raja atau
kaisar-kaisar mereka berpoligami. Bangsa Yunani pun mengenal poligami. Raja
Silla beristrilima orang. Caesar beristri empat dan Pompius juga beristri
empat. Negeri Athena membolehkan poligami tanpa membatasi berapa jumlah istri.
Dymosin pernah berbangga, karena istrinya terdiri dari tiga tingkatan, yang dua tingkat
merupakan istri resmi dan semi istri. Dalam agama Nasrani mula-mula tidak terdapat larangan
poligami sebab Nabi Isa tidak membatalkan syariat Nabi Musa (Matius 5/17).
Surat Paulus kepada Timotius Pertama 3/2 mengajarkan agar gembala siding (imam
jemaat) tidak tercela, menjadi suami seorang istri raja, menahan diri, sadar,
berkelakuan sopan, suka memberi tumpangan, tahu mengajar orang (Ahmad Azhar Basyir, 2007: 37)
Jelasnya, tidak seorang pun di kalangan umat Nasrani
kuno yang mengatakan bahwa poligami dilarang karena banyak
diantara mereka yang menjalankannya. St Agustinus menyatakan
poligami dibolehkan. Raja Valintinian pada abad IV membuat undang-undang yang
membolehkan poligami. Larangan poligami baru diadakan pada masa Raja Yustinian.
Bangsa Mesir Kuno juga mengenal poligami, demikian
pula bangsa-bangsa India, Babilon, Assyria, dan lain-lainnya. Bangsa Arab
sebelum Islam juga mengenal poligami. Ada orang yang beristri 10 orang, bahkan
ada juga yang beristri 17 orang. Banyak sahabat-sahabat Nabi yang ketika masuk
Islam mempunyai istri lebih dari empat orang. Setelah ayat Al-Quran yang membatasi jumlah
istri dalam perkawinan poligami sebanyak-banyaknya empat orang, Nabi
memerintahkan agar mereka memilih empat orang saja
diantara istrinya yang banyak itu, untuk tetap menjadi istri, yang lain supaya
diceraikan (Ahmad Azhar Basyir, 2007: 38).
3. Sejarah Perkembangan
Poligami Dalam Islam
Ternyata poligami telah dikenal bangsa-bangsa dunia
jauh sebelum Islam lahir. Islam datang untuk mengatur poligami yang terdapat
dalam QS. An-Nisa:3,
yang membolehkan perkawinan poligami dalam konteks ayat sebelumnya, merupakan
jalan keluar dari kewajiban berbuat adil yang mungkin tidak terlaksana terhadap
anak-anak yatim yang diasuhnya, dengan maksud dapat ikut makan hartanya dan
tidak usah memberikan mas kawin. Untuk menghindari jangan sampai orang berbuat
tidak adil terhadap anak-anak yatim itu, laki-laki dibolehkan kawin dengan
perempuan lain, dua, tiga sampai empat orang. Namun itupun dengan syarat harus
berbuat adil. Apabila khawatir tidak akan berbuat adil, hendaknya kawin dengan
seorang istri saja. Perkawinan monogami lebih menjamin seseorang tidak akan
berbuat aniaya kepada istrinya. Oleh karena itu,
satu istri saja akan lebih baik (Ahmad
Azhar Basyir, 2007: 39).
Bahkan dahulu pintu poligami itu terbuka tanpa batas
dan tanpa syaratsudah ada sejak agama yahudi yang menjadi asal agama nasrani.
Dapat dimaklumi dari kedua agama tersebut bahwa poligami telah ada pada
nabi-nabi zaman dahulu, sejak Ibrahim bapak para nabi, pada bangsa arab, pada
orang yahudi dan pada kaum Muslimin. Dalam prakteknya poligami selalu berjalan
secara sembunyi-sembunyi di kalangan mereka yang menolaknya dan dalam bentuk
yang sangat merugikan dan keji, baik dipandang secara materiil, moril maupun kemasyarakatan
bagi semua pihak: suami, istri, dan anak-anak.
Oleh karena itu Islam berusaha menanggulanginya.
Pertama dengan cara melarang beristri lebih dari empat dan menutup pintu yang
terbuka sejak dahulu yang tanpa batas. Itulah langkah pertama yang di lakukan
islam.
Adapun langkah kedua ialah dengan cara memperketat
persyaratan suami, yaitu harus berlaku adil terhadap semua istrinya dalam
segala hak mereka dan memberikan istri meninjau kembali keputusan tatkala
keadilan tidak dilaksanakan dengan meminta keadilan atau faskhb dari istri
terhadap suami.
Sesungguhnya poligami bila ditinjau dari istri yang
baru adalah dengan meminta kerelaan dia agar perkawinan berjalan menurut hukum,
yang dalam hal ini istri yang baru dapat memperoleh hak-haknya sebagai istri,
pengganti cara lama yaitu sebagai gundik yang tidak terhormat dalam kehidupan
sosial kemasyarakatan. Istri tersebut sebagai kawan hidup yang sah menurut
pilihanya untuk menyelamatkan dirinya dari berbuat tidak senonoh dan bagi suami
agar tidak berbuat khianat. Bila suami menolak untuk melakukannya secara sah,
berarti penganiayaan atas haknya dalam perkawinan yang sah menurut aturan
syara.
Tetapi poligami ditinjau dari sudut istri pertama
biasanya dilakukan tanpa kerelaannya, karena itu istri pertama, punya hak atas
talak yang disyaratkan bagi dirinya pada saat akad nikah yang diajukan oleh
istri jika suami punya istri lagi tanpa izin istri pertama. Itulah langkah ketiga untuk menanggulangi poligami
dalam islam.
Demikianlah Islam telah mengajukan berbagai cara untuk
menanggulangi masalah poligami.
Kita melihat cara penanggulangan yang ditempuh Islam adalah untuk memelihara
kepentingan masyarakat, baik bagi suami, istri, dan anak-anak agar mereka hidup
menurut batas-batas ketentuan atuaran perkawinan dan hak-haknya sebagai
pengganti cara hidup semaunya tanpa mengabaikan halal dan haram (Shalah Abdul Qadir al- Bakri, 1989: 123-125).
4. Alasan Poligami dalam Islam
Islam adalah agama fitrah, agama yang sejalan dengan
tuntutan watak dan sifat pembawaan kejadian manusia. Oleh karena itu, Islam
memperhatikan kenyataan-kenyataan manusiawi, kemudian mengaturnya agar sesuai
dengan nilai-nilai keutamaan.
Pengaruh iklim membawakan perbedaan-perbedaan dalam
kenyataan hidup manusia. Tiap-tiap individu mempunyai pembawaan yang mungkin
berbeda dengan individu lain. Keadaan sosial dalam suatu masyarakat pada masa
tertentu mengalami problem-problem yang meminta pemecahan (Ahmad Azhar
Basyir, 2007: 40).
Dihubungkan dengan masalah perkawinan, dapat
dikemukakan macam-macam keadaan yang memerlukan pemecahan sebagai berikut:
a. Apabila ada orang laki-laki yang kuat syahwatnya,
baginya seorang istri belum memadai, apakah ia dipaksa harus mempunyai
seorang istri hanyasatu orang saja,
dan untuk mencukupkan kebutuhannya dibiarkan berhubungan dengan orang lain di
luar perkawinan? Dalam hal ini, agar hidupnya tetap bersih, kepadanya di beri
kesempatan untuk berpoligami asal syarat akan dapat berbuat adil dapat
terpenuhi.
b. Apabila ada seorang suami benar-benar ingin mempunyai
anak (keturunan), padahal istrinya ternyata mandul, apakah suami itu harus
mengorbankan keinginannya untuk berketurunan? Untuk memenuhi tuntutan naluri
hidup suami subur yang beristri mandul, ia dibenarkan kawin lagi dengan
perempuan subur yang mampu berketurunan.
c. Apabila ada istri yang menderita sakit hingga tidak
mampu melayani suaminya, apakah suami harus menahan saja tuntutan biologisnya?
Untuk memungkinkan suami terpenuhi hasrat naluriahnya dengan jalan halal,
kepadanya diberi kesempatan kawin lagi.
d. Apabila suatu ketika terjadi dalam suatu masyarakat,
jumlah perempuan lebih besar dari jumlah laki-laki, apakah akan di
pertahankan laki-laki hanya boleh kawin dengan seorang istri saja? Bagaimana nasib
perempuan yang tidak sempat memperoleh suami? Untuk memberikan kesempatan
perempuan-perempuan memperoleh suami, dan dalam waktu sama untuk menjamin
kehidupan yang lebih stabil, jangan sampai terjadi permainan tindakan-tindakan
serong.
Demikianklah contoh alasan-alasan yang dapat menjadi
pertimbangan kawin poligami itu, yang merupakan alasan moral, biologis, dan
sosial ekonomis.
Dengan memperhatikan konteks ayat 3 QS. An-Nisa yang
membolehkan perkawinan poligami tersebut dapat diperoleh ketentuan bahwa
perkawinan poligami menurut ajaran Islam merupakan perkecualian yang dapat ditempuh
dalam keadaan yang mendesak. Dalam keadaan biasa, Islam berpegang kepada
prinsip monogami, kawin hanya dengan seorang istri saja yang dalam ayat Al-Quran tersebut dinyatakan akan
lebih menjamin suami tidak akan berbuat aniaya (Ahmad Azhar Basyir, 2007: 39).
5. Syarat-syarat Poligami dalam
Islam
Apabila seorang lelaki akan berpoligami, hendaklah dia
memenuhi syarat-syarat poligami dalam Islam yaitu sebagai berikut:
a. Membatasi jumlah istri yang
akan dikawininya.
b. Diharamkan bagi suami
mengumpulkan wanita-wanita yang masih ada tali persaudaraan menjadi istrinya.
c. Disyaratkan pula berlaku adil
(adil terhadap dirinya sendiri, adil diantara para istri, adil memberikan nafkah, adil dalam menyediakan tempat tinggal, adil
dalam mendapat giliran menginap. Anak-anak juga mempunyai hak untuk mendapatkan
perlindungan, pemeliharaan serta kasih sayang yang adil dari seorang ayah.
d. Tidak menimbulkan huru-hara di
kalangan istri maupun anak-anak.
e. Berkuasa menanggung nafkah/mempunyai kemampuan finansial. Biar
bagaimana pun ketika seorang suami memutuskan untuk menikah lagi, maka yang
harus pertama kali terlintas dikepalanya adalah masalah tanggung jawab nafkah
dan kebutuhan hidup untuk dua keluarga sekaligus. Nafkah tentu saja tidak
berhenti sekedar bisa memberi makan dan minum untuk istri dan anak, tapi lebih
dari itu, bagaiman dia merencanakan anggaran kebutuhan hidup sampai kepada masalah
pendidikan yang layak, rumah dan semua kebutuhan lainnya (Ahmad Sarwat, 2009: 98).
Sedangkan
menurut Muhammad Thalib (2008: 52) untuk melakukan poligami itu ada 2 syarat
utama yaitu: (1) memiliki kemampuan material dan kesehatan fisik;
(2) mampu berbuat adil secara materi terhadap istri-istrinya. Keadilan yang
diperintahkan yaitu adil mempergauli istri, memberi pelayanan dan materi, bukan
adil mencakup sisi rohani tetapi secara fisik juga. Keadilan yang dicontohkan
nabi yaitu dengan berlaku adil dalam mempergauli istri dan memberi pelayanan dan
materi.
6. Hikmah-hikmah dengan Adanya Poligami dalam Islam
Islam membolehkan umatnya berpoligami bukanlah tanpa
alasan atau tujuan tertentu. Adanya berpoligami ini mempunyai
hikmah-hikmah untuk kepentingan serta kesejahteraan umat Islam itu sendiri. Terdapat 8 hikmah
dan manfaat di dalam hukum berpoligami, yaitu sebagai berikut
(Elfi Oemar, 2011):
a. Pertama: Terkadang poligami harus dilakukan dalam keadaan tertentu.
Misalnya jika istri sudah lanjut usia atau sakit, sehingga kalau suami tidak
poligami dikhawatirkan dia tidak bisa menjaga
kehormatan dirinya. Atau jika suami dan istri sudah dianugerahi banyak
keturunan, sehingga kalau dia harus menceraikan istrinya, dia merasa berat
untuk berpisah dengan anak-anaknya, sementara dia sendiri takut terjerumus
dalam perbuatan zina jika tidak berpoligami. Maka masalah ini tidak akan bisa diselesaikan kecuali
dengan poligami.
b. Kedua: Pernikahan merupakan sebab terjalinnya hubungan
(kekeluargaan) dan terikatnya di antara sesama manusia, setelah hubungan nasab.
Allah Ta’ala berfirman: “Dan Dia-lah yang menciptakan manusia dari air (mani),
lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah (hubungan
kekeluargaan karena pernikahan), dan adalah Rabbmu
Maha Kuasa” (Surah al-Furqaan ayat 54).” Maka poligami (adalah sebab)
terjalinnya hubungan dan mendekatkan (antara) banyak keluarga, dan ini salah
satu sebab poligami yang dilakukan oleh Rasulullah S.A.W.
c. Ketiga: Poligami merupakan
sebab terjaganya (kehormatan) karenasejumlah
besar wanita akan dapat dipenuhi keperluan hidup mereka dengan mendapat nafkah
dari suami, tempat tinggal, memiliki keturunan dan ini merupakan tuntutan
syariat. Maka suami harus bisa
bersikap adil sehingga hal tersebut bisa terwujud.
d. Keempat: Di antara kaum
laki-laki ada yang memiliki nafsu syahwat yang tinggi sehingga tidak cukup
baginya hanya memiliki seorang istri, sedangkan dia orang yang baik dan selalu
menjaga kehormatan dirinya. Akan tetapi dia takut terjerumus dalam perzinaan
dan dia ingin menyalurkan keperluan syahwatnya dengan cara yang halal. Jelaslah ini
adalah rahmat Allah S.W.T. kepada manusia membenarkan poligami sesuai
dengan syariat-Nya.
e. Kelima: Kadangkala juga seorang suami sering bermusafir
untuk mencari nafkah, sehingga dia perlu untuk menjaga kehormatan dirinya
ketika dia berada jauh dari istrinya. Maka adalah lebih baik dia menikah ditempat
dia mencari nafkah.
f. Keenam: Banyaknya peperangan dan disyariatkannya berjihad di
jalan Allah, yang ini menjadikan banyak lelaki yang terbunuh sedangkan
jumlah wanita semakin banyak,
padahal mereka memerlukan suami untuk melindungi mereka. Maka dalam
keadaan seperti ini poligami merupakan penyelesaian terbaik.
g. Ketujuh: Kadangkala terjadi masalah besar antara suami-istri,
yang menyebabkan terjadinya perceraian, kemudian suami menikah lagi dan
setelah itu dia ingin kembali kepada istrinya yang pertama, maka dalam keadaan
seperti ini poligami merupakan penyelesaian terbaik.
h. Kedelapan: Umat Islam sangat memerlukan lahirnya banyak
generasi muda, untuk mengukuhkan barisan dan persiapan berjihad melawan
orang-orang kafir, ini hanya akan bisa diperoleh
dengan poligami dan tidak membataskan jumlah keturunan.
Di
dalam berpoligami mempunyai hikmah untuk, yang pertama adalah untuk keperluan kaum perempuan,
yang kedua untuk kaum lelaki dan yang ketiga untuk seluruh masyarakat.
Hikmah untuk kaum perempuan adalah karena pada kenyataan jumlah perempuan lebih banyak
daripada kaum lelaki. Apabila poligami ditiadakan maka akan merugikan kaum
perempuan yang tidak mempunyai suami akibatnya akan terjadi pergaulan bebas.
Hikmah untuk para lelaki karena dimungkinkan adanya istri yang mandul atau
mengidap penyakit dan akhirnya tidak mampu melayani suami atau apabila suami
mempunyai syahwat yang besar sehingga memerlukan lebih dari seorang istri.
Dalam keadaan yang demikian poligami wajib dilakukan karena dikhawatirkan terjadinya
kedzaliman, pergaulan bebas dan penyimpangan seksual lainnya (Muhammad Thalib, 2008: 53).
Dari
tulisan saya diatas dapat kita simpulkan garis besarnya yaitu sebagai berikut:
Poligami dapat diartikan secara singkat yaitu
perkawinan antara seorang laki-laki dengan lebih dari seorang wanita. Dalam islam jumlah istri yang akan dipoligami itu
dibatasi maksimal sampai 4 saja dan jika memang tidak bisa berbuat adil, maka
satu istri saja sudah cukup.
Dihubungkan dengan masalah perkawinan, dapat
dikemukakan macam-macam keadaan yang memerlukan pemecahan memperbolehkan
poligami yaitu sebagai berikut:
a. Apabila ada orang laki-laki yang kuat syahwatnya,
baginya seorang istri belum memadai, apakah ia dipaksa harus hanya beristri
satu orang, dan untuk mencukupkan kebutuhannya dibiarkan berhubungan dengan
orang lain di luar perkawinan? Dalam hal ini, agar hidupnya tetap bersih,
kepadanya di beri kesempatan untuk berpoligami asal syarat akan dapat berbuat
adil dapat terpenuhi.
b. Apabila ada seorang suami benar-benar ingin mempunyai
anak (keturunan), padahal istrinya ternyata mandul, apakah suami itu harus
mengorbankan keinginannya untuk berketurunan? Untuk memenuhi tuntutan naluri
hidup suami subur yang beristri mandul, ia dibenarkan kawin lagi dengan
perempuan subur yang mampu berketurunan.
c. Apabila ada istri yang menderita sakit hingga tidak
mampu melayani suaminya, apakah suami harus menahan saja tuntutan biologisnya?
Untuk memungkinkan suami terpenuhi hasrat naluriahnya dengan jalan halal,
kepadanya diberi kesempatan kawin lagi.
d. Apabila suatu ketika terjadi dalam suatu masyarakat,
jumlah perempuan lebih besar dari jumlah laki-laki, apakah akan di
pertahankan laki-laki hanya boleh kawin dengan seorang istri saja?
Bagaimana nasib perempuan yang tidak sempat memperoleh suami? Untuk memberikan
kesempatan perempuan-perempuan memperoleh suami, dan dalam waktu sama untuk
menjamin kehidupan yang lebih stabil, jangan sampai terjadi permainan
tindakan-tindakan serong.
Apabila seorang lelaki akan berpoligami, hendaklah dia
memenuhi syarat-syarat poligami dalam Islam yaitu sebagai berikut:
1. Membatasi jumlah istri yang
akan dikawininya.
2. Diharamkan bagi suami
mengumpulkan wanita-wanita yang masih ada tali persaudaraan menjadi istrinya.
3. isyaratkan pula berlaku adil
(adil terhadap dirinya sendiri, adil diantara para istri, adil memberikan nafkah, adil dalam menyediakan tempat tinggal, adil
dalam mendapat giliran menginap. Anak-anak juga mempunyai hak untuk mendapatkan
perlindungan, pemeliharaan serta kasih sayang yang adil dari seorang ayah.
4. Tidak menimbulkan huru-hara di
kalangan istri maupun anak-anak.
5. Berkuasa menanggung nafkah/mempunyai kemampuan finansial. Biar bagaimana
pun ketika seorang suami memutuskan untuk menikah lagi, maka yang harus pertama
kali terlintas dikepalanya adalah masalah tanggung jawab nafkah dan kebutuhan
hidup untuk dua keluarga sekaligus. (Ahmad Sarwat, 2009: 98).
Poligami bila ditinjau dari istri yang baru adalah
dengan meminta kerelaan dia agar perkawinan berjalan menurut hukum, yang dalam
hal ini istri yang baru dapat memperoleh hak-haknya sebagai istri, pengganti
cara lama yaitu sebagai gundik yang tidak terhormat dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
Istri tersebut sebagai kawan hidup yang sah menurut pilihanya untuk
menyelamatkan dirinya dari berbuat tidak senonoh dan bagi suami agar tidak
berbuat khianat. Bila suami menolak untuk melakukannya secara sah, berarti
penganiayaan atas haknya dalam perkawinan yang sah menurut aturan syara.
Tetapi poligami ditinjau dari sudut istri pertama
biasanya dilakukan tanpa kerelaannya, karena itu istri pertama, punya hak atas
talak yang disyaratkan bagi dirinya pada saat akad nikah yang diajukan oleh istri
jika suami punya istri lagi tanpa izin istri pertama. Itulah langkah untuk
menanggulangi poligami dalam islam.
Islam
membolehkan umatnya berpoligami bukanlah tanpa alasan atau tujuan tertentu.
Diperbolehkannya berpoligami ini mempunyai hikmah-hikmah untuk kepentingan
serta kesejahteraan umat Islam itu sendiri.
Saya
menulis tentang poligami bukan berarti saya setuju dengan poligami tapi saya
ingin meluruskan tentang pandangan negatif terhadap umat Islam karena
diperbolehkannya poligami.
DAFTAR
PUSTAKA
Abd. Shomad. 2010. Hukum Islam:
Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Abu Abdillah Muhammad bin Abdul Rahman al-Bukhari
(Terjemahan Drs. Rosihan Anwar,M.Ag). 1999. Keagungan dan Keindahan Syariat
Islam. Bandung:Pustaka Setia.
Ahmad Azhar Basyir. 2007. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII
Press.
Ahmad Sarwat, Lc. 2009. Fiqih Nikah. Jakarta: Kampus Syariah.
Elfi
Oemar. 2011. Hikmah dan Kebaikan Poligami
Dalam Islam. Alamat:http://elfioemar.wordpress.com/2011/03/16/hikmah-dan-kebaikan-poligami-dalam-islam-1/. Di
Akses Pada 24 Maret 2012.
J.N.D Anderson (Terjemahan Machnun Husein). 1994. Hukum
Islam di Dunia Moderen. New York: New
York University Press.
Muhammad Thalib. 2008. Manajemen Keluarga Sakinah. Yogyakarta: Pro – U Media.
Shalah Abdul Qodir al-Bakri. 1989. Islam Agama Segenap Umat Manusia. Jakarta:PT
Pustaka Litera Antarnusa.
CERITA HUMOR - Dokter Selingkuh
Ngga tahan beban emosional, sahabat
Hendra yang DOKTER itu curhat:
“Hen, bagaimana ya menghilangkan
kebiasaan selingkuh dengan para pasienku? Aku telah langgar sumpah dokterku!”
Hendra coba menghibur: “Sudahlah. Normal
pria selingkuh dengan wanita. Apalagi kau belum menikah.”
Dokter makin murung: ” Tapi Hen, aku ini
kan dokter hewan?”
Hendra : ……..
CERITA LUCU - Tono dan ibu Muda
Susuilah anakmu sampai genap 2 tahun.
Dalam sebuah angkot, ada seorang Ibu
muda sedang menyusui anaknya, disampingnya duduk seorang anak muda sebut saja
namanya Tono. Melihat si bayi tidak mau menyusui, Si Ibu berkata:
"Jika kamu gak mau, nanti saya
kasih sama Om sebelah lho"
Mendengar itu, Tono hanya senyum senyum.
Beberapa saat kemudian Si bayi melepas lagi "susunya". melihat itu,
Si Ibu kembali berkata:
"ihhh kamu nakal ya, sekali lagi
kamu melepasnya, aku benar kasihhhh sama Om sebelah" dengan nada serius.
Mendengar itu, Tono melotot dan menelan
ludah. hal itu terus berulang beberapa kali. Melihat itu si Tono gak sabaran
dan berkata:
"Mbak, kapan nih ngasihnya sama
saya, kayaknya dari tadi saya sudah nunggu tapi kok gak dikasihhh, rumah saya
sudah jauh kelewatannn nihhh, kasih kepastian donkkk".
Ibu muda : Dalam Al-Quran dikatakan
bahwa yang boleh menyusu anak sampai umur dua tahu. “Om kan, umurnya sudah 20 tahun?
No comments:
Post a Comment