CINTA PERTAMAKU
DITILANG NENEK
Karya M.Rakib Jamari
Pekanbaru
Ketika cuntaku
ditilang, ditindak langsung, semuanya berakhir
Aku teringat janjiku
kepada orangtuaku, hanya untuk menuntut ilmu.
Demi sesuap nasi, aku
bekerja di sawah nenek itu.
Gubuk tua yang kudiami, jadi saksi akan indahnya cinta
dalam hayalku.
Namamu telah kutulis di bawah kolong tempat tidurku, abadi bersama buku karangan pantunku.
Namamu telah kutulis di bawah kolong tempat tidurku, abadi bersama buku karangan pantunku.
Tujuh buah novel
berhasil kubuat, karena peristiwa itu.
Di antaranya berjudul “BIDADARI
DI TEPIAN SUNGAI KAMPAR”
Sungai Kamparlah yang mempertemukan aku dengan kamu, dulu.
“Setiap yang dipertemukan, nanti jika telah sampai pada waktunya pasti akan dipisahkan”.
Sungai Kamparlah yang mempertemukan aku dengan kamu, dulu.
“Setiap yang dipertemukan, nanti jika telah sampai pada waktunya pasti akan dipisahkan”.
Tapi aku tidak pernah
menggubris masalah itu, karena tabu bagiku.
Entah mengapa nasehat bijak tak mau kudengar.
Dari awal aku mengenalmu, aku sudah tau kalau nanti kita pasti akan berpisah.
Entah mengapa nasehat bijak tak mau kudengar.
Dari awal aku mengenalmu, aku sudah tau kalau nanti kita pasti akan berpisah.
Namun jujur, aku tak
pernah berharap kita akan berpisah secepat ini dengan cara seperti ini.
Aku berharap nanti ketika usia kita telah senja, anak-anak kita telah berkeluarga, cucu-cucu kita telah tumbuh dewasa
Wajahmu yang ayu terus kutatap,
sampai Malaikat mencabut nyawa salah satu dari kita.
Setelah 25 tahun
berlalu, gelar Dr. yang selalu kuperguraukan, karena mustahil bagiku, dan semua
teman mengejekku, akhirnya positif jadi kenyataan, tentu saja dengan keletihan
dan aneka ragam cobaan.
Tapi tentang dirimu, ternyata Tuhan berkehendak lain, DIA memisahkan kita lebih cepat. Kau tidak kesampaian menyaksikan pencapaian hasil penderitaanku.
Tapi tentang dirimu, ternyata Tuhan berkehendak lain, DIA memisahkan kita lebih cepat. Kau tidak kesampaian menyaksikan pencapaian hasil penderitaanku.
Tujuh belas surat yang
kau kirimkan, kususun rapi-rapi, kini hanyut disapu banjir pinggiran sungai
Siak, saat aku KKN di tempat itu.
Tak ada pilihan lain, selain aku harus menerima. Meski sejujurnya sedikit terpaksa.
Tak ada pilihan lain, selain aku harus menerima. Meski sejujurnya sedikit terpaksa.
Nasehat temanku, yang
satu pergi, cari yang lain lagi.
Tapi tidak bisa begitu. Maaf untuk egoku yang besar..
Maaf untuk satiap kalimat kasar..
Yang meski kadang tak sengaja, tapi aku ucapkan dan kau dengarkan..aku tiada sadar bahwa hidup ini senda gurau dan permainan belaka..
Tapi tidak bisa begitu. Maaf untuk egoku yang besar..
Maaf untuk satiap kalimat kasar..
Yang meski kadang tak sengaja, tapi aku ucapkan dan kau dengarkan..aku tiada sadar bahwa hidup ini senda gurau dan permainan belaka..
No comments:
Post a Comment