ADA 7 TANTANGAN ISMAIL
MUIDA DI ZAMAN INI
Khutbah Idul Adhha, 12-
September 2016
Dr.M.Rakib Jaamari,
S.H.,M.Ag
Di Masjid Raya Al-Ihsan
Ujung Batu Rohul Provinsi Riau
1.
Habisnya lahan tempat tinggal dan
lahan perkebunan oleh para konglomerat yang tidak berzaakat dan memaakan hak
rakyat. Konglomerat mampu menjerat pejabat dan menipu wakil rakyat.
2.
Kejahatan pengedar narkoba, yang
melibatkan orang-orang berpangkat.
3.
Pornografi yang tanpa diakses , eh
langsung saja masuk ke HP paara Ismael muda, yang sedang pubertas.
4.
Kelompok ekstrem yang mencuci otak
Ismael muda, sehingga mudah terjebak ke dalam alira sesat dan rela mari atas
nama aliran yang sesat dan radikal.
5.
Semakin beraninya kelompok komunis
menampakkan diri dan munculnya diskusi anti Tuhan di negeri yang berketuhanan
yang Mahaesa ini.
6.
Munculnya kempok yang suka mengadu
domba antara golongan tua dan golongan muda, atau golongan yang memperbesar
masalah yang kecil-kecil, furu’ïyyah yang tidak mendadsar.
7.
Semakin banyaknya tuntutan generasi
muda untuk nikah bada agama dan maraknya, LGBT yang mempertentangkan
Nilai-nilai agama dengan HAM Barat.
8.
Catatan ayat QS Ali Imran : 28
Janganlah kalian menjadikan orang
kafir menjadi pemimpin, dengan meninggalkan orang yang beriman. Siapa yang
berbuat demikian, tidak akan ditolong Allah barang deikitpun.
9.
Kisah nyata Kania muda jadi TKW di
Malaysia.
Bismillahir-Rahmanir-Rahim....
Cerita
ini sediiih banget (hiiks...) Saya teruskan ke para sahabat tercinta, sekadar
berbagi 'kisah sejati' .... cerita ini akan menjadikan catatan buat kita untuk
kembali bersyukur kepada ALLAH swt atas nikmat yang telah diberikan kepada kita
selama ini. 25 tahun yang lalu,
14.
Inikah nasib? Terlahir sebagai menantu bukan pilihan.Tapi aku dan Kania harus
tetap menikah. Itu sebabnya kami ada di Kantor Catatan Sipil. Wali kamipun wali
hakim. Dalam tiga puluh menit, prosesi pernikahan kami selesai. Tanpa sungkeman
dan tabur melati atau hidangan istimewa dan salam sejahtera dari kerabat. Tapi
aku masih sangat bersyukur karena Lukman dan Naila mau hadir menjadi saksi.
Umurku sudah menginjak seperempat abad dan Kania di bawahku. Cita-cita kami
sederhana, ingin hidup bahagia.
16. 22
tahun yang lalu,
17.
Pekerjaanku tidak begitu elit, tapi cukup untuk biaya makan keluargaku. Ya,
keluargaku. Karena sekarang aku sudah punya momongan. Seorang putri, kunamai ia
Kamila. Aku berharap ia bisa menjadi perempuan sempurna, maksudku kaya akan
budi baik hingga dia tampak sempurna. Kulitnya masih merah, mungkin karena ia
baru berumur seminggu. Sayang, dia tak dijenguk kakek-neneknya dan aku merasa
prihatin. Aku harus bisa terima nasib kembali, orangtuaku dan orangtua Kania
tak mau menerima kami.. Ya sudahlah. Aku tak berhak untuk memaksa dan aku tidak
membenci mereka. Aku hanya yakin, suatu saat nanti, mereka pasti akan berubah.
19. 19
tahun yang lalu,
20.
Kamilaku gesit dan lincah. Dia sekarang sedang senang berlari-lari,
melompat-lompat atau meloncat dari meja ke kursi, lalu dari kursi ke lantai
kemudian berteriak 'Horeee, Iya bisa terbang'. Begitulah dia memanggil namanya
sendiri, Iya. Kembang senyumnya selalu merekah seperti mawar di pot halaman
rumah. Dan Kania tak jarang berteriak, 'Iya sayaaang,' jika sudah terdengar
suara 'Prang'. Itu artinya, ada yang pecah, bisa vas bunga, gelas, piring, atau
meja kaca. Terakhir cermin rias ibunya yang pecah. Waktu dia melompat dari
tempat tidur ke lantai, boneka kayu yang dipegangnya terpental. Dan dia cuma
bilang 'Kenapa semua kaca di rumah ini selalu pecah, Ma?'
22. 18
tahun yang lalu,
23.
Hari ini Kamila ulang tahun. Aku sengaja pulang lebih awal dari pekerjaanku
agar bisa membeli hadiah dulu. Kemarin lalu dia merengek minta dibelikan bola.
Kania tak membelikannya karena tak mau anaknya jadi tomboy apalagi jadi pemain
bola seperti yang sering diucapkannya. 'Nanti kalau sudah besar, Iya mau jadi
pemain bola!' tapi aku tidak suka dia menangis terus minta bola, makanya
kubelikan ia sebuah bola. Paling tidak aku bisa punya lawan main setiap sabtu
sore. Dan seperti yang sudah kuduga, dia bersorak kegirangan waktu kutunjukkan
bola itu. 'Horee, Iya jadi pemain bola.'
25. 17
Tahun yang lalu,
26.
Iya, Iya. Bapak kan sudah bilang jangan main bola di jalan. Mainnya di rumah
aja. Coba kalau ia nurut, Bapak kan tidak akan seperti ini. Aku tidak tahu
bagaimana Kania bisa tidak tahu Iya menyembunyikan bola di tas sekolahnya. Yang
aku tahu, hari itu hari sabtu dan aku akan menjemputnya dari sekolah. Kulihat
anakku sedang asyik menendang bola sepanjang jalan pulang dari sekolah dan ia
semakin ketengah jalan. Aku berlari menghampirinya, rasa khawatirku mengalahkan
kehati-hatianku dan 'Iyaaaa'. Sebuah truk pasir telak menghantam tubuhku,
lindasan ban besarnya berhenti di atas dua kakiku. Waktu aku sadar, dua kakiku
sudah diamputasi. Ya Tuhan, bagaimana ini. Bayang-bayang kelam menyelimuti
pikiranku, tanpa kaki, bagaimana aku bekerja sementara pekerjaanku mengantar
barang dari perusahaan ke rumah konsumen. Kulihat Kania menangis sedih,
bibirnya cuma berkata 'Coba kalau kamu tak belikan ia bola!'
28. 15
tahun yang lalu,
29.
Perekonomianku morat marit setelah kecelakaan. Uang pesangon habis untuk ke
rumah sakit dan uang tabungan menguap jadi asap dapur. Kania mulai banyak
mengeluh dan Iya mulai banyak dibentaknya. Aku hanya bisa membelainya. Dan
bilang kalau Mamanya sedang sakit kepala makanya cepat marah. Perabotan rumah
yang bisa dijual sudah habis. Dan aku tak bisa berkata apa-apa waktu Kania
hendak mencari ke luar negeri. Dia ingin penghasilan yang lebih besar untuk
mencukupi kebutuhan Kamila. Diizinkan atau tidak diizinkan dia akan tetap
pergi. Begitu katanya. Dan akhirnya dia memang pergi ke Malaysia.
31. 13
tahun yang lalu,
32.
Setahun sejak kepergian Kania, keuangan rumahku sedikit membaik tapi itu hanya
setahun. Setelah itu tak terdengar kabar lagi. Aku harus mempersiapkan uang
untuk Kamila masuk SMP. Anakku memang pintar dia loncat satu tahun di SD-nya.
Dengan segala keprihatinan kupaksakan agar Kamila bisa melanjutkan sekolah. aku
bekerja serabutan, mengerjakan pekerjaan yang bisa kukerjakan dengan dua
tanganku. Aku miris, menghadapi kenyataan. Menyaksikan anakku yang tumbuh
remaja dan aku tahu dia ingin menikmati dunianya. Tapi keadaanku mengurungnya
dalam segala kekurangan. Tapi aku harus kuat. Aku harus tabah untuk mengajari
Kamila hidup tegar.
34. 10
tahun yang lalu,
35.
Aku sedih, semua tetangga sering mengejek kecacatanku. Dan Kamila hanya sanggup
berlari ke dalam rumah lalu sembunyi di dalam kamar. Dia sering jadi
bulan-bulanan hinaan teman sebayanya. Anakku cantik, seperti ibunya.'Biar
cantik kalo kere ya ke laut aje.' Mungkin itu kata-kata yang sering kudengar.
Tapi anakku memang sabar dia tidak marah walau tak urung menangis juga. 'Sabar
ya, Nak!' hiburku.'Pak, Iya pake jilbab aja ya, biar tidak diganggu!' pintanya
padaku. Dan aku menangis. Anakku maafkan bapakmu, hanya itu suara yang sanggup
kupendam dalam hatiku. Sejak hari itu, anakku tak pernah lepas dari
kerudungnya. Dan aku bahagia. Anakku, ternyata kamu sudah semakin dewasa. Dia
selalu tersenyum padaku. Dia tidak pernah menunjukkan kekecewaannya padaku
karena sekolahnya hanya sampai dibangku SMP.
37. 7
tahun yang lalu,
38.
Aku merenung seharian. Ingatanku tentang Kania, istriku, kembali menemui
pikiranku. Sudah bertahun-tahun tak kudengar kabarnya. Aku tak mungkin bohong
pada diriku sendiri, jika aku masih menyimpan rindu untuknya. Dan itu pula yang
membuat aku takut. Semalam Kamila bilang dia ingin menjadi TKI ke Malaysia .
Sulit baginya mencari pekerjaan di sini yang cuma lulusan SMP. Haruskah aku melepasnya
karena alasan ekonomi. Dia bilang aku sudah tua, tenagaku mulai habis dan dia
ingin agar aku beristirahat. Dia berjanji akan rajin mengirimi aku uang dan
menabung untuk modal. Setelah itu dia akan pulang, menemaniku kembali dan
membuka usaha kecil-kecilan. Seperti waktu lalu, kali ini pun aku tak kuasa
untuk menghalanginya. Aku hanya berdoa agar Kamilaku baik-baik saja.
40. 4
tahun yang lalu,
41.
Kamila tak pernah telat mengirimi aku uang. Hampir tiga tahun dia di sana. Dia
bekerja sebagai seorang pelayan di rumah seorang nyonya. Tapi Kamila tidak suka
dengan laki-laki yang disebutnya Datuk. Matanya tak pernah siratkan sinar baik.
Dia juga dikenal suka perempuan. Dan nyonya itu adalah istri mudanya yang
keempat, TKW yang dinikahi oleh Datuk tersebut. Dia bilang dia sudah ingin
pulang. Karena akhir-akhir ini dia sering diganggu. Lebaran tahun ini dia akan
berhenti bekerja. Itu yang kubaca dari suratnya. Aku senang mengetahui itu dan
selalu menunggu hingga masa itu tiba. Kamila bilang, aku jangan pernah lupa
shalat dan kalau kondisiku sedang baik usahakan untuk shalat tahajjud. Tak
perlu memaksakan untuk puasa sunnah yang pasti setiap bulan Ramadhan aku harus
berusaha sebisa mungkin untuk kuat hingga beduk maghrib berbunyi. Kini anakku
lebih pandai menasihati daripada aku. Dan aku bangga.
43. 3
tahun 6 bulan yang lalu,
44. Inikah
badai? Aku mendapat surat dari kepolisian pemerintahan Malaysia, kabarnya
anakku ditahan. Dan dia diancam hukuman mati, karena dia terbukti membunuh
suami majikannya. Sesak dadaku mendapat kabar ini. Aku menangis, aku tak
percaya. Kamilaku yang lemah lembut tak mungkin membunuh. Lagipula kenapa dia
harus membunuh. Aku meminta bantuan hukum dari Indonesia untuk menyelamatkan
anakku dari maut. Hampir setahun aku gelisah menunggu kasus anakku selesai.
Tenaga tuaku terkuras dan airmataku habis. Aku hanya bisa memohon agar anakku
tidak dihukum mati andai dia memang bersalah.
46. 2
tahun 6 bulan yang lalu,
47.
Akhirnya putusan itu jatuh juga, anakku terbukti bersalah. Dan dia harus
menjalani hukuman gantung sebagai balasannya. Aku tidak bisa apa-apa selain
menangis sejadinya. Andai aku tak izinkan dia pergi apakah nasibnya tak akan
seburuk ini? Andai aku tak belikan ia bola apakah keadaanku pasti lebih baik?
Aku kini benar-benar sendiri. Wahai Allah kuatkan aku.
48.
49.
Atas permintaan anakku, aku dijemput terbang ke Malaysia. Anakku ingin aku ada
di sisinya disaat terakhirnya.
50.
51. Lihatlah,
dia kurus sekali. Dua matanya sembab dan bengkak. Ingin rasanya aku berlari
tapi apa daya kakiku tak ada. Aku masuk ke dalam ruangan pertemuan itu, dia
berhambur ke arahku, memelukku erat, seakan tak ingin melepaskan aku.'Bapak,
Iya Takut!' aku memeluknya lebih erat lagi. Andai bisa ditukar, aku ingin
menggantikannya.'Kenapa, Ya, kenapa kamu membunuhnya sayang?''Lelaki tua itu
ingin Iya tidur dengannya, Pak. Iya tidak mau. Iya dipukulnya. Iya takut, Iya
dorong dan dia jatuh dari jendela kamar. Dan dia mati. Iya tidak salah kan,
Pak!' Aku perih mendengar itu. Aku iba dengan nasib anakku. Masa mudanya hilang
begitu saja. Tapi aku bisa apa, istri keempat lelaki tua itu menuntut agar
anakku dihukum mati. Dia kaya dan lelaki itu juga orang terhormat.
52.
53. Aku
sudah berusaha untuk memohon keringanan bagi anakku, tapi menemuiku pun ia
tidak mau. Sia-sia aku tinggal di Malaysia selama enam bulan untuk memohon
hukuman pada wanita itu.
54.
55. 2
tahun yang lalu,
56.
Hari ini, anakku akan dihukum gantung. Dan wanita itu akan hadir melihatnya.
Aku mendengar dari petugas jika dia sudah datang dan ada di belakangku. Tapi
aku tak ingin melihatnya. Aku melihat isyarat tangan dari hakim di sana.
Petugas itu membuka papan yang diinjak anakku. Dan 'blass' Kamilaku kini
tergantung. Aku tak bisa lagi menangis. Setelah yakin sudah mati, jenazah
anakku diturunkan mereka, aku mendengar langkah kaki menuju jenazah anakku. Dia
menyibak kain penutupnya dan tersenyum sinis. Aku mendongakkan kepalaku, dan
dengan mataku yang samar oleh air mata aku melihat garis wajah yang kukenal.
57.
58. 'Kania?'
59.
60. 'Mas
Har, kau ... !'
61.
62. 'Kau
... kau bunuh anakmu sendiri, Kania!'
64. 'Iya?
Dia..dia. Iya?' serunya getir menunjuk jenazah anakku.
66. 'Ya,
dia Iya kita. Iya yang ingin jadi pemain bola jika sudah besar.'
68. 'Tidak
... tidaaak ... ' Kania berlari ke arah jenazah anakku. Diguncang tubuh kaku
itu sambil menjerit histeris. Seorang petugas menghampiri Kania dan memberikan
secarik kertas yang tergenggam di tangannya waktu dia diturunkan dari tiang
gantungan. Bunyinya 'Terima kasih Mama.' Aku baru sadar, kalau dari dulu Kamila
sudah tahu wanita itu ibunya.
Setahun
lalu,
Sejak saat itu istriku gila. Tapi apakah dia masih istriku. Yang aku tahu, aku
belum pernah menceraikannya. Terakhir kudengar kabarnya dia mati bunuh diri.
Dia ingin dikuburkan di samping kuburan anakku, Kamila. Kata pembantu yang
mengantarkan jenazahnya padaku, dia sering berteriak, 'Iya sayaaang, apalagi
yang pecah, Nak.' Kamu tahu Kania, kali ini yang pecah adalah hatiku.
72.
73. Sumber
: unknown ..
74.
75. Semoga
bermanfaat dan penuh Kebarokahan dari Allah.....
76.
77. Marilah
Setiap detak-detik jantung..,
78. selalu
kita isi dengan..
79. Asma
Teragung diseluruh jagad semesta raya ini...
80.
81. Subhanallah
wabihamdihi Subhanakallahumma wabihamdika AsyaduAllahilaha illa Anta
Astagfiruka wa'atubu Ilaik..
82.
No comments:
Post a Comment