M.Rakib Ciptakarya.Riau Indonesia. 2014.
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ
دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ ». قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ
آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ: فَمَنْ
“Sungguh engkau sekalian akan mengikuti
kebiasaan-kebiasaan orang-orang sebelummu sejengkal demi sejengkal, sehasta
demi sehasta sehingga seandainya mereka masuk kedalam lubang biawak engkaupun
akan mengikutinya. Kita (para Sahabat) bertanya; Wahai Rasulullah ,
apakah mereka kaum Yahudi dan Nasroni? Beliau menjawab, siapa lagi kalau bukan
mereka.” (HR. Muslim no. 6952)
Perayaan tahun baru adalah bukti konkret dari pengekoran
umat ini pada budaya kaum kufar Yahudi dan Nasrani. Sangat tidak pantas bagi
kaum Muslimin mengikuti budaya mereka yang menyimpang dari fitroh. Kita harus
selalu ingat bahwa kita umat terbaik yang di anugrahkan bagi alam ini. Ya, umat
terbaik hingga akhir zaman. Tiada yang lain. Percayalah…
Hampir setiap tahun dunia ini di penuhi dengan
hingar–bingar pera-yaan
tahun baru masehi. Semarak memang acara di malam tersebut di-penuhi
dengan gemebyar pesta petasan dan kembang api . Begitu juga gegap gempita dunia
yang dipenuhi dengan pesta pora diringi sorak sorai suara terompet dan
wanita ditengah malam hari. Namun perayaan tahun baru adalah budaya
jahiliyyah yang mendunia dizaman ini. Dialah ritual tahunan yang lahir dari
masyarakat non Islami. Yaitu masyarakat jahiliyyah yang jauh dari hidayah dan
menyimpang dari fitroh dan ajaran Islam yang murni.
Sejarah Munculnya Perayaaan Tahun Baru Masehi
Kalau kita runut dari berbagai sumber,
munculnya tradisi perayaan tahun baru masehi muncul dari peradaban romawi
yang notabenenya beraqidah paganisme (penyembah berhala) dan Zoroastirianisme
(penyem-bah dewa). Pada mulanya bangsa romawi kuno memiliki sistem penang-galan
tersediri sebelum diganti dengan penganggalan masehi. Peletak dasar penanggalan
masehi adalah Julius Caesar pada tahun 45 SM. Oleh karena itu sistem
penanggalan masehi disebut juga dengan penanggalan Julian yang didasarkan pada
perhitungan peredaran matahari. Awal penanggalan masehi di mulai dari bulan
Januari yang berasal dari nama dewa bermuka dua (dewa Janus) yang diyakini
sebagai penjaga pintu gerbang Olympus. Kemudian setelah Kristen menjadi agama
resmi di kekaisaran Romawi kuno (312 M) sistem penanggalannya pun mengekor pada
penanggalan Julian, namun mereka jadikan tahun 1 Masehi sebagai tahun kelahiran
tuhan mereka, Yesus Kristus. Begitu juga dengan bangsa Yahudi, setelah
Yerusalem di kuasai romawi (63 SM) sistem penanggalan yahudi berganti dengan
penanggalan masehi . Setelah berjalannya waktu munculah tradisi “Sylvester
Night” dengan berpesta pora pada malam 31 Desember hingga 1 Januari. Tradisi
ini akhirnya diperingati hingga zaman ini.
Perayaan Tahun Baru Adalah Bentuk Fenomena
Keterpurukan Rohani/Fitroh Umat Manusia
Dibalik gegap gempita perayaan tahun baru
ternyata tersimpan segudang keterpurukan rohani yang begitu dahsyat. Manusia
seolah lupa
dengan tujuan hidup yang sejatinya. Sungguh berbagai penyimpangan fitroh
berkumpul menjadi satu di malam tahun baru. Bagaimana tidak menyimpang dari
fitroh, ketika jutaan manusia melaksanakan berbagai kemungkaran dengan dalih
pergantian tahun baru. Semua hal tersebut dilakukan dengan kolektif
dan ditempat umum. Seolah penyimpangan fitroh tersebut bukanlah kejahatan
publik lantaran mendapatkan legalitas dari masyarakat dunia yang di dominasi
sistem jahiliyyah yang terorganisasi rapi.
Menarik sekali apa yang dikatakan Sayyid
Qutb dalam muqodimah kitab beliau ”Fi Dzilalil Qur’an[1]” ketika menyifati masyarakat yang tenggelam dalam
kejahiliyyahan. “Dan aku telah hidup di dalam naungan Qur’an. Aku melihat
dari tempat yang sangat tinggi ke pada gelombang dahsyat kejahiliyyahan yang
membahana dan berkecamuk di atas muka bumi ini. Begitu juga aku lihat
betapa kecil dan kerdilnya perhatian para penduduknya terhadapnya. Dalam
naungan al-Qur’an aku melihat dengan keterheranan kepada para
pemuja-pemuja jahiliyah itu berbangga-bangga dengan ilmu pengetahuan yang
ada pada mereka, yaitu ilmu pengetahuan yang sebenarnya kekanak-kanakan,
kefahaman dan pemikiran yang kanak-kanak, serta minat dan cita-cita yang
kanak-kanak pula. Pandanganku tersebut sama seperti pandangan seorang
dewasa kepada mainan kanak-kanak. Sungguh aku terheran. Ya, terheran apa
sebenarnya yang ada dalam benak mereka? Kenapa mereka tenggelam dalam lumpur
kotor keterpurukan dan enggan mendengarkan dan menyambut seruan yang maha
tinggi, yaitu seruan Alloh yang
menjadikan luhur dan memberkati kehidupan dan umur mereka?”
Ungkapan tersebut mirip sekali kita saksikan hari
ini. Sungguh keterpurukan rohani yang besar sekali kita lihat manusia di malam
tahun baru. Mereka berhura-hura, berpesta pora dan bermaksiat
sambil tertawa ria namun tidak mengetahui apa tujuannya. Mirip sekali
perbuatan mereka seperti anak-anak kecil yang sedang bermain di dalam
hidup ini. Lebih terpuruk lagi jika tradisi jahiliyyah tersebut di
rayakan oleh umat Islam bahkan di Negara yang mayoritas kaum Muslimin. Tentunya
ini merupakan keterpurukan rohani yang menjadi biang keladi berbagai musibah
(keterpurukan duniawi) di negeri ini.
Perayaan Tahun Baru Bentuk Penyimpangan
Sirotulmustaqim
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam
kitabnya “Iqtidho’ Sirotulmustaqim Mukholafah Ashabul Jahim.” Beliau
berkata;
إن الصراط المستقيم هو أمور
باطنة في القلب؛ من اعتقادات، وإرادات وغير ذلك، وأمور ظاهرة؛ من أقوال، وأفعال،
قد تكون عبادات، وقد تكون أيضاً عادات في الطعام، واللباس، والنكاح، والمسكن
والاجتماع، والافتراق، والسفر، والركوب، وغير ذلك
“Sesungguhnya Sirotulmustaqim adalah
perkara-perkara batin di dalam hati dari keyakinan-keyakinan dan berbagai
keinginan dan lainnya. Begitu juga menyangkut perkara dzohir dari perkataan dan
perbuatan. Terkadang bisa berupa peribadatan dan terkadang pula bisa berupa
kebiasaan dalam tata cara makan, berpakaian, pernikahan, tempat tinggal dan
budaya masyarakat, acara perpisahan, bepergian serta rekreasi dan lain-lain.”
Dilihat dari sejarahnya peringatan tahun baru
masehi berasal dari kaum kuffar. Didalam Islam tidak ada perayaan kecuali
perayaan dua hari raya yaitu idul fitri dan idul adha. Jadi tradisi perayaan
tahun baru baik berupa pemberian ucapan, begadang tengah malam, konvoi, pesta
kembang api
dan petasan serta terompet sangat jauh dari sirotulmustaqim. Dialah jalan
golongan “al-Magdhubi ‘Alaihim (orang-orang yang di benci)” yaitu golongan
Yahudi dan jalan “‘Adh-dhollin (orang yang tersesat)” yaitu orang Nasrani[2]. Lebih dari itu perayaan tahun baru masehi adalah bentuk
tasyabbuh dengan kaum kuffar yang hukumnya adalah haram. Dimana Rasulullah bersabda;
من تشبه بقوم فهو منهم
“Barangsiapa meniru-niru suatu kaum maka dia
termasuk golongannya.”(HR.Abu Dawud no.4031)
Perayaan Tahun Baru Masehi Tradisi Suram
Penguburan Sejarah Islam
Ketika pasukan Islam telah meluluh lantakkan
peradaban Persia dan Romawi, maka Kholifah Umar membuat
sistem penanggalan Islam dengan penanggalan hijriah berdasarkan perhitungan
peredaran bulan. Dan kalau kita renungkan hal ini selaras dengan firman
Alloh .
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit.
Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi
ibadat) haji.” (QS .al-Baqoroh [2]: 189)
Didalam ayat tersebut Alloh mengisyaratkan
bahwa perhitungan penanggalan dalam Islam dengan peredaran bulan.
Kemudian Umar menjadikan
tonggak sejarah awal kebangkitan Islam yaitu peristiwa hijrahnya nabi sebagai
tahun pertama dalam tahun hijriah. Subhanaloh, kalau kita cermati ini merupakan
kejeniusan kholifah Umar yang
luar biasa. Namun demikian beliau sama sekali tidak memerintahkan kaum Muslimin
untuk memperingati tahun baru hijriah.
Setelah umat ini meninggalkan kemurnian. Mereka
mulai membebek pada tradisi orang kufar. Bahkan ketika hegemoni Yahudi dan
Nasroni menguasai dunia tradisi itu membudaya di kalangan kaum Muslimin. Allohu
musta’an…
Akhirnya sistem penanggalan hijriah mulai luntur
dikalangan kaum Muslimin berganti dengan penanggalan masehi. Akibatnya terkubur
pula jejak-jejak sejarah Islam. Padahal tidak mungkin syiar-syiar Islam yang
murni akan bangkit kecuali dengan menghidupkan kembali penanggalan hijriah
dalam kehudupan kaum Muslimin. Semoga kita bisa menghidupkan kembali sunnah
mulia yang kini redup di telan peradaban tirani tersebut. Pada hakikatnya menghidupkan
penaggalan masehi adalah menghidupkan syiar-syiar jahiliyyah dan mengubur
sejarah emas kejayaan Islam.
Ingat..!!! Kita Adalah Umat Terbaik
Suatu hari Rasulullah pernah
memberitakan pada para Sahabat;
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ
دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ ». قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ
آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ: فَمَنْ
“Sungguh engkau sekalian akan mengikuti
kebiasaan-kebiasaan orang-orang sebelummu sejengkal demi sejengkal, sehasta
demi sehasta sehingga seandainya mereka masuk kedalam lubang biawak engkaupun
akan mengikutinya. Kita (para Sahabat) bertanya; Wahai Rasulullah ,
apakah mereka kaum Yahudi dan Nasroni? Beliau menjawab, siapa lagi kalau bukan
mereka.” (HR. Muslim no. 6952)
Apa yang di kabarkan beliau sungguh benar dan
telah terjadi. Perayaan tahun baru adalah bukti konkret dari pengekoran umat
ini pada budaya kaum kufar Yahudi dan Nasrani. Sangat tidak pantas bagi kaum
Muslimin mengikuti budaya mereka yang menyimpang dari fitroh. Kita harus selalu
ingat bahwa kita umat terbaik yang di anugrahkan bagi alam ini. Ya, umat
terbaik hingga akhir zaman. Tiada yang lain. Percayalah…
BERSIKAP ZUHUDLAH DI TENGAH MASYARAKAT YANG MENYEMBAH UANG
Akan datang suatu masa nanti kepada
umat manusia. Masyarakatnya berkarakter
kambing dan kiblat mereka adalah wanita
dan uang(Kiblatuhum nisa’uhum wa darohimuhum)
Wahai para
penyembah wanita dan uang
Jadikanlah hidup
anda seimbang
Akhirat perlu,
dunia jangan dibuang
Hidup di dunia
bukan, untuk bersenang-senang
Makan jangan,
terlalu kenyang
Jalan yang haram,
tidak diberi peluang
Dunia akhirat, akan
tenang
Tipu daya,
harus ditentang.
Sikap zuhud
terhadap uang merupakan salah satu akhlak
mulia yang diajarkan oleh Islam. Zuhud mengandung arti melepaskan diri dari
keterikatan kepada dunia atau melepaskan diri dari diperbudak oleh dunia.
Dengan demikian zuhud bukan berarti melepaskan diri terhadap kebutuhan dunia,
karena hidup tidak dapat dipisahkan dengan kebutuhan. Tidak ada orang yang
hidup tanpa membutuhkan sesuatu. Namun janganlah menganggap bahwa dunia adalah
segala-galanya, sehingga lupa akhirat.
Kebalikan dari sifat zuhud adalah sifat matrealistis. Orang yang mempunyai sifat ini menganggap bahwa dunia dan harta adalah segala-galanya. Kalau kecintaannya terhadap dunia semakin menjadi-jadi dan tidak terkendali, maka dia dapat melupakan Allah SWT dan melupakan kehidupan akhirat.
Orang yang zuhud disebut zahid. Sikap zuhud menjadi penting untuk dimiliki oleh setiap orang muslim karena syaitan selalu membisikkan agar semakin banyak yang didapat manusia, maka semakin banyak pula keinginannya terhadap yang lain. Syaitan menghendaki
agar manusia menjadi makhluk yang matrealistis, serakah atau tamak, sudah memiliki satu ingin dua, setelah punya dua ingin empat, setelah punya empat ingin delapan dan seterusnya.
Kebanyakan orang karena terdorong nafsu syaitan maka kehidupannya hanya disibukkan untuk mencari kepuasan dunia. Dari hari kehari, bulan ke bulan dan seterusnya dari tahun ke tahun, sehingga hampir tidak ada lagi waktu mengingat Allah SWT dalam dirinya. Bahkan terkadang banyak orang menjadi lupa terhadap dirinya sendiri karena mengejar dan mencari kebutuhan hidup dan mendewakan harta atau materi. Orang seperti ini sudah terjebak dengan pola kehidupan yang matrealistis. Hadis Rasulullah :
Artinya : “Diriwayatkan dari Anas r.a katanya: Rasulullah s.a.w telah bersabda: Anak Adam menjadi semakin tua, tetapi ada dua perkara dari padanya yang akan menjadikannya semakin muda yaitu: Tamak (rakus) kepada harta dan tamak kepada umur.
( HR Bukhari dan Muslim )
Artinya : "Orang beriman makan dengan satut usus, sedang orang kafir makan dalam tujuh usus".
(H.R. Bukhari dan Muslim).
MENIPU SETAN
M.Rakib Ciptakarya.Riau
Indonesia. 2014.
Pada tahun 1998, penulis(M.Rakib Ciptakarya) menjadi guru SMA
Unggul Riau, yang kini bernama SMA Plus, yang terletak di Desa Kubang pinggiran
Kota Pekanbaru Riau Indonesia. Umur penulis waktu itu 40 tahun. Teman-teman
lain umurnya juga rata-rata 40 tahun. Kami sudah mulai merasakan penyakit
PATIMAH(Payah Tidur Malam Hari)…Sambil berkelakar, penulis menyatakan, jika
ingin mengatasi sulit tidur, cepat-cepatlah datang ke masjid pada hari jumat.
Pura-pura bezikir dan pura-pura ingin membaca Al-Qur’an sebanyak-banyaknya. Maka
Setan akan datang menghimpin pelupuk mata anda
dan menghilangkan daya fikiran di otak anda, pastilah anda akan
dininabobokkan oleh Setan, sampai anda tertidur pulas. Dibangunkan orangpun
anda seakan tidak rela. KHATIB berteriak pakai mikropon juga anda tidak
perduli. Itulah tip pertama jika ingin menipu Setan.
Ada tip kedua menipu Setan..jika
anda sulit tidur. Pertama anda harus bersandar ke dinding atau ke kursi.
Ambillah buku agama yang pemahamannnya agak berat. Bacalah kira-kira satu
setengah halaman. Baru masuk ke halaman ke dua, anda kemungkinan besar
didatangi oleh Setan tertinggi yang secepat kilat masuk ke saraf otak dan
bertengger di kelopak mata anda agar anda tertidur pulas. Setan tidak peduli
bahwa anda sebenarnya hanya pura-pura, karena anda ingin tidur sebenarnya..
ABU
NAWAS MENIPU TUHAN DENGAN MERAYUNYA
Abu Nawas adalah seseorang yang selalu memiliki cara untuk
menjawab setiap pertanyaan dengan tepat. Bahkan, pertanyaan yang sama pun dapat
dijawabnya dengan cara yang berbeda. Dan ada satu lagi yang diketauhi oleh sang
guru bahwa Abunawas bisa menipu Tuhan.
Untuk cerita mengenai Satu Pertanyaan Dijawab dengan Jawaban Berbeda sudah dikisahkan juga dalam bog Kisah Abu Nawas ini. Selanjutnya adalah mengenai Kisah Cara Menipu Tuhan.
Untuk cerita mengenai Satu Pertanyaan Dijawab dengan Jawaban Berbeda sudah dikisahkan juga dalam bog Kisah Abu Nawas ini. Selanjutnya adalah mengenai Kisah Cara Menipu Tuhan.
Kisahnya:
Setelah para murid Abu Nawas mulai mengerti mengapa pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda.
Murid Abu Nawas bertanya lagi.
"Wahai guru, mungkinkah manusia bisa menipu Tuhan?" tanya muridnya.
"Mungkin." jawab Abu Nawas.
"Bagaimana caranya?" tanya si murid penasaran.
"Dengan merayuNya melalui pujian dan doa." jawab Abu Nawas.
"Ajarkan pujian dan doa itu padaku wahai guru." pinta muridnya.
Doa
itu adalah:
Ilahi lastu lil firdausi ahla, walaa
aqwa 'alan naril jahimi, fahabli taubatan waghfir dzunubi, fainnaka ghafiruz dzanbil
'adhimi"
Arti doa tersebut adalah:
"Wahai Tuhanku, aku ini sama sekali tidak pantas menjadi penghuni surgaMu, tetapi aku juga tidak tahan terhadap panasnya api neraka. Oleh sebab itu terimalah taubatku serta ampunilah dosa-dosaku. Karena sesungguhnya Engkaulah Dzat yang mengampuni dosa-dosa besar."
Demikian teknik Abu Nawas agar bisa menipu Tuhan.
No comments:
Post a Comment