BENTURAN ANTARA UU 23 DENGAN FIQIH
HUKUM ISLAM MAMPU MEMENUHI RASA KEADILAN MASYARAKAT
Ada sedikit benturan yang cukup berarti antara Hukum Islam / Fiqih Islami dan Undang-undang Perlindungan Anak yang seringkali dianggap sekuler oleh banyak kalangan dalam memandang kekerasan pada pemberiaan hukuman dalam mendidik anak. Walaupun secara umum masih dap
at dibedakan antara kekerasan
sebagai hukuman dalam mendidik anak yang
cenderung terukur, tidak keluar dari
batas yang telah ditentukan serta
memiliki maksud dan tujuan yang
jelas, dengan bentuk kekerasan sebagai pengani
ayaan yang cenderung tanpa batas dan
lebih hanya sekedar pelampiasan lua
pan emosi terhadap anak atau bahkan
dengan maksud yang jelas-jelas direncan
akan sebagai penyiksaan. Kekrasan
dapat terjadi apabila potensi mental pada
diri seseorang tidak sesuai dengan
realisasi aktualnya.28\Hal
ini berarti ada orang lain yang
mempengaruhi dan ada cara untuk
mempengaruhinya, jadi ada subject
dan object yang dalam hal ini adalah manusia serta
adanya tindakan.29 Kekerasan
dapat dilakukan oleh siapapun dan
dalam kondisi apapun, tanpa terkecuali
kekerasan yang dilakukan oleh
orangtua terhadap anknya. Hal ini menurut
Erich Fromm tidak bisa terlepas dari
situasi dan kondisi lingkungan orangtua 28
Yayah Kisbiyah (et al), Melawan
Kekerasan Tanpa Kekerasan, cet. I (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2000), hlm. 3.
29
I. Marsana Windu,
Kekuasaan dan Kekeraaan Menurut
Johan Galtung,
cet. IV
(Yogyakarta: Kanisius, 2001),
hlm.67-68.
semasa kecilnya, seperti pendidikan,
teladan-telada
n buruk dan tatanan sosial
yang dapat mempengaruhi terjadinya
tindakan yang be
ersifat destruktif.
30
Teori-teori di ataslah yang akan
digunakan sebagai
landasan berfikir
dalam melihat fenomena tindak
kekerasan yang dilaku
kan oleh orangtua
terhadap anak yang terjadi dalam
rumah tangga. Seda
ngkan prinsip dasar yang
digunakan sebagai ruh atas kerangka
teori di atas a
kan diambil dari al-Qur'an,
as-Sunnah dan kaidah-kaidah
fiqhiyyah sebagaimana a
kan disebutkan berikut
ini:
Sebagaimana firman Allah dalam surat
al-Qas}as
}
:
#
& 23
4
5 6 78 #[1] & 9%
31
Ayat ini memberikan pemahaman bahwa
manusia dilaran
g berbuat
kerusakan di muka bumi ini.
Kerusakan adalah segala
sesuatu yang dapat
membuat kerugian bagi pihak lain,
sehingga Allah sa
ngat membenci para
pelaku kerusakan. Tindakan
pengrusakan ini sendiri
dapat menimpa siapa saja
dan apa saja serta dalam bentuk
apapun juga, sepert
i pembunuhan,
penganiayaan dan perbuatan keji
lainnya yang secara
jelas diharamkan oleh
Allah SWT.
Dalam ayat lain Allah berfirman:
30
Erich Feomm,
Akar Kekerasan: Analisis
Sosio-Psikologis Atas Wata
k Manusia,
cet. I
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002),
hlm. 34.
31
Al-Qas}as}
(28) : 77.
‑0#
:
3
‑0";
‑,[1]
32
Ayat ini menjelaskan bahwa orangtua
harus memperlak
ukan anak-
anak mereka dengan baik. Kata
<"
dalam "
" tidak hanya bermakna
membunuh jiwa sang anak, melainkan
dapat diartikan
larangan pembunuhan
kreativitas, perasaan, potensi,
serta ruang gerak s
ang anak. Anak akan
berkembang secara tidak wajar dan
akan menjadi musu
h bagi orangtua akibat
dari ketidakhati-hatian orangtua
dalam mendidik ana
knya.
33
Adapun kaidah fiqh yang digunakan
dalam teori ini a
ntara lain:
<;
-&
34
Kaidah tersebut menekankan bahwa,
walau bagaimanapu
n
ke-
mad}a>ra>t-an
harus dihilangkan. Artinya, segala
bentuk perbuatan
yang dapat
merugikan orang lain adalah
perbuatan yang dilarang
dalam Islam. Kaidah
lain yang berkaitan dengan ini
adalah:
35
32
Al-An’
a>m
(6) : 151. Lihat juga M. Anies,
Anak
, hlm. 2.
33
M. Anies, "Anak dalam
Perspektif Al-Qur'an: Kajian
dari Segi Pendidikan,"
Jurnal Al-
Jami'ah
, No. 54, Th. 1994, hlm. 3.
34
Asmuni Abdurrahman,
Qawa>’idul Fiqhiyyah
, cet. I (Jakarta: Bulan Bintang,
1976), hlm.
85.
35
Ibid.,
Sikap antisipatif ditawarkan oleh
kaidah ini. Bagai
manapun juga
menolak atau menghindari
ke-mad}a>ra>t-an
harus lebih diutamakan dari pada
mendatangkan kemaslahatan. Kemudian
pertimbangan un
tuk bersikap arif dan
bijaksana dalam menghadapi persoalan
juga sangat di
tekankan oleh para alim
ulama, sebagaimana tersirat dalam
kaidah berikut:
36
Di samping itu juga terdapat teori
kekuasaan yang d
irumuskan oleh
Max Weber. Kekuasaan diartikan
sebagai kemampuan un
tuk mengontrol
tindakan dari orang lain. Dalam
sosiologi, kekuasaa
n sering diartikan sebagai
wewenang dan pengaruh (
influence
), yang keduanya merupakan unsur
dari
kekuasaan itu sendiri. Weber
berpendapat bahwa sese
orang yang memiliki
kekuasaan atau wewenang berhak untuk
menentukan keb
ijakan-kebijakan atau
sanksi atas pelanggaran yang terjadi
atas apa yang
telah ditetapkan, terhadap
orang lain atau kelompok yang berada
di bawah kekua
saannya.
37
Jika berkaca pada pendapat Weber,
orangtua dalam sa
tu keluarga
memiliki wewenang dan
bertanggungjawab atas perkemb
angan dan
pertumbuhan anak baik jasmani maupun
rohani. Kekuas
aan dan wewenang
tersebut, orangtua berhak melakukan
apapun terhadap
anaknya (selama tidak
melampaui batas-batas
syar’i>
) dalam rangka menjalankan kewajiban
dan
36
Ibid
., hlm. 83.
37
D. A Wila Huky,
Pengantar Sosiologi
, (Surabaya: Usaha Nasional, 1986),
hlm.
183.
tanggungjawabnya sebagai orangtua.
Namun sangat dis
ayangkan bila dengan
dalih melaksanakan tanggungjawab
tersebut banyak or
angtua yang justeru
bersikap semena-mena terhadap anak
merek
-
undangan
Djaenab
Al
-
Risalah
| Volume
10
Nomor
1
Mei 2010
1
PERLINDUNGAN ANAK
PERSPEKTIF FIQH DAN PERUNDANG
-
UNDANGAN
Djaenab
Dosen Universitas Islam Makassar
(UIM)
Abstra
ct
Children as duty from God
that
should be cared. They have rights
and dignity that must
be respected. Parents have an
obligation to raise and
to take
care
of
them in proper way
s
.
Islam discourages unlawful
traditions such as killing children due to economic shortages
.
The development of
muslims’ thought is shifted from the
formal
-
legalistic to moral
subtantifistik
that
provide an opportunity to understand
a religious text in
polynterpretable. Islam is packed
not in black and white, but
it
is packed in line with
the modernization and adabt
able to progress. This is a great
way to fix the protection
rules for children, because today
it
tend
s
to the emergence of new mode
s
of crimes
toward
children.
The implementation of child
protection in
Islamic law perspective
is realized in three
forms, th
e three
of them
aim
ed
to keep the
welfare
of children as one of the aims of
syari’at, that is nurtur
ing
our generation
.
C
hild
in religious view is holy
,
Banyaknya kasus kekerasan yang
terjadi di Indonesia dianggap sebaga
i salah satu
indikator buruknya kualitas
perlindungan anak. Keberadaan anak yang belum
mampu untuk hidup mandiri tentunya
sangat membutuhkan orang
-
orang
sebagai tempat berlindung.
1
Rendahnya kualitas perlindungan anak
di Indonesia banyak menuai kritik dari
berbagai kalangan masyarakat.
Pertanyaan yang sering d
ilontarkan adalah
sejauhmana pemerintah telah berupaya
memberikan perlindungan hukum pada anak,
sehingga anak dapat memperoleh
jaminan atas kelangsungan hidup dan
penghidupannya sebagai bagian dari
hak asasi manusia. Padahal, berdasarkan
Undang
-
Undang No.
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak, yang berkewajiban
dan bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan perlindungan anak adalah negara,
pemerintah, masyarakat, keluarga dan
orang tua.
Eksistensi anak sebagai pelanjut
pengembangan misi agama dan misi ne
gara
perlu dikawal dengan penegakan
aturan yang melindunginya, sebab anak
-
anak
termasuk kelompok lemah dan rawan
dari perlakuan eksploitatif kaum dewasa. Di
tangan anak
-
anak bertumpu harapan akan kehidupan
berbangsa dan beragama di hari
esok yang lebih sej
ahtera. Oleh karena itu,
pengembangan pemikiran hukum, formal
dan non formal, harus turut
mempertimbangkan ketercapaian fungsi anak sebagai
pengemban misi itu.
H.A.R. Gibb dalam bukunya
Muhammadanism, An Historical Survey
,
sebagaimana dikutip oleh Muhamma
d Muslehuddin
2
bahwa hukum Islam memiliki
jangkauan paling jauh dan alat yang
efektif dalam membentuk tatanan sosial dalam
kehidupan masy
arakat Islam. Keluasan jangkauan
hukum Islam ini menjadi potensi
besar untuk dilahirkannya fiqh anak
yang
adabtable
dengan kemajuan zaman.
Bahkan Hoking, pakar hukum non
-
muslim dari Harvard University
mengatakan bahwa sebenarnya dalam
sistem hukum Islam i
tu sendiri terdapat
kesiapan dan modal untuk berkembang
dari dalam, tanpa memerlukan faktor
-
faktor
dari luar dan berkeyakinan bahwa
hukum Islam mempunyai teori secara lengkap dan
teori
-
teori yang menjadi syarat untuk
disebut sebagai sistem hukum.
3
Pengakuan ini,
seharusnya memotivasi umat Islam
Indonesia, sehingga nuansa moral agama dan
kepribadian bangsa dapat menyatu
memperkokoh benteng perlindungan anak.
Di samping fiqh global, di Indonesia
telah ada beberapa peraturan pe
rundang
-
undangan yang bertujuan melindungi
hak
-
hak anak. Antara lain, Undang
-
Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, Undang
-
Undang Nomor 3 Tahun
1997 tentang Peradilan Anak, Undang
-
Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang
1
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris
Gultom,
Urgensi Perlindungan Korban
Kejahatan Antara
Norma dan Realitas
(Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2007), h. 122.
2
Muhammad Muslehuddin,
Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran
Orientalis
(Cet. I; Yogyakarta:
Tiara Wacana, 1991), h. 58.
3
Abdul M
anan,
op. cit.,
h. 65
.
Dan janganlah kamu membunuh anak
-
anak kamu Karena takut
kemiskinan, kami akan memberi rezki
kepadamu dan kepada mereka, dan
jang
anlah kamu mendekati perbuatan
-
perbuatan yang keji, baik yang
nampak
di antaranya maupun yang
tersembunyi.
Ayat ini menegaskan bahwa orang tua
tidak berhak merampas masa depan
anak, dengan menjualnya karena
kekurangan biaya (ekonomi), Kata “membunuh”
dala
m ayat di atas, tidak hanya berarti
membunuh keberlangsungan hidupnya, tetapi
juga menjerumuskan anak pada masa
depan yang suram. Dalam ayat lain Allah Swt
memberikan wasiat agar setiap orang
berpikir serius dan mempersiapkan anak
-
anaknya agar di kemudian
hari tidak menjadi orang yang lemah
dan hina. QS. al
-
Nisa’(4): 9
|
Dan hendaklah takut kepada Allah
orang
-
orang yang seandainya
meninggalkan
dibelakang mereka anak
-
anak yang lemah, yang mereka khawa
tir
terhadap (kesejahteraan) mereka.
oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar.
Abdurrahman bin Muhammad, seorang
mufti Hadhramiyah, menyatakan:
tidak boleh menjual anak demi
mencukupi ke
butuhan mereka, karena
memperdagangkan orang merdeka
hukumnya haram.
11
Men
urut al
-
Syarbini, ayah tidak boleh mengajari
pekerjaan yang justru
menghinakan anaknya, dan tidak boleh
bagi orang tua mengajari anaknya pekerjaan
yang buruk, demi menjaga
kemaslahatan anak. Wajib bagi orang tua, kakek, dan wali
mendidik dan mengajari anak
-
anaknya, bila anak tidak memiliki
harta, maka biaya
pendidikannya dibebankan kepada
orang yang wajib menafkahinya.
12
Jika yang diperdagangkan adalah anak
maka dosa
nya lebih besar dibanding
orang dewasa, sebab menelantarkan
mereka dari kesempatan untuk memperoleh hak
pendidikan dan perlindungan.
Perdagangan anak juga berakibat pada problem
psikologis dan sosial. Yaitu,
menjauhkan anak dari kasih sayang orang tuanya s
endiri
secara paksa. Tindakan ini merupakan
sesuatu yang diharamkan dan termasuk dosa
besar. Ada dua pertimbangan mengapa
hal ini diharamkan.
Pertama
, karena pada
dasarnya memperdagangkan manusia itu
haram.
Kedua
, lebih dari itu karena anak
masih berada pa
da usia perlindungan dan belum
memiliki pola pikir kedewasaan,
sehingga memiliki kerentanan sangat
tinggi untuk dieksploitasi di luar kepentingan
dirinya. Ia justru seharusnya
memperoleh hak
-
hak yang membuatnya bisa tumbuh
11
Abdurrahman bin Muhammad,
Bugyah al
-
Mustarsyidin
(Beirut: Dar al
-
No comments:
Post a Comment