PENYAKIT DUA ANAS
ANTARA ANAS U.NINGRUM DAN ANAS MAAMUN 25-09-2014
Penyakit tak Disadari?
Indonesia tanah airku, tanah beli, air juga beli… (Harry
Roesli) sedangkan M,Rakib….LPMP…Riau Indonesia. menambahkan.
Negaraku,cabe dibeli dari Cina, Garam dibeli ke Singapur, Gas beli ke Malaysia.
Bunga beli ke Thailand..Daging danApel dibeli ke Australia..
Akibat dari Perilaku Korupsi,
Kolusi, & Nepotisme (KKN)
a.
Merugikan/menghabiskan keuangan
& perekonomian Negara;
b.
Merendahkan harkat dan martabat
bangsa;
c.
Menimbulkan terjadinya kesenjangan
social & ketidakadilan dalam hal pendapatan & kekayaan;
d.
Menjadikan Negara memiliki banyak
hutang luar negeri untuk menutupi kekurangan anggaran;
e.
Menimbulkan ketidakpercayaan rakyat
terhadap pemimipin Negara;
f.
& dapat menimbulkan konflik
dalam masyarakat akibat ketidak adilan dalam hal pendapatan.
Upaya Pemberantasan Korupsi, Kolusi, & Nepotisme (KKN)
a.
Penegakan hukum yang tegas;
b.
Meningkatkan pengawasan penggunaan
anggaran keuangan di berbagai departemen;
c.
Meningkatkan kinerja para penegak
hukum;
d.
Membentuk Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK);
e.
Meningkatkan fungsi Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK);
f.
Meningkatkan ketakwaan &
keimanan terhadap Tuhan YME;
g.
Peningkatan kualitas moral
bangsa/penanaman nilai pancasila;
h.
Dan peningkatan kesejahteraan
pegawai/pejabat Negara.
4. Landasan Hukum Pemberantasan & Pencegahan Korupsi,
Kolusi, & Nepotisme (KKN)
a.
Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998
tentang penyelenggara Negara yang bebas korupsi, kolusi, & nepotisme;
b.
UU No. 28 tahun 1999 tentang
penyelenggara Negara yang bebas korupsi, kolusi, & nepotisme;
c.
UU No. 20 tahun 2001 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi;
d.
& UU No. 31 tahun 1999 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi.
Lembaga Anti Korupsi, Kolusi, &
Nepotisme (KKN) di
Indonesia
a.
Lembaga penegak hukum : polisi,
kejaksaan dan pengadilan;
b.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK);
c.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK);
d.
Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat
Negara (KPKPN);
e.
Badan Pengawas Daerah (Bawasda);
f.
Lembaga Swadaya Masyarakat (yang
dibentuk oleh masyarakat).
Barangkali salah satu ciri dari
Negara yang subur adalah semakin tumbuh subur dan menjamurnya para pelaku
korupsi, kolusi dan juga nepotisme (KKN). Parahnya, mereka pelaku KKN tetap
dibiarkan hidup dan berkembang terus - dari waktu ke waktu. Adanya relasi,
koneksi dan entah apa lagi istilahnya – menjadi syarat mutlak bagi
manusia-manusia yang ingin bertahan hidup di era koruptorisasi ini. Huh!
Bukan pembangunan di segala bidang,
tetapi justru korupsi di segala bidang yang terjadi di Negara Indonesia Raya
tercinta nan cantik jelita ini. Tantangannya adalah rasa bosan ketika membahas
isu korupsi, sepertinya begitu, karena saking banyaknya koruptor di negeri ini.
Begini saja, mari kita bicarakan tentang nepotisme dan gratifikasi saja, yang
agaknya (mungkin) masih jarang dibicarakan. Hheuheu…
Nepotisme ;
Penyakit Sistemik
Siapa yang mendapatkan kesejahteraan
dari adanya nepotisme? Tentu saja seluruh anggota keluarga pelaku nepotis-nya.
Dahulu, keluarga Almarhum Presiden Soeharto misalnya. Kalau saya diperkenankan
untuk mencari kambing hitam dari maraknya nepotisme di negeri ini, sepertinya
keluarga cendana-lah yang pantas untuk dikambing hitamkan. Karena telah
berhasil mengajarkan trik-trik mengimplementasikan perilaku nepotis di negeri
ini, hingga sekarang. Atau barangkali ada orang lain yang pantas untuk
dikambing hitamkan – selain almarhum Soeharto?
Hidup di jaman sekarang harus sok kenal-sok dekat- sok akrab, memang!.
Supaya semua urusan mudah. Saat anda ditilang sama Polantas, bilang saja anda
saudaranya pejabat X – misalnya, pasti urusan tilang lancar. Saat anda
memasukkan lamaran kerja, bilang saja anda keponakannya Pak Rektor atau Pak
Dekan X, niscaya peluang diterima kerjanya sekitar 80 - 90%. Di bidang atau
lembaga lainnya pun demikian. Jadi jangan heran kalau anda tahu - misalnya di
perusahaan A ternyata antara manager dengan HRD kakak beradik, atau misalnya di
kampus B ternyata antara Dekan dan Kajur saudaraan, adiknya di bagian staf
akademik, dan anak-anaknya yang jadi mahasiswanya. Miris!
Gratifikasi
;
Penyimpangan tak Disadari
Ada kemungkinan masih terdengar
asing dengan istilah Gratifikasi. Dalam Peraturan Mendikbud No.51 Tahun 2003
Tentang Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, Pasal 1 ayat 2 tertulis : “Gratifikasi
adalah pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga,
tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan
cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.” Kemudian di pasal 1 ayat 3 diperjelas
dengan : “Gratifikasi dalam kedinasan
adalah hadiah/fasilitas resmi dari penyelenggara kegiatan yang diberikan kepada
wakil-wakil resmi suatu instansi dalam suatu kegiatan tertentu sebagai
penghargaan atas keikutsertaan atau kontribusinya dalam kegiatan tersebut.”
…………………..
Jadi, kalo gak ngapa-ngapain terus kemudian dikasih hadiah, jelas itu
namanya Gratifikasi!. Gratifikasi itu mengarah ke kolusi, kalau menjadi
kebiasaan dan terjadi kesepakatan. Misalnya, saat ada warga yang membuat
surat-surat di kelurahaan. Warga tersebut memberikan hadiah berupa sarung,
misalnya – kemudian diterima oleh petugas kelurahaan, maka itu Gratifikasi
namanya. Dan jika warga berbisik, “lain
kali kalau anggota keluarga saya mau mbikin surat-surat juga tolong jangan
dipersulit ya Pak/Bu…!”, nah yang ini sudah mengarah ke kolusi.
No comments:
Post a Comment