Thursday, August 8, 2013

PENDAPATAN ISTERI, LEBIH BESAR ADA WANITA, TIDAK SABAR


PENDAPATAN  ISTERI, LEBIH BESAR
ADA WANITA,    TIDAK  SABAR
DENGAN SUAMI, SERING BERTENGKAR
MERASA DIRI,   LEBIH  PINTAR
  
BANYAK YANG    COBA,   MINTA  CERAI
MERASA KUAT,  DAN PANDAI
HARGA DIRI SUAMI,  JADI  TERGADAI
SIKAP DURHAKANYA,   TIDAK  TERLERAI


         Arrijalu  Qowwamuna alan Nisa'.  Penelitian dari WASHINGTON – Pendapatan    istri   yang lebih    tinggi    dapat memperburuk kesehatan beberapa pria. Tak peduli kaya atau miskin, kehilangan peran sebagai tulang punggung keluarga membuat beberapa pria mengalami gangguan seksual, menderita insomnia, dan beberapa masalah kesehatan lain, menurut peneliti.

          Berbahaya sekali, dalam hubungan, ketika dompet perempuannya lebih gemuk daripada pasangannya, sekitar 10 persen pria lebih mungkin membutuhkan pil dokter untuk mengobati disfungsi ereksi, insomnia, impotens  dan kecemasan, menurut penelitian terbaru yang dilakukan peneliti dari Olin Business School di Washington University di St Louis, Amerika Serikat.

"Ada norma sosial yang begitu kuat bagi banyak pria, bahwa pada dasarnya, penting mendapatkan gaji yang lebih tinggi daripada istri. Ketika norma sosial itu dilanggar, membuat mereka merasa dikebiri," kata Lamar Pierce, profesor strategi di Olin yang menyelesaikan studinya pada Februari silam, bersama rekan-rekan penelitinya di Denmark, Rabu (29/5).
 

Penelitian lain telah menunjukkan bahwa pria yang pendapatan istrinya lebih besar lebih cenderung selingkuh.
 
 
Studi terbaru Pierce cs yang dipublikasikan Pew Research Center, Rabu, menemukan bahwa para mama dari hampir seperempat keluarga di AS membawa pulang gaji yang lebih besar dari para papa. Ini presentase tertinggi sepanjang sejarah.

Besaran pendapatan perempuan ketika pertama kali bertemu pasangannya dapat membuat perbedaan besar, temuan studi dari Universitas Washington, yang menelusuri catatan upah lebih dari 200.000 pasangan menikah di Denmark 1997-2006.

Jika pria bertemu calon istri yang berpenghasilan lebih besar, “mereka tidak akan dapat masalah di kemudian hari,” kata Pierce. “Masalah-masalah dalam perkawinan datang ketika pria berpenghasilan lebih besar, mereka menikah, kemudian slip gaji mereka (di bawah pendapatan istri mereka),” tim peneliti menjelaskan dalam
 Personality and Social Psychology Bulletin.

Memang masalah ciutnya pendapatan suami ini tidak membawa reaksi yang seragam pada kaum pria, Pierce menemukan. “Banyak pria tak masalah dengan itu, kan?”

Zack Rosenberg (29) yang mengelola pasar online untuk produk buatan lembaga amal yang disebut DoGoodBuyUs, bisa jadi contoh, Istrinya Rachel (26) menyumbang 60 persen pendapatan untuk kas keluarga dari pekerjaannya sebagai eksekutif pemasaran dan periklanan di New York City. Ketika mereka bertemu, pendapatan Zack lebih gede dan memiliki karier yang berbeda: menjual iklan untuk perusahaan seperti BuzzFeed, SmartBrief, dan WebMD.

"Saya tidak dapat bisa lebih bersyukur bahwa istri saya menghasilkan gaji yang lebih besar dari saya, (tapi)  kadang-kadang sulit untuk mengakui itu," kata Rosenberg. "Yang membuat itu lebih mudah adalah komunikasi kita. Kami berbicara banyak tentang (saya) meninggalkan pekerjaan bergaji tinggi untuk mulai membangun bisnis.”

"Dia berbagi pandangan-pandangan saya tentang bagaimana perusahaan saya kelak dan tahu betapa bersemangatnya saya. Terkadang saya tidak suka ketika kita makan malam atau ke supermarket dan saya harus tunduk kepada dia,” ujar Rosenberg. “Karena melihat pernikahan kita adalah hubungan jangka panjang, itu membuat kita lebih banyak sukses daripada gagal.”

Para peneliti dari Olin, mengeksplorasi alasan beberapa pria yang sedikit cemas ketika mereka jadi nomor dua dalam slip gaji. Para pria “yang tidak mengatakan, 'perempuan berbayaran lebih tinggi itu buruk dan pria-pria malang ini harus berurusan dengan disfungsi ereksi.'”

Norma sosial yang telah mengakar panjang mengatur bahwa prialah yang jadi pencari nafkah keluarga. Norma-norma ini telah berdampak terhadap pilihan karier perempuan, juga negosiasi gaji mereka.
 

Namun, kesenjangan pendapatan ini bukan perkara besar di negara seperti Denmark—salah satu negara yang paling progresif dalam isu-isu gender. Namun, perempuan bergaji lebih tinggi dari suami menjadi isu panas di negara-negara yang kurang progresif terhadap isu gender. Di beberapa wilayah ini, Pierce menambahkan, “Kebanyakan perempuan memilih keluar dari pekerjaan.”

Pendapatan yang lebih minim dapat membuat beberapa pria kehilangan harga diri dan terjaga tiap malam. Ini dapat menyebabkan perasaan benci terhadap pasangan, kadang-kadang secara sadar, tapi sering tanpa sadar.
 

Perasaan tadi bahkan timbul pada pria yang “sengaja memilih untuk tinggal di rumah, mengambil cuti, atau rela bekerja dalam pekerjaan yang berbuah sedikit,” menurut Peggy Drexler, asisten profesor psikologi di Fakultas Psikiatri Weill Medical College di bawah Cornell University.
 

"Bahkan pria paling liberal pun," Drexler mengatakan, "dapat mempertanyakan kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan keluarganya ketika perempuanlah yang sebenarnya melakukan itu."
Sumber : NBC News

Ini   kisah  nyata  dikutip dari curhat di  internet

        Sore itu, menunggu kedatangan teman yang akan menjemputku di masjid ini seusai ashar. seorang akhwat datang, tersenyum dan duduk disampingku, mengucapkan salam, sambil berkenalan dan sampai pula pada pertanyaan itu.

“Dara sudah menikah?”. “Belum mbak”, jawabku. Kemudian akhwat itu .bertanya lagi “kenapa?” hanya bisa ku jawab dengan senyuman. ingin ku j
awab karena masih kuliah, tapi rasanya itu bukan alasan.

“mbak menunggu siapa?” aku mencoba bertanya. “nunggu suami” jawabnya. Aku melihat kesamping kirinya, sebuah tas laptop dan sebuah tas besar lagi yang tak bisa kutebak apa isinya. Dalam hati bertanya- tanya, dari mana mbak ini? Sepertinya wanita karir. Akhirnya kuberanikan juga untuk bertanya “mbak kerja dimana?”, ntahlah keyakinan apa yg meyakiniku bahwa mbak ini seorang pekerja, padahal setahuku, akhwat2 seperti ini kebanyakan hanya mengabdi sebagai ibu rumah tangga.

“Alhamdulillah 2 jam yang lalu saya resmi tidak bekerja lagi” , jawabnya dengan wajah yang aneh menurutku, wajah yang bersinar dengan ketulusan hati.

“kenapa?” tanyaku lagi.

Dia hanya tersenyum dan menjawab “karena inilah cara satu cara yang bisa membuat saya lebih hormat pada suami” jawabnya tegas.

Aku berfikir sejenak, apa hubungannya? Heran. Lagi-lagi dia hanya tersenyum.

Ukthy, boleh saya cerita sedikit? Dan saya berharap ini bisa menjadi pelajaran berharga buat kita para wanita yang Insya Allah akan didatangi oleh ikhwan yang sangat mencintai akhirat.

“saya bekerja di kantor, mungkin tak perlu saya sebutkan nama kantornya. Gaji saya 7juta/bulan. Suami saya bekerja sebagai penjual roti bakar di pagi hari, es cendol di siang hari. Kami menikah baru 3 bulan, dan kemarinlah untuk pertama kalinya saya menangis karena merasa durhaka padanya. Waktu itu jam 7 malam, suami baru menjemput saya dari kantor, hari ini lembur, biasanya sore jam 3 sudah pulang. Saya capek sekali ukhty. Saat itu juga suami masuk angin dan kepalanya pusing. Dan parahnya saya juga lagi pusing. Suami minta diambilkan air minum, tapi saya malah berkata, “abi, umi pusing nih, ambil sendirilah”.


            Pusing membuat saya tertidur hingga lupa sholat isya. Jam 23.30 saya terbangun dan cepat-cepat sholat, Alhamdulillah pusing pun telah hilang. Beranjak dari sajadah, saya melihat suami saya tidur dengan pulasnya. Menuju ke dapur, saya liat semua piring sudah bersih tercuci. Siapa lagi yang bukan mencucinya kalo bukan suami saya? Terlihat lagi semua baju kotor telah di cuci. Astagfirullah, kenapa abi mengerjakan semua ini? Bukankah abi juga pusing tadi malam? Saya segera masuk lagi ke kamar, berharap abi sadar dan mau menjelaskannya,tapi rasanya abi terlalu lelah, hingga tak sadar juga. Rasa iba mulai memenuhi jiwa saya, saya pegang wajah suami saya itu, ya Allah panas sekali pipinya, keningnya, Masya Allah, abi deman, tinggi sekali panasnya. Saya teringat atas perkataan terakhir saya pada suami tadi. Hanya disuruh mengambilkan air minum saja, saya membantahnya. Air mata ini menetes, betapa selama ini saya terlalu sibuk diluar rumah, tidak memperhatikan hak suami saya.”

Subhanallah, aku melihat mbak ini cerita dengan semangatnya, membuat hati ini merinding. Dan kulihat juga ada tetesan air mata yg di usapnya."kata Dara,.


           “Dara tau berapa gaji suami saya? Sangat berbeda jauh dengan gaji saya. Sekitar 600-700rb/bulan. 10x lipat dari gaji saya. Dan malam itu saya benar-benar merasa durhaka pada suami saya. Dengan gaji yang saya miliki, saya merasa tak perlu meminta nafkah pada suami, meskipun suami selalu memberikan hasil jualannya itu pada saya, dan setiap kali memberikan hasil jualannya , ia selalu berkata “umi,,ini ada titipan rezeki dari Allah. Di ambil ya. Buat keperluan kita. Dan tidak banyak jumlahnya, mudah2an umi ridho”, begitu katanya.


            Kenapa baru sekarang saya merasakan dalamnya kata-kata itu. Betapa harta ini membuat saya sombong pada nafkah yang diberikan suami saya”, lanjutnya

“Alhamdulillah saya sekarang memutuskan untuk berhenti bekerja, mudah-mudahan dengan jalan ini, saya lebih bisa menghargai nafkah yang diberikan suami. Wanita itu begitu susah menjaga harta, dan karena harta juga wanita sering lupa kodratnya, dan gampang menyepelekan suami.” Lanjutnya lagi, tak memberikan kesempatan bagiku untuk berbicara.

“beberapa hari yang lalu, saya berkunjung ke rumah orang tua, dan menceritakan niat saya ini. Saya sedih, karena orang tua dan saudara-saudarasaya tidak ada yang mendukung niat saya untuk berhenti berkerja. Malah mereka membanding-bandingkan pekerjaan suami saya dengan orang lain.”

Aku masih terdiam, bisu, mendengar keluh kesahnya. Subhanallah, apa aku bisa seperti dia? Menerima sosok pangeran apa adanya, bahkan rela meninggalkan pekerjaan.

“kak, kita itu harus memikirkan masa depan. Kita kerja juga untuk anak-anak kita kak. Biaya hidup sekarang ini besar. Begitu banyak orang yang butuh pekerjaan. Nah kakak malah pengen berhenti kerja. Suami kakak pun penghasilannya kurang. Mending kalo suami kakak pengusaha kaya, bolehlah kita santai-santai aja di rumah. Salah kakak juga sih, kalo ma jadi ibu rumah tangga, seharusnya nikah sama yang kaya. Sama dokter muda itu yang berniat melamar kakak duluan sebelum sama yang ini. Tapi kakak lebih milih nikah sama orang yang belum jelas pekerjaannya. Dari 4 orang anak bapak, Cuma suami kakak yang tidak punya penghasilan tetap dan yang paling buat kami kesal, sepertinya suami kakak itu lebih suka hidup seperti ini, ditawarin kerja di bank oleh saudara sendiri yang ingin membantupun tak mau, sampai heran aku, apa maunya suami kakak itu”. Ceritanya kembali, menceritakan ucapan adik perempuannya saat dimintai pendapat.

“Dara tau, saya hanya bisa nangis saat itu. Saya menangis bukan Karena apa yang dikatakan adik saya itu benar, bukan karena itu. Tapi saya menangis karena imam saya dipandang rendah olehnya. Bagaimana mungkin dia meremehkan setiap tetes keringat suami saya, padahal dengan tetesan keringat itu, Allah memandangnya mulia. Bagaimana mungkin dia menghina orang yang senantiasa membangunkan saya untuk sujud dimalam hari. Bagaimana mungkin dia menghina orang yang dengan kata-kata lembutnya selalu menenangkan hati saya. Bagaimana mungkin dia menghina orang yang berani datang pada orang tua saya untuk melamar saya, padahal saat itu orang tersebut belum mempunyai pekerjaan. Baigaimana mungkin seseorang yang begitu saya muliakan, ternyata begitu rendah dihadapannya hanya karena sebuah pekerjaan.

Saya memutuskan berhenti bekerja, karena tak ingin melihat orang membanding-bandingkan gaji saya dengan gaji suami saya. Saya memutuskan berhenti bekerja juga untuk menghargai nafkah yang diberikan suami saya. Saya juga memutuskan berhenti bekerja untuk memenuhi hak-hak suami saya. Semoga saya tak lagi membantah perintah suami. Semoga saya juga ridho atas besarnya nafkah itu. Saya bangga ukhti dengan pekerjaan suami saya, sangat bangga, bahkan begitu menghormati pekerjaannya, karena tak semua orang punya keberanian dengan pekerjaan itu. Kebanyakan orang lebih memilih jadi pengangguran dari pada melakukan pekerjaan yang seperti itu. Tapi lihatlah suami saya, tak ada rasa malu baginya untuk menafkahi istri dengan nafkah yang halal. Itulah yang membuat saya begitu bangga pada suami saya.

Semoga jika Dara mendapatkan suami seperti saya, Dara tak perlu malu untuk menceritakannyapekerjaan suami Dara pada orang lain. Bukan masalah pekerjaannya ukhty, tapi masalah halalnya, berkahnya, dan kita memohon pada Allah, semoga Allah menjauhkan suami kita dari rizki yang haram”. Ucapnya terakhir, sambil tersenyum manis padaku.

Dia mengambil tas laptopnya,, bergegas ingin meninggalkannku. Kulihat dari kejauhan seorang ikhwan dengan menggunakan sepeda motor butut mendekat ke arah kami, wajahnya ditutupi kaca helm, meskipun tak ada niatku menatap mukanya. Sambil mengucapkan salam, meninggalkannku. Wajah itu tenang sekali, wajah seorang istri yang begitu ridho.

Ya Allah...

Sekarang giliran aku yang menangis. Hari ini aku dapat pelajaran paling baik dalam hidupku.

Pelajaran yang membuatu menghapus sosok pangeran kaya yang ada dalam benakku..

Subhanallah...

Sahabat...
Kekeliruan slama ini, orang mengganggap kebahagiaan itu adalan kaya akan materi... mobil mewah... rumah bagus...
Tapi sesungguhnya kekayaan sebanarnya itu ada saat kita merasa cukup akan nikmat ALLAH walaupun tampa ada materi yang bersifat wah.

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook