Peringatan
maulid adalah siasat,
Menghadapi musuh, yang amat kuat
Karena itu, Yahudi
menganggapnya sesat,
Ulama-yang kaku, mereka gugat.
Menyanyi itu boleh, dengan ukuran,
Mecela kebodohan, memuji kecerdasan
Atas
ucapan yang diridoi Tuhan,
Mereka disebut, penyair yang
berimana.
M.Rakib Jamari Riau
Ksesatan yang baik itu ada dua, pertama, salat tarawih
berjama’ah. Kedua peringatan hari-hari bersejarah dalam Islam
Saya Doktor M.Rakib Jamari S.H., M.Ag dari Pekanbaru Riau
ingin bertanya, apakah Al-Bani dan Bin Baz tidak pernah belajar Al-Siyasah
Al-Syari’ah ?
Perayaan dan
peringatan Mauwlid adalah bagian dari al-siyasah al-syari’ah. Saya ingin menantang ulama
sedunia, jika ulama sedunia tidak setuju bahwa semua peringatan hari besar
Islam itu bagian dari siasat, strategi menanamkan rasa cinta Allah dan rasul,
bukan bagaian ibadah mahdhoh yang dihinakan oleh Wahabi yang tidak punya
siyasat menghadapi Yahudi..Nabi saw memperbolehkan kita melakukan Bid’ah
hasanah selama hal itu baik dan tidak menentang syariah, sebagaimana sabda
beliau saw : “Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam islam, maka
baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang
sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yang buruk
dalam islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya dan tak
dikurangkan sedikitpun dari dosanya” (Shahih Muslim hadits no.1017, demikian
pula diriwayatkan pada Shahih Ibn Khuzaimah, Sunan Baihaqi Alkubra, Sunan
Addarimiy, Shahih Ibn Hibban dan banyak lagi). Hadits ini menjelaskan makna
Bid’ah hasanah dan Bid’ah dhalalah.
Dikutip dari
tulisan Perhatikan hadits beliau saw, bukankah beliau saw menganjurkan?,
maksudnya bila kalian mempunyai suatu pendapat atau gagasan baru yang membuat
kebaikan atas islam maka perbuatlah.., alangkah indahnya bimbingan Nabi saw
yang tidak mencekik ummat, beliau saw tahu bahwa ummatnya bukan hidup untuk 10
atau 100 tahun, tapi ribuan tahun akan berlanjut dan akan muncul kemajuan
zaman, modernisasi, kematian ulama, merajalela kemaksiatan, maka tentunya
pastilah diperlukan hal hal yang baru demi menjaga muslimin lebih terjaga dalam
kemuliaan, demikianlah bentuk kesempurnaan agama ini, yang tetap akan bisa
dipakai hingga akhir zaman, inilah makna ayat :
“ALYAUMA
AKMALTU LAKUM DIINUKUM…”, yang artinya “hari
ini Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, kusempurnakan pula kenikmatan bagi
kalian, dan kuridhoi islam sebagai agama kalian”,
Maksudnya semua ajaran telah sempurna, tak perlu lagi ada
pendapat lain demi
memperbaiki agama ini, semua hal yang baru selama itu baik
sudah masuk dalam kategori syariah dan sudah direstui oleh Allah dan rasul Nya,
alangkah sempurnanya islam, Bila yang dimaksud adalah tidak ada lagi
penambahan, maka pendapat itu salah, karena setelah ayat ini masih ada banyak
ayat ayat lain turun, masalah hutang dll,
berkata para Mufassirin bahwa ayat ini bermakna Makkah
Almukarramah sebelumnya selalu masih dimasuki orang musyrik mengikuti hajinya
orang muslim, mulai kejadian turunnya ayat ini maka Musyrikin tidak lagi masuk
masjidil haram, maka membuat kebiasaan baru yang baik boleh boleh saja.
Hei sipekak tuli
Siyasah
Syar’iyah diartikan sebagai ketentuan kebijaksanaan pengurusan masalah
kenegaraan yang berdasarkan syariat.
Khallaf
merumuskan siyasah syar’iyah dengan:
Pengelolaan
masalah-masalah umum bagi pemerintah islam yang menjamin terciptanya
kemaslahatan dan terhindarnya kemudharatan dari masyarakat islam,dengan tidak
bertentangan dengan ketentuan syariat islam dan prinsip-prinsip umumnya,
meskipun tidak sejalan dengen pendapat para ulama mujtahid.[1][1]
Definisi ini lebih dipertegas oleh
Abdurrahman taj yang merumuskan siyasah syariyah sebagai hukum-hukum yang
mengatur kepentingan Negara, mengorganisasi permasalahan umat sesuai dengan
jiwa (semangat) syariat dan dasar-dasarnya yang universal demi terciptanya
tujuan-tujuan kemasyarakatan, walaupun pengaturan tersebut tidak ditegaskan
baik oleh Al-Qur’an maupun al-sunah.[2][2]
Bahansi merumuskan bahwa siyasah
syar’iyah adalah pengaturan kemaslahatan umat manusia sesuai dengan tuntutan
syara. Sementara para fuqaha, sebagaimana di kutip khallaf, mendefinisikan
siysah syariyah sebagai kewenangan penguasa/pemerintah untuk melakukan
kebijakan-kebijakan politik yang mengacu kepada kemaslahatan melalui peraturan
yang tidak bertentangan dengan dasar-dasar agama, walaupun tidak terdapat dalil
yang khusus untuk hal itu.
Dengan menganalisis
definisi-definisi yang di kemukakan para ahli di atas dapat ditemukan hakikat
siyasah syar’iyah, yaitu:
1. Bahwa siyasah syar’iyah berhubungan dengan pengurusan dan
pengaturan kehidupan manusia.
2. Bahwa pengurusan dan pengaturan ini dilakukan oleh
pemegang kekuasaan (ulu ai-amr)
3. Tujuan pengaturan tersebut adalah untuk menciptakan
kemaslahatan dan menolak kemudharatan.
4. Pengaturan tersebut tidak boleh bertentangan ddengan
syariat islam.
Berdasarkan
hakikat siyasah syar’iyah ini dapat disimpulkan bahwa sumber-sumber pokok
siyasah syar’iyah adalah al quran dan ai
sunnah. Kedua sumber inilah yang menjadi acuan bagi pemegang pemerintahan untuk
menciptakan peraturan-peraturan perundang-undangan dan mengatur kehidupan bernegara.
Jawaban
M.Rakib UIN Suska Riau
Judul
Judul disertasi saya
KONSEP
KEKERASAN PADA HUKUMAN FISIK TERHADAP ANAK MENURUT HUKUM PERLIDUNGAN ANAK DAN
HUKUM ISLAM
PERTAMA, rumusan masalah/isu yang diangkat.
Rumusan masalah:
1.Apa pentingnya membahas hukuman
fisik?
Pentingnya ialah untuk menjawab problema yang dihadapi guru-guru di sekolah
yang ada di antaranya terancam masuk penjara, akibat memberikan hukuman fisik
kepada muridnya. Menurut Pasal 80 UU Perlindungan anak, guru yang memberikanm
hukuman fisik, dapat dikenakan hukuman penjara atau denda Rp.60 juta.
UU 23 th 2002. Pasal 80 ayat (1) menyatakan,
“Setiap orang yang melakukan
kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan
dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).”
1.A. Mengapa masalah/isu tersebut
merasa perlu untuk diteliti?
Karena korban di kalangan anak,
terus saja berjatuhan, dan guru-guru terus saja terjerat kasus hukuman fisik, dengan alasan sudah
konvensional, tradisi dan hukum agama membolehkannya, dengan menggunakan
analogi memukul anak yang lalai salat.
Jawaban : Issu sejauh mana masalah/isu tersebut relevan
dan signifikan untuk diteliti lebih lanjut?
Signifikannya masalah ini, ialah
aapapila anak tidak diberikan hukuman fisik, cenderung menjadi nakal dan
mengulangi kenakalannya, bahkan meremehkan guru-gurunya. Tapi kalau guru
memberikan hukuman fisik, justru guru tersebut bisa masuk penjara.
UU. No 35 th 2014. Pasal 82 UU Perlindungan Anak berbunyi, “Setiap
orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa,
melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan
atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).”
Sedangkan, Pasal 80 ayat (1) menyatakan, “Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).”
Bagaimana penelitian-penelitian sebelumnya
(kalau ada) terkait dengan masalah/isu tersebut? Apa saja yang masih belum
tereksplor terkait dengan masalah/isu tersebut pada penelitian-penelitian
sebelumnya?
Jawaban.Penelitian
sebelumnya hanya meninjau dari hukum perlindungan anak saja, tidak
perbandingannya dengan Hukum Islam,
No comments:
Post a Comment