WAH ..PENDEKATAN
BARU DALAM PENILAIAN KINERJA PNS
Kini muncul,
penilaianan kinerja.
Asalnya dari,
dunia usaha.
Pegawai Negeri,
mencoba pula.
Agar adil,
dalam bekerja.
Mulainya tahun
dua ribu empat belas’
Pegawai jangan,
bersikap malas.
Kinerjanya, harus,
berkualitas
Indonesia
harus, di tingkatan atas
Penulis mengutip tulisan  Mahmun Syarif Nasution
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berkinerja buruk selama
empat tahun berturut
-
turut 
siap
-
siap akan dipecat, demikian pernyataan Wakil Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara 
dan Reformasi Birokrasi (Wamen PANRB), Eko Prasojo di
Jakarta, Kamis (16/5/2013) 
seba
gaimana dilansir Liputan 6. Com. "Jadi kalau 3 tahun
berturut
-
turut tidak berkinerja bagus 
akan diberikan surat peringatan pertama. Dan satu tahun
lagi, kinerja masih buruk, maka akan 
diusulkan untuk diberhentikan," papar Eko. 
Pernyataan di atas
jauh dari
kenyataan 
yang terjadi
selama ini, begitu 
seorang PNS 
diangkat, 
sedikit
diantara mereka
diberhentikan walaupun kinerjanya buruk. Kalaupun ada PNS 
yang dipecat, itu lebih disebabkan 
karena 
yang bersangkutan 
tersangkut kasus hukum atau
pelanggaran etika. Pe
nilaian presta
si kerja memang dilakukan setiap tahun.
Namun 
penilaian 
tersebut ternyata 
tidak menjamin
berlaku
nya 
sistem
reward and punishment, 
yaitu 
di
berdayakannya
PNS yang berkinerja baik dan 
sebaliknya 
hukuman bagi PNS yang 
mengabaikan tanggungjawab. 
Ada 
PNS yang 
berprestasi 
ternyata
tidak mendapatkan 
kesempatan untuk promosi jabatan, sebaliknya 
ada pula 
PNS yang berkinerja biasa
-
biasa 
saja 
namun 
karena 
dekat dengan “api kekuasaan” diberi kesem
patan untuk mengembangkan 
karir.
Lain lagi persoalan menyang
kut kekuasaan dalam daerah otonom. PNS yang menduduki 
jabatan strategis sudah terbiasa “dibongkar pasang” unt
uk kepentingan amunisi politik. 
Kenyataan ini merupakan bukti tidak efektifnya sistem dan
mekanisme penilaian kinerja 
(performance appraisal) bagi 
PNS.
Ditengah kegalauan pengembangan karir dan sistem penilaian
kinerja PNS 
ditetapkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 
Tentang Penilaian Prestasi Kerja 
PNS 
untuk m
en
ggantikan PP No. 10 Tahun 1979 Tentang Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan 
PNS
(DP
-
3). 
Ketentuan 
pelaksanaannya 
kemudian diatur 
dalam Peraturan Kepala Badan 
Kepegawaian Negara Nomor 1 Tahun 2013
, yang diharapkan mulai diberlakukan Januari 2014. 
Ada hal baru dalam penilaian kinerj
a PNS
dalam kebijakan 
ini. Penilaian dilakukan terhada
p 
dua hal. Pertama, Sasaran Kerja Pegawai (SKP) berupa rencana
kerja dan target yang akan 
dicapai oleh seorang PNS. Kedua, Perilaku kerja yang
mempengaruhi pencapaian sasaran 
kerja sebagai perilaku produktif.
Kajian berikut ini mencoba membahas
pemberlakua
n 
PP No. 46 Tahun 2011
dari sisi 
paradigma penilaian kinerja (performance appraisal) 
yang berkembang 
dalam teori Manajem
en 
Publik
.
Bagaimana
pula
langkah
-
langkah penerapannya 
serta bagaimana tantangan dalam 
penilaiannya sehingga berjalan efektif sesuai de
ngan harapan bersama.
B.
Makna 
Kinerja.
Istilah kinerja merupakan terjemahan dari 
performance 
yang sering diartikan para 
cendekiawan sebagai penampilan, unjuk kerja atau prestasi.
Dalam kamus Illustrated Oxford 
Dictionari (1998: 606) istilah ini menunjukkan “
the execution of fulfillment of a duty”
(pelaksanaan atau pencapaian hasil dari suatu tugas), atau 
a persons achievement under test 
condition etc.
(pencapaian hasil dari seseor
ang ketika diuji, dsb.). Dalam literature manajemen 
sumberdaya manusia, kinerja diartikan sebagai 
“the record of outcomes produced on a 
specified job function
of actifity during of specified time period”.
(Be
rnardin Russel, 1993:397). 
Kinerja
di
defenisi
ka
n sebagai
catatan tentang 
outcomes 
atau hasil akhir yang diperoleh setelah 
suatu pekerjaan atau aktivitas dijalankan selama kurun waktu
tertentu. 
Pengertian i
ni 
menu
njukkan bahwa kinerja hanya 
mengacu pada serangkaian hasil yang diperoleh pegawai 
selama ku
run waktu tertentu, tidak termasuk karakteri
stik pribadi yang dinilai. Jadi 
kinerja 
adalah 
degree of accomplishment 
(tingkat pencapaian hasil). 
Sedikit berbeda dengan praktek birokrasi di 
Indonesia
selama ini,
kinerja dikaitkan 
dengan “pelaksanaan pekerja
an”
(sebagaimana tercantum dalam
DP3)
bukan pada hasil yang 
diinginkan. Unsur kesetiaan, prestasi, ketaatan, tanggung
jawab, kejujuran, prakarsa dan 
kepemi
mpinan, penekanannya adalah hal yang menyangkut
perilaku dan karakter dalam 
melaksanakan pekerjaan. P
rof. Dr. Yeremias T. Keban, SU, MURP, (2008:210) menduga 
paradigm
a
yang dianut disini adalah paradigm
a
manajemen klasik yang menekankan pada 
cara, perilaku, karakteristik ideal dibandingkan dengan
paradigm yang berorintasi hasil.
Namun demikian 
kajian 
terkait kinerja
sebenarnya dapat dinilai 
menurut tingkatannya. 
Salah satu pendapat dikemukakan oleh
Swanson (Swan
son dan Hilton III, 1997:73) yang 
membagi kinerja atas tiga tingkatan, yaitu kinerja
organisasi, kinerja proses dan kinerja individu. 
Kinerja o
rganisasi mempertanyakan apakah tujuan atau misi organisasi
telah sesuai dengan 
kenyataan kondisi atau factor 
ekonomi, politik dan budaya yang ada.
Seberapa jauh suatu 
organisasi mencapai hasil bila dibandingkan dengan kinerja
terdahulu atau bila dibadingk
an 
dengan organisasi lain yang 
sejenis. 
Menyangkut kinerja organisasi, d
ibutuhkan suatu defeni
si 
operasional yang jelas mengenai tujuan dan sasaran
organisasi, 
outputs dan outcomes
nya
indicator pencapaiannya
.
Kinerja proses menggambarkan apakah suatu p
ro
ses yang dirancang dalam
organisasi 
memungkinkan organisasi tersebut mencapai misinya
. 
Apakah 
mekanisme pelayanan ataupun 
proses produksi memiiki kapasitas
yang prima 
untuk menghasilkan
outputs
baik secara 
kuan
titas, kualitas dan tepat waktu secara memadai
.
Apakah proses penempatan dan 
pen
gembangan pegawai 
didesain sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan yang ada. 
Sedangkan kinerja 
individu 
terkait dengan pertanyaan 
apakah para pegawai memiliki 
kemampuan dalam bekerja, baik secara mental, fisik dan emosi
maupun dari segi pengetahuan, 
keterampilan dan pengalaman yang sesuai dengan karakter
pekerjan
ataupun posisinya.
C.
Penilaian Kinerja (Performance Apprasial)
Penilaian
kinerja 
pegawai 
adalah
“.... A way of measuring the contributions individuals to 
their organ
ization...” 
(cara mengukur kontribusi yang diberikan oleh seorang
pegawai bagi 
organisasinya)
Bernardin dan Russel (1993:380)
. 
Selanjutnya Managemen Study Guide 
menjelaskan bahwa penilaian kinerja adalah 
“....the systematic evaluation of the performance of 
emp
loyees and to understand the abilities of a person for
further growth and development”
(Sumber:http://www.managementstudyguide.com/performance
-
appraisal.htm
) 
Kutipan ini 
menjelaskan bahwa 
penilaian kinerja 
adalah evaluasi yang sistematis terhadap kinerja 
k
arya
wan dan untuk memahami kompetensi
seseorang untuk pertumbuha
n dan 
pengembangan lebih lanjut
. 
Jadi penilaian kinerja adalah suatu upaya yang sistematis
untuk membandingkan apa yang 
dicapai oleh
seseorang diband
ingkan dengan stan
dar yang ada. 
Dari hasil pengukuran kinerja 
(performance appraisal) diketahi 
seberapa besar produktivitas dan kontribusi
PNS terhadap 
organisasi
. Tujuannya
diarahk
an untuk memicu kinerja 
sehingga memberi motivasi dan pada 
gilirannya dapa
t memicu produktivitas.
Namun secara umum penilaian kinerja bertujuan 
sebagai berikut;
1.
Untuk memberi catatan untuk menetapkan paket kompensasi,
struktur upah, gaji dll.
2.
Untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan karyawan untuk
menempatkan orang 
yang tepat pada pekerjaan yang tepat. 
3.
Untuk menjaga dan menilai potensi kehadiran dan disiplin
untuk pertumbuhan dan 
pengembangan lebih lanjut. 
4.
Sebagai umpan balik kepada kary
awan mengenai kinerja mereka. 
5.
Berfungsi sebagai dasar untuk mempengaruhi kebiasaan kerja
karyawan. 
6.
Untuk meninjau dan mempertahankan program pelatihan.
Berdasarkan uraian diatas jelaslah bahwa penilaian kinerja
terkait dengan pengembangan 
organisasi dala
m hal penentuan kompensasi, perbaikan kinerja, umpan balik,
promosi, 
pelatihan, mutasi, pemberhentian, penelitian kepegawaian dan
perencanaan tenaga kerja.
D.
Paradigma Penilaian Kinerja
Dalam kenyata
an banyak p
ihak yang takut terhadap penilaian kinerja. 
Hal ini disebabkan 
oleh adanya tradisi bahwa hasil penilaian 
dapat memberi
justifikasi tentang siapa yang harus 
diberi sanksi 
dan yang harus diberi insentif. Anggapan seperti ini tidak
selamanya benar, 
tergantung dari dasar paradigm
a
yang dianut.
Secara te
oritis terdapat dua paradigm
a
yang popular
Sebagaimana dikemukakan Prof. Dr. 
Yeremias.T.Keban
, SU,MURP (2008: 215)
, yaitu 
paradigma normati
f
dan 
paradigma 
manajemen public baru
(New Public Management).
Dalam paradigma normatif
terdapat tiga 
aliran
yang mem
p
unyai orientasi berbeda. Pertama 
adalah
aliran 
manajemen klasik
ya
ng 
memandang pegawai sebagai fak
tor produksi yang dapat dimanipulasi. Implikasinya adalah 
evaluasi kinerja
merupakan alat untuk menentukan jenis manipulasi yang
diberikan, baik dalam 
bentuk insentif maupun hukuman. Yang dinilai disini adalah
tabiat individu pegawai seperti 
apakah mereka berpenampilan rapi atau tidak, jujur atau
tidak, disiplin atau tidak. Aliran ini 
beranggapan bahwa
kinerja sangat ditentukan oleh karakter manusia dan 
pekerjaannya. 
Sementara kesalahan proses dan struktur
organisasi dan sebagainya tidak begitu diperhatikan.
Aliran kedua adalah 
management human relation
yang melihat pegawai sebagai 
makhluk social yang kebutuhan sosialnya perlu dipenuhi.
Karena itu evalua
si kinerja merupakan 
sarana untuk mendengarkan dan
memperhatikan berbagai keluhan
. Aliran ini selalu menjaga 
hubungan baik dengan para pegawai, sehinggai penilaian
kinerja para pegawai cenderung baik.
Aliran ketiga adalah aliran manajemen sumberdaya 
manusia yang melihat pegawai 
sebagai sumberdaya (model human resources) yang harus
dikembangkan untuk meningkatkan 
martabatnya dan pencapaian tujuan organisasi. Dalam hal ini
evaluasi kinerja dilakukan untuk 
memecahkan masalah baik menyangkut perbaikan met
hod dan tehnik yang digunakan untuk 
mencapai tujuan organisasi secara optimal sekaligus untuk
mengembangkan kemampuan 
pegawai itu sendiri. Disini penilaian kinerja berfungsi
sebagai alat pengembang dimana 
manusia dilihat sebagai manajemen kunci.
Ketiga a
liran manajemen tersebut di atas cenderung berorientasi
kedalam (close 
system), sedangkan pada saat ini tuntutan terhadap
organisasi public untuk bekerja datang 
langsung dari masyarakat yang dilayani (open system)
. Dengan demikian penilaian kinerja 
seharus
nya dilandasi oleh suatu paradigm yang diarahkan tidak hanya
memecahkan masalah 
dalam organisasi, tetapi juga harus memperhatikan dan
memenuhi kebutuhan public yang 
seharusnya mereka layani sebagaimana dipublikasikan menjadi
misi organisasi.
Dalam konteks
New Public Management (NPM) 
penilaian kinerja
dilihat sebagai upaya 
berkesinambungan dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi
public. Dasar penilaian kinerja 
tidak semata
-
mata pada 
proses yang
ditempuh dan
perlakuan kepada bawahan da
n 
masyarakat, tetap
i lebih luas 
lagi berkenaan dengan kualitas pelayanan, keterkaitan dengan
visi 
dan misi
dan kesesuaian dengan apa yang dikerjakan organisasi public
dengan aspirasi dan 
kebutuhan masyarakat. 
Sal
ah satu konsep NPM 
adalah diterapkannya konsep
Performance Ap
p
raisal
,
suatu 
evaluasi yang sistematis terhadap kinerja karyawan dan untuk
memahami kemampuan 
seseorang bagi pertumbuhan dan pengembangan lebih lanjut.
Penilaian kinerja umumnya 
dilakukan dengan cara
-
cara; Pertama; Para pengawas mengukur gaji karyawan dan
membandingkannya dengan target dan rencana
kerja secara kuantitatif; Kedua, 
Supervisor 
menganalisis faktor
-
faktor di balik kinerja kerja karyawan
. Ketiga, para pengusaha berada 
dalam posisi untuk memandu karyawan meningkatkan kinerja
yang lebih baik. Kera
ngka 
pengukuran dalam performance appraisal dipandang dari dua
aspek yaitu; 
Pertama
, 
a
spek 
Results (Key Performance Indicators)
yang 
mengambarkan aspek hasil kerja karyawan. 
Pengukuran hasil kerja dilakukan melalui penyusunan 
sasaran kerja pegawai (SKP) 
dilengkapi 
dengan indicator kunci keberhasilannya (
key performance indicators
)
.
Kedua;
A
spek 
Kompetensi
yang menggambarkan kemampuan kerja dan perilaku kerja yang
dibutuhkan dalam 
rangka mencapai sasaran kerja. 
Konsep 
Performance Appraisal
ini kemudian dik
embangkan dalam lingkungan 
pemerintahan d
a
n sepertinya konsep ini diadopsi dalam penilaian kinerja
pegawai 
sebagaimana 
diatur dalam PP 46 Tahun 2011 dan 
dalam 
ketentuan pelaksanaannya dalam Peraturan Kepala 
BKN Nomor 1 Tahun 2013.
E.
Penilaian Kinerja PNS
dalam PP Nomor 46 Tahun 2011
Penilaian 
kinerja 
PNS telah banyak menuai kritik. Kritik 
tidak hanya
pada soal 
penerapannya, 
juga diarahkan pada mekanisme dan parameter pengukurannya.
Dalam 
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 Tentang Penilaian
Pelaksan
aan Pekerjaan PNS 
ada delapan unsur dalam penilaian kinerja seorang PNS,
yaitu;
kesetiaan, prestasi kerja, 
tanggungjawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama dan khusus
bagi PNS yang menduduki jabatan 
structural ditambah satu unsure lagi yaitu kepemimpinan. Uns
ur
-
unsur penilaian tersebut hanya 
berorientasi pada sosok maupun karakter individu dalam
melaksanakan suatu pekerjaan, bukan 
pada hasil kerja yang benar
-
benar dirasakan masyarakat sebagaimana konsep 
reinventing 
governance
Standar penilaianpun masih seragam
, kurang mengakomodasi variasi
-
variasi 
bidang tugas pokok dan fungsi pegawai, misi lembaga dan
kekhasan dari tingkat hirarki.
Setelah melewati proses 
kajian yang panjang
dan mendalam mengenai efektifitas penilaian 
DP
-
3 PNS 
maka 
pemerintah menetapkan kebija
kan
baru dalam penilaian prestasi kerja PNS 
dengan ditetapkannya PP Nomor 46 Tahun 2011 
Tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS 
yang 
akan berlaku efektif pada bulan Januari Tahun 2014 nanti.
Dala
m kebijakan ini digunakan 
pendekatan
baru dalam mengukur
kinerja PNS 
yaitu 
melalui penyusunan Sasaran Kerja 
Pegawai (SKP)
dan pe
nilaian perilaku kerja. 
B
obot 
peni
lai
an
unsur SKP sebesar 60 % dan 
perilaku kerja sebesar 40 %
. 
Penyusunan SKP ini adalah hal baru. Setiap PNS memiliki 
job description 
(kegiatan tugas
jabatan)
yang berbeda
-
beda, termasuk variasi dan tingkat eselon, jabatan
structural maupun 
fungsiona
l. Jadi, setiap PNS tentu memiliki SKP yang berbeda dan
tentu berbeda pula target 
kuantitas, kualitas, waktu dan biayanya. Hal ini tentu
berbeda dengan pen
ilaian DP
-
3 
sebelumnya yang berlaku sama untuk seluruh PNS. Diperlukan
sosialisasi khusus bagi setiap 
PNS supaya paham tehnis dan tata cara menyusun SKP. Namun
demikian, 
langkah
-
langkah 
penilaian 
penilaian prestasi kerja PNS dapat diikhtisarkan sebagai 
berikut;
Pertama
, Setiap PNS berkewajiban menyusun SKP setiap awal tahun
berdasarkan 
Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Instansi.
SKP memuat kegiatan tugas jabatan dan target yang 
harus dicapai dalam kurun waktu penilaian yang bersifat
nyata dan dapat diukur
.
S
etiap 
SKP
didasarkan pada tugas dan fungsi, wewenang tanggung jawab,
dan uraian tugasnya yang 
secara umum telah ditetapkan dalam struktur organisasi dan
tata kerja
. SKP dibuat 
berdasarkan prinsip
-
prinsip sbb; 
1) 
Jelas
: 
Kegiatan yang dilakukan harus dapat d
iuraikan 
secara 
jelas; 
2) 
Dapat diukur
: 
Kegiatan yang dilakukan harus dapat diukur secara kuantitas 
dalam bentuk angka seperti jumlah satuan, jumlah hasil, dan
lain
-
lain maupun secara kualitas 
seperti hasil kerja sempurna, tidak ada kesalahan, tidak ada
re
visi dan pelayanan kepada 
masyarakat memuaskan. dan 
lain
-
lain; 
3) 
Relevan
: 
Kegiatan yang dilakukan harus 
berdasarkan lingkup tugas jabatan masing
-
masing. 4) 
Dapat dicapai
: 
Kegiatan yang 
dil
akukan 
haru
s disesuaikan dengan kemampuan 
PNS; 
5) 
Memiliki target 
waktu
: 
Kegiatan yang dilakukan 
harus dapat 
ditentukan waktunya 
(satu tahun).
Kedua
, 
unsur Perilaku Kerja sebagaimana dimaksud dalam penilaian
prestasi kerja PNS ini 
meliputi aspek; orientasi pelayanan, integritas, komitmen,
disiplin, kerjasama dan 
kepe
mimpinan. Penilaian
kepemimpinan 
dilaksanakan khusus bagi PNS yang menduduki 
jabatan structural.
Ketiga
, 
SKP 
disusun 
oleh PNS yang bersangkutan dan diajukan untuk 
disetujui dan 
ditetapkan oleh Pejabat Penilai sebagai kontrak kerja. Dalam
hal SKP yang disus
un oleh PNS 
tidak disetujui oleh Pejabat Penilai maka keputusannya
diserahkan kepada Atasan Pejabat 
Penilai dan bersifat final.
K
eempat
, 
Setiap pelaksanaan kegiatan tugas jabatan harus ditetapkan
target yang akan 
diwujudkan secara jelas, sebagai ukuran pre
stasi kerja.
Dalam menetapkan target meliputi 
aspek sebagai berikut:
a) 
Kuantitas
(
target output)
. 
Dalam menentukan 
target output 
dapat 
berupa dokumen,
konsep, naskah, surat keputusan, paket, laporan, dan lain
-
lain.
b) 
Kualitas
(target kualitas) 
Dalam menetapkan 
target kualitas 
harus memprediksi pada
mutu hasil kerja 
yang terbaik, target kualitas diberikan nilai
paling tinggi 100 (seratus).
c) 
Waktu 
(target waktu) 
Dalam menetapkan 
target waktu 
harus memperhitungkan
berapa waktu yang dibutuhkan unt
uk 
menyelesaikan suatu
pekerjaan, misalnya bulanan, triwulan, kwartal, semester,
dan
tahunan.
d) 
Biaya
(target biaya). 
Dalam menetapkan 
target biaya 
harus memperhitungkan
berapa biaya 
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan dalam 1 (satu) tahun
, misalnya jutaan, 
ratusan juta,
miliaran, dan lain
-
lain.
Kelima
, Hasil rekomendasi penilaian prestasi kerja digunakan untuk
peningkatan kinerja 
organisasi melalui peningkatan prestasi kerja, pengembangan
potensi dan karir PNS yang 
bersangkutan serta penge
mbangan manajemen, organisasi dan lingkungan kerja.
No comments:
Post a Comment