Saturday, April 26, 2014

TANYAKAN SARJANA, YANG MENGANGGUR



PENGANGGURAN SARJANA
M.RAKIB RIAU INDONESIA

KALAU TUAN MEMANCING IKAN
UMPANNYA JANGAN,  DIBERI ANGGUR.
INGIN TAHU, DOSA PENDIDIKAN,
TANYAKAN SARJANA,  YANG MENGANGGUR


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA —Peningkatan jumlah pengangguran intelektual di Indonesia dinilai akibat dua faktor. Pertama, karena kompetensi mahasiswa yang kurang. Kedua, jumlah lapangan pekerjaan di Indonesia memang tidak terlalu banyak. “Sistem pendidikan di Indonesia yang terlalu berorientasi ke bidang akademik juga menjadi masalah,” kata Penasihat Dewan Pendidikan Jawa Timur Daniel Rosyid, Senin (3/12) memberikan penilaiannya.

Menurut dia, kurikulum S1 terlalu menekankan pada pengajaran akademik. Hasil akhirnya membuat mental sarjana hanya mencari kerja. Mereka tidak memikirkan cara untuk menciptakan lapangan kerja sendiri. “Coba kalau pendidikan vokasi diperbanyak, jumlah pengangguran intelektual tidak bakal sebanyak sekarang,” ujar Daniel.

Kai ini saya akan mengingatkan ikhwal makna “pekerjaan”. Dulu kala, sekitar 15 abad yang lalu, Rasulullah Saw. terkagum-kagum pada seorang pemuda yang hilir mudik di hadapannya sambil membawa kayu bakar, dan menjualnya di pasar. “Tuhan menghargai dia dibandingkan orang yang hanya berdiam diri.” ujarnya.
Semangat pemuda inilah yang patut kita tiru. Apa pun yang kita lakukan sudah menjadi keniscayaan agar memiliki manfaat bagi diri sendiri dan orang di sekitar. Berapa nyawa yang diselamatkan sang pemuda dari hasil menjual kayu bakar tersebut? Tentunya sangat banyak. Dia mendapatkan uang dan dibelikan makanan untuk sanak family. Kemudian, sang pedagang makanan juga dapat menghidupi keluarganya karena hari itu dagangannya laku. Sementara sang pembeli kayu bakar, dia dapat menyelematkan keluarganya dari ketiadaan lauk pauk dan hidangan untuk makan sekeluarga. Dia bisa memasak makanan tersebut dan merasakan kenikmatan.
Nikmat rasanya apabila hidup kita selalu diisi dengan kerja keras dan semangat membara. Dengan modal ini, lahirlah tanggung jawab dalam diri kita. Tanggung jawab yang tidak sudi kalau saja keluarganya tertimpa kekurangan. Dan, saya yakin, Allah Swt., akan marah apabila kita tidak dapat memenuhinya.
“Pengangguran” bagi saya, lahir dikarenakan dua penyebab. Pertama, mungkin disebabkan kondisi perekonomian Negara yang morat-marit, tidak berpihak pada rakyat, dan pemerintahan yang selalu berorientasi pada keuntungan sesaat. Dengan kondisi inilah kita seolah sulit menemukan pekerjaan yang sesuai dengan kehidupan.
Kedua, pengangguran dapat diakibatkan oleh mental dan sikap kita. Ketika kita merasa gengsi mengangkat barang atau kayu bakar, tentunya kita tidak akan pernah mendapatkan pekerjaan. Ingat pekerjaan bagi saya, ialah seluruh aktivitas diri yang dapat memberikan manfaat untuk kita sendiri dan orang di sekitar. Dan, “menganggur” artinya ialah tidak melakukan apa-apa untuk memperoleh rezeki Tuhan yang bertebaran di mana-mana.
Tuhan, sebagai Boss saya dan Anda, tidak pernah menginginkan balasan material atas seluruh kemurahan-Nya. Dia selalu memberikan upah atau gaji kepada hamba-Nya sesuai kapasitas, potensi, dan kerja keras yang dilakukannya. Saya pikir, tak ada lagi dengan yang namanya “pengangguran” bila kita memaknai kerja sebagai “tetap bekerja”. Sebab, dengan pemahaman seperti inilah, kita akan selalu memandang segala sesuatu memiliki prosfek menghasilkan upah dari-Nya. Upah tersebut dapat berupa uang, makanan, papan atau sandang. Sehingga sisa dalam satu hari dapat dinikmati dengan pandangan masa depan yang optimis.
Mental “tetap bekerja” ini tercermin pada seorang sahabat Rasulullah Saw., Abdurrahman Ibn Auf, yang suatu hari beliau memutuskan melakukan hijrah ke madinah dan meninggalkan harta bendanya di Mekkah. Sebegitu mencintai Nabi Saw., beliau berani kembali pada kondisi di mana dia sebagai seorang manusia yang tak memiliki apa-apa (miskin). Namun, kondisi tersebut tidak membuat dirinya berputus asa. Yang dikatakannya pertama kali datang ke Madinah ialah, “Di mana pasar!”. Dan, suatu ketika dia pernah berujar, bahwa dia mampu menghasilkan uang atau materi yang berasal dari bebatuan di sungai.
Benar saja, dengan kepiawaiannya dalam berbisnis dan berdagang, akhirnya, Abdurrahman Ibn Auf, menjadi salah satu saudagar kaya, dermawan, dan tidak diperbudak materi. Pesan saya, jangan GALAU apabila Anda menjadi Pengangguran! Karena begitu banyak yang harus kita kerjakan untuk lebih memberdayakan diri. Asal jangan gengsian, mentalnya kuat, sabar, dan tekun; insyaAllah semuanya dapat menjadi jalan kita mendapatkan gaji atau upah yang tak terkira dari Allah Swt. Amiiin


Ia menilai, kurikulum pendidikan memang tidak selalu cocok dengan tuntutan dunia kerja. Namun Daniel menuding faktor utama lebih pada banyaknya jurusan sosial yang dibuka di sebuah universitas. Adapun pendirian politeknik maupun institut rasionya dibanding universitas sangat kecil.

Padahal lulusan politeknik maupun institut sangat dibutuhkan kalangan industri. “Masalahnya banyak kampus yang menjual ijazah dengan mudahnya tanpa memperhatikan kualitas lulusan,” kata Daniel.

Guru besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) itu menyarankan, ke depannya pemerintah diharapkan untuk meningkatkan jumlah pendidikan vokasional. Cara itu dinilai Daniel sangat efektif sebab setidaknya bakal mela
hirkan lulusan yang memiliki kemampuan khusus sebelum terjun ke dunia kerja.

“Kurangi sarjana akademik, dan perbanyak sarjana yang memiliki skill. Ini cara tercepat mengurangi jumlah pengangguran terdidik.” N
Terlalu lama menganggur memang tidak menyenangkan. Makanya saya membuat blog agar ada kegiatan. Maklum jika tidak ada kegiatan larinya bisa kemana-mana, misalnya ngrasani sahabat, tetangga atau famili sendiri.Atau bahkan dari jam- ke jam agendanya hanya diisi mlungker di kasur kayak trenggiling.
Bagi orang yang belum bekerja dan sedang mencari pekerjaan juga memerlukan kesabaran yang luar biasa karena lapangan pekerjaan dan jumlah pencari pekerjaan tidak sebanding. Ini bukan hanya terjadi di negeri kita tetapi juga di negara sahabat.
Tetangga saya seorang sarjana pendidikan juga sudah lama mencari pekerjaan dan juga sudah sering mengikuti test, tetapi masih belum beruntung. Tawaran pekerjaan untuk menjadi guru di sebuah tempat kursus tak diliriknya. Dia merasa tak cocok karena ijazahnya bukan untuk menjadi guru tetapi bidang tehnik pendidikan.
Demikian pula ajakan temannya untuk menjadi seorang sales tak diterimanya karena dia juga merasa tak bisa berdiplomasi ria. Padahal seharusnya ajakan dan tawarin tersebut diterima saja untuk batu loncatan sambil mencari pekerjaan lain.
Tapi yaitu, lain lubuk lain ikannya, lain meja lain jajannya dan lain orang lain pula sikap dan cara berpikirnya.



No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook