Tuesday, March 19, 2013

HUKUMAN KEBIRI BAGI PEMERKOSA



KATA PENGANTAR

       Di awal kuliah penulis, di program S3 UIN Suska, 2008-2013 penulis menemukan informasi tentang adanya ancaman hukuman baru, yaitu hukuman kebiri. Wau , kejutan juga, para pemerkosa, dihukum kebiri, maaf batang zakarnya akan dipotong langsung secara fisik, sehingga tidak mungkin memperkosa lagi, sedangkan jauh sebelumnya, hukum Islam menerapakan  hukuman rajam bagi pemerkosa.

      Disertasi penulis awalnya tentang pornografi dan perkosaan serta antisipasinya dalam Hukum Islam, tetapi tahun 2009, waktu itu UU Pornogarafi sedang uji materil di Mahkamah Konstitusi, sehingga penulis mengubah arah. Judul baru, yang penulis pilih tentang guru yang memukul anak sebagai hukuman disiplin, dan orang tua yang memukul anak, karena meninggalkan shlat.

 

 

 

PENDAHULUAN

         Hukuman penjara terhadap pemerkosa dinilai tidak pantas. Banyak hukuman ancaman baru yang efktif, belum ditemukan, akhirnya satu persatu ditemukan juga. Itulah hukuman kebiri yang dikatakan sangat penting. Pandangan itu disampaikan Ketua Komisi Yudisial, Eman Suparman. Ia malah mengusulkan hukuman yang layak untuk pelaku kejahatan ini yakni dikebiri. "Kebiri saja, saya setuju, karena ini (pemerkosaaan) biadab," kata Eman, saat menemui Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perempuan dan Hak Asasi Manusia, hari ini.Eman menilai bahwa hukuman penjara hanya dijadikan sekolah tinggi bagi para penjahat. "Penjara itu sekolah tinggi ilmu kejahatan. Masuk penjara karena mencuri sepeda, keluar penjara bisa-bisa dia malah mencuri mobil," katanya.



          Bahkan dia mengkritik para hakim yang menjatuhkan hukuman ringan dan tidak memiliki perspektif korban dalam kasus pemerkosaan. Dia mengaku mendapatkan informasi bahwa ada hakim tinggi yang juga tidak memiliki perspektif gender ketika menangani perkara pemerkosaan.Eman mencontohkan ada perkara pemerkosaan terhadap seorang ibu di Solok, Sumatera Barat. "Pemerkosaan itu dilakukan oleh lima orang dan dilakukan saat ibu itu membawa anaknya.



        Oleh Pengadilan Negeri Solok, para pemerkosa itu dijatuhi hukuman 15 tahun, akan tetapi hukuman itu dikurangi menjadi empat oleh majelis banding Pengadilan Tinggi Padang," ungkap Eman. Ketua KY mengatakan bahwa itu fakta hukum yang terjadi dan KT tidak boleh mencampuri teknis yudisial. "Kami gemas. Tidak punya hati hakim itu," kata Eman.

Hukuman Pemerkosa: Alat Vitalnya Dikebiri








BAB     I
MENGAPA DIKEBIRI
          Sedih, pilu dan entah apa lagi yang terasa saat mengetahui laporan Komisi nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) yang menyatakan kasus kekerasan pada anak semakin meningkat, terutama kekerasan seksual. Namun yang menyedihkan adalah tidak adanya hukuman yang sepadan untuk membuat jera orang-orang yang dengan teganya berbuat kejahatan pada anak-anak. Mungkin kita bisa belajar pada negara-negara lain yang sudah dan akan menerapkan hukuman berat bagi para pemerkosa ini.
Pengadilan Korea Selatan (Korsel) menjatuhkan hukuman kebiri kepada seorang pelaku kekerasan seksual. Si pelaku, yang diketahui bermarga Pyo ini  sudah berulang kali melakukan pemerkosaan terhadap sejumlah remaja perempuan.
Pyo dinyatakan bersalah telah memerkosa  lima remaja perempuan antara November 2011 hingga Mei 2012 lalu. Dia bahkan mengancam para korbannya akan menyebarkan video seks mereka.
Pengadilan Distrik Seoul Selatan pun menjatuhkan vonis 15 tahun penjara terhadapnya ditambah hukuman kebiri secara kimia. Yang dimaksud kebiri secara kimia, yakni nantinya Pyo akan diberi suntikan yang mampu menurunkan kadar hormon dalam tubuhnya.
Selain menjatuhkan hukuman fisik, pengadilan juga memerintahkan agar catatan kriminal Pyo untuk dipampang di publik selama 10 tahun ke depan. Hal ini salah satu upaya untuk membuat jera pelaku dan memunculkan kewaspadaan warga atas kasus kekerasan seksual.
Hal yang sama juga rencananya akan dilakukan di Turki.
Di Turki, setiap tahun 8.000 hingga 15.000 anak menjadi korban kekerasan seksual. Karena itu, sebuah organisasi perlindungan anak menyatakan Turki melakukan kesalahan besar jika tidak meloloskan undang-undang yang mengatur hukuman kebiri kimiawi bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak.
Situs todayszaman.com melaporkan pemerintah Turki pada penghujung tahun telah mengajukan Rancangan Undang-undang Kesehatan Reproduksi dan Kekerasan terhadap Anak. Rancangan undang-undang tersebut akan memungkinkan penggunaan zat kimiawi untuk mengebiri pelaku kejahatan seksual yang mengincar anak-anak. Rancangan undang-undang itu tidak menjelaskan perincian implementasi kebiri kimiawi tersebut, tetapi akan diatur oleh Kementerian Kesehatan.
Ketua Asosiasi Perlindungan Anak dari Kekerasan Oğuz Polat, menyatakan rancangan undang-undang itu akan mengurangi kekerasan seksual terhadap anak-anak. Gagal mengesahkannya menjadi undang-undang akan menjadi kesalahan besar.
Usulan hukuman kebiri itu baru akan didiskusikan parlemen Turki pada 15 Januari, namun telah menimbulkan kontroversi. Menurut Oğuz, ada usaha-usaha nyata untuk memberikan informasi yang salah kepada publik mengenai kebiri kimiawi.
Kebiri kimiawi berbeda dari kebiri pembedahan. Dalam kebiri kimiawi, obat-obatan digunakan untuk mengurangi libido dan nafsu seksual.
Menurut Oğuz, dulu ada rencana untuk mengesahkan undang-undang sejenis, namun digagalkan oleh para elite Turki, yang mayoritas pria.
“Di Turki, 8.000 hingga 15.000 anak menjadi korban kekerasan seksual setiap tahun. Ini bukan hanya masalah anak-anak dan perempuan. Ini adalah masalah negara. Kita harus melakukan pencegahan sebelum terlambat,” kata Oğuz.
Memang, pelaksanaan hukuman kebiri ini masih jadi perdebatan. Bukan cuma di Turki, Korea Selatanpun demikian.
Selama ini, pembelakukan hukuman kebiri secara kimia menuai perdebatan karena dianggap melanggar hak asasi si pelaku. Bahkan seorang anggota parlemen Korsel, Park In-Sook yang juga seorang dokter pernah menyatakan, efek dari pengebirian secara kimia memiliki efek samping kuat, di mana hormon tersebut akan kembali dan menumpuk sehingga menimbulkan dorongan seksual yang lebih besar ketika suntikan tersebut tidak diberikan lagi.
Oleh karena itu pada September lalu, sejumlah anggota parlemen Korsel mengajukan undang-undang yang memperbolehkan para pelaku pemerkosaan dikebiri secara fisik. Hukuman fisik ini hanya berlaku bagi para penjahat kelamin yang telah berulang kali melakukan tindak pidana yang sama. Pengajuan UU ini masih dalam proses hingga saat ini.
Namun, jika memang RUU ini diloloskan oleh parlemen, maka nantinya pengadilan bisa menjatuhkan hukuman pengebirian testis terhadap para residivis pelaku kejahatan seksual. Terutama yang gagal menjalankan masa pembinaan dan rehabilitasi medis.
Beberapa negara telah menerapkan kebiri kimiawi bagi pelaku kejahatan seksual, di antaranya Inggris, Republik Ceko, Polandia, Swedia, Denmark, dan Kanada. Aplikasinya beragam dan di beberapa negara wajib mendapat persetujuan terdakwa.
Bagaimana dengan di Indonesia? (diolah dari berbagai sumber)

http://www.harianhaluan.com/images/stories/Berita9/070113/protes.jpgMasih nekat memerkosa kalau hu­kumannya adalah pelumpuhan alat vital? Pemerintah India berencana mem­berlakukan kebiri paksa bagi pemerkosa. Meski diprotes karena dianggap tidak manusiawi, namun banyak negara yang mem­berlakukan metode kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual.
Kebiri adalah perlakuan dimana alat vital lelaki dibuat tidak berguna sama sekali sebagai lelaki.
Tekanan yang kuat terkait kematian tragis seorang gadis yang diperkosa beramai-ramai di atas bus di New Delhi akhir tahun lalu, membuat pemerintah India beren­cana memberlakukan hukuman yang lebih keras.
Pemerintah yang berkuasa me­ngu­sulkan untuk memperberat hukuman penjara ditambah kebiri kimia paksa bagi para pelaku kejahatan seksual. Pada saat bersa­maan, pemerintah Turki tahun ini juga akan mem­ber­lakukan hukuman yang sama bagi para pedofil.
Para aktivis hak asasi manusia menentang praktek kebiri kimia paksa, dan menyebut itu sebagai sebuah tindakan melawan kebe­basan dan kemanusiaan.
Kebiri kimia berbeda dengan metode kebiri fisik. Kebiri kimia tidak dilakukan dengan membedah atau mengamputasi testis.
Secara teknis, kebiri kimia dilakukan dengan memasukkan bahan kimia antiandrogen, baik melalui pil atau suntikan ke tubuh seseorang untuk memperlemah hormon testosteron. Secara sederhana, zat kimia yang dimasukkan ke dalam tubuh itu akan mengurangi bahkan menghilangkan libido atau hasrat seksual.
Kebiri kimia sering dianggap sebagai alternatif bagi hukuman seumur hidup atau bahkan huku­man mati, karena pelaku kejahatan seksual bisa dibebaskan dengan mengurangi atau bahkan meng­hilangkan kesempatan bagi mereka untuk melakukan kejahatan yang sama.
Direktur Human Rights Watch HRW Asia Selatan Meenakshi Ganguly, seperti dikutip Radio Jerman Deutsche Welle menyebut “Ini seperti diskusi di ruang hampa, karena kami tidak tahu pasti apa yang dimaksud ketika orang-orang di sini (India-red) bicara soal kebiri kimia.”
Partai Kongres India yang berencana mengusulkan hukuman ini memang belum memberi penje­lasan detail.
“Kami harus memahami dulu mekanisme dan prosedur medis kebiri kimia. Saat ini orang-orang masih terlalu emosi” kata Ganguly.
Dalam kasus India, dia menga­takan bahwa yang dibutuhkan bukanlah metode hukuman baru bagi pelaku kejahatan seksual. Lebih penting lagi adalah memas­tikan bahwa para pelaku bisa dituntut dan dihukum, bahkan dengan aturan yang ada saat ini.
“Bicara soal hukuman baru tidak masuk akal” kata Ganguly sambil menambahkan bahwa dia menentang semua jenis hukuman yang melibatkan unsur penyiksaan dalam bentuk apapun.
Di banyak tempat, pember­lakuan hukum kebiri kimia paksa, biasanya terjadi sebagai respon setelah terjadinya kasus pemer­kosaan atau pedofilia yang membuat banyak orang marah.
Pertengahan tahun 2012, seorang laki-laki di Korea Selatan dijatuhi hukuman kebiri kimia karena berulang kali melakukan serangan seksual kepada anak-anak. Inilah untuk pertama kalinya negara itu menjatuhkan hukuman kebiri, sejak aturan itu berlaku dua tahun sebelumnya. (h/eko/dwl)


Turki Godok Hukuman Kebiri Bagi Pemerkosa Anak-anak
Sebelumnya AS, Inggris dan Jerman telah menerapkan hukuman ini.
Ilustrasi perkosaan
Ilustrasi perkosaan (VIVAnews/Adri Prastowo)
BERITA TERKAIT
http://media.viva.co.id/thumbs2/2013/02/02/190637_bom-di-kedubes-as-di-turki_151_86.jpg
VIVAnews - Pemerintah Turki tengah menggodok undang-undang baru yang menghukum kebiri bagi pelaku pemerkosaan terhadap anak di bawah umur. Diharapkan, dengan pengebirian, jumlah pemerkosa di negara tersebut berkurang.

Diberitakan al-Arabiya pekan ini, proposal dengan judul "Rancangan Undang-undang Kesehatan Reproduksi dan Pelecehan Anak" ini sedang dalam proses dijadikan Undang-undang. Rencananya, bentuk pengebirian akan dirundingkan dulu dengan Kementerian Kesehatan.

RUU ini telah disetujui oleh Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan. RUU ini masih tetap akan menerapkan periode waktu 20 minggu untuk mengurus aborsi korban perkosaan.

Namun dalam RUU ini diminta agar dokter pengaborsi membujuk korban untuk tidak melakukannya. Bagi dokter yang melakukan aborsi ilegal bisa dipenjara hingga delapan tahun lamanya.
Sebelum Turki, negara yang telah menerapkan hukum ini adalah Amerika Serikat, Inggris dan Jerman. Di negara-negara ini, pelaku perkosaan pada anak atau pemerkosa berantai akan dikebiri secara kimia.

Tidak seperti kebiri bedah yang mengamputasi testis. kebiri kimia dilakukan dengan menyuntikkan hormon untuk menghilangkan libido atau hasrat seksual pelaku. Dengan suntikan ini, hormon testosteron menjadi lemah dan diberangus.

 

 

 

 

Rumah Bordil Terbesar Segera Dibangun di Austria

Mengubah industri seks dari "jajanan kelontong" ke "supermarket".
Rumah bordil ini diklaim akan mengubah industri seks.
Rumah bordil ini diklaim akan mengubah industri seks. (Reuters)
BERITA TERKAIT

VIVAnews - Seorang pengusaha asal Austria mengumumkan rencananya untuk membuka rumah bordil terbesar di Eropa atau bahkan di dunia, dengan sebuah kompleks yang terdiri dari 147 kamar dan lahan parkir yang luas.

Rencananya rumah bordil terbesar itu akan dibuka pada 2014 dan resmi dijuluki sebagai 'FunMotel'. Rumah itu memiliki kapasitas untuk 1.000 tamu per hari, dan sekitar 150 pekerja seks dipekerjakan dalam proyek pembangunan senilai Rp147 miliar itu. Bersamaan dengan itu disediakan pula ruang untuk bus-bus dan 350 lahan parkir, juga dinding-dinding yang tinggi untuk menjaga privasi.

Pengusaha di balik proyek itu, Peter Laskaris, yang juga sudah mengoperasikan hotel yang sama di Wina mengatakan bahwa rumah bordil yang menjadi hotel bintang empat itu akan mengubah industri seks dari "jajanan kelontong" ke "jajanan supermarket".
FunMotel akan menawarkan berbagai macam paket seperti "perselingkuhan', 'gangbang', dan 'bintang porno'. Selain itu juga tersedia sarana hotel seperti biasa yaitu restoran, salon kecantikan, dan pusat kebugaran.

Namun, pihak pengembang 8Quadrat, sebuah perusahaan yang bermarkas di Wina, mengklaim bahwa jumlah perempuan dan harga yang terjangkau akan menjamin kepuasan mutlak bagi pelanggan laki-laki.

Meski demikian lokasi dibangunnya rumah bordil mewah itu masih dirahasiakan. Kabarnya rumah itu akan dibangun di sekitar timur laut Lower Austria yang mengelilingi ibukota Austria.

"Kami sengaja menyebarkan informasi palsu soal lokasi untuk menghindari masalah sebelum diresmikan," ujar Laskaris, seperti yang dikutip The Telegraph.

"Yang jelas, rumah bordil akan terletak di lokasi yang tidak mengganggu siapa pun," tambah salah satu pemegang saham dalam proyek, Werner Schmuck.

Ia juga menjelaskan bahwa peraturan baru mengharuskan rumah bordil memiliki izin resmi. Pers Austria pun melaporkan bahwa pihak berwenang setempat dan polisi telah memberikan persetujuan kepada mereka untuk menjalankan proyek miliaran dolar itu.

Pemberitaan mengenai pembangunan rumah bordil mewah itu menimbulkan beragam reaksi di negara yang melegalkan atau yang mengatur prostitusi di Eropa. Anggota Dewan Wina untuk isu perempuan, Sandra Frauenberger, mendukung pembangunan rumah bordil ini. "Memasukkan prostitusi ke dalam ruangan adalah prioritas, karena pekerjaan yang jauh dari jalanan adalah pekerjaan yang aman," kata dia. (adi)


BAB         II

KEBIRI HUKUMAN PILIHAN TERAKHIR
           Korea Selatan selangkah lebih maju dari India dalam hal mengurangi kejahatan seksual. Kini, Negeri Ginseng itu memperluas cakupan hukuman kebiri kimia bagi penjahat seksual kambuhan.
http://s.wsj.net/public/resources/images/OB-WO848_irape0_D_20130305222005.jpg


          Massa berkumpul memprotes pelaku kejahatan seksual. Di Korea Selatan, pemerintahnya menerapkan sanksi kebiri kimia bagi para penjahat seksual kambuhan. Sejak Mei 2012, Korea Selatan (Korsel) menerapkan hukuman kebiri dengan zat kimia bagi pelaku kejahatan seksual yang korbannya belum menginjak usia 15 tahun. Kini negara itu merevisi undang-undang tersebut, dan mulai berlaku pada Selasa pekan ini. Di bawah UU baru, pengadilan berhak memerintahkan kebiri kimia bagi para terpidana kejahatan seksual tanpa melihat batasan umur korban jika pelaku terbukti menderita penyimpangan seksual atau berpeluang besar mengulangi kejahatannya. Dalam hal ini, UU tersebut berlaku surut.
Aturan baru itu belum diimplementasikan secara nasional karena Pengadilan Daerah Daejeon bulan lalu meminta Mahkamah Konstitusi memutuskan apakah UU itu melanggar hak asasi manusia. Selain itu, menurut pengadilan Daejeon, belum ada cukup penelitian mengenai efektivitas sanksi semacam itu.
Hukuman ini berupa pemberian bahan kimia bagi pelaku kejahatan seksual untuk memperlemah produksi hormon testosteron dalam tubuh pelaku. Menurut laporan, bahan kimia yang dibutuhkan bernilai $4.500 atau sekitar Rp44 juta per tahun untuk satu orang. Kebiri kimia telah mulai diterapkan di sejumlah negara seperti Jerman, Swedia, dan beberapa negara bagian Amerika Serikat.
Sejak Mei lalu, empat orang pedofil Korsel telah diperintahkan menjalani kebiri kimia. Salah satunya, yang memiliki nama belakang Park, sudah mulai mengonsumsi obat-obatan tersebut.
Presiden Korsel Park Geun-hye sebelumnya menjanjikan tindakan keras bagi pelaku kejahatan seksual. Pada kampanye presiden yang berlangsung November tahun lalu, ia berujar bahwa “para pelaku kejahatan seksual, terutama terhadap anak-anak, harus mendapat hukuman berat, termasuk hukuman mati.” Ia juga menekankan kebutuhan merampingkan dan mempersatukan lembaga pemerintah yang relevan.
Pada 27 Februari, Polisi Nasional Korsel meluncurkan tim penyelidikan khusus untuk menangani kejahatan seksual di masing-masing distrik. Tim-tim itu menitikberatkan perhatian pada kejahatan seksual atas anak-anak atau orang-orang cacat.
Bulan lalu, pemerintah Korsel menyatakan akan meningkatkan jumlah anggota kepolisian yang ditugaskan untuk menindak kejahatan seksual menjadi 1.000 petugas dibanding sebelumnya yang berjumlah 350 orang. Pemerintah Park memasukkan kejahatan itu sebagai salah satu dari empat “kejahatan sosial”.

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook