Saturday, February 1, 2014

ANAK SUKARNO, DI LUAR NEGERI DARI WANITA YANG CANTIK BESTARI




 ANAK SUKARNO, DI LUAR NEGERI
DARI WANITA YANG CANTIK BESTARI
DAYA PIKATNYA, MEMANG MISTERI
RAKYAT INDONESIA,  SUDAH MENGERTI.

 HM.  RAKIB,   SH,M  Ag...Pekanbaru--Riau. 2014

      BANYAK orang yang ingin tahu, Sepak terjang Kartika Soekarno Putri, putri bungsu Presiden Soekarno, berbeda dari semua saudaranya. Tak berminat terjun di dunia politik, dia lebih menggeluti aktivitas sosial. Melalui Kartika Soekarno Foundation, dia memberi sumbangsih sosialnya di bidang sosial dan lingkungan. RIKO NOVIANTORO, Jakarta 


BAHASA Indonesianya tak begitu fasih. Bah kan lebih pandai bertutur dalam tiga bahasa asing. Namun darah dan kecintaannya akan Indonesia tidak hilang begitu saja. Perempuan bernama lengkap Karina Kartika Sari Dewi Soekarno ini memang lebih banyak malang melintang di negara luar. Putri pasangan Soekarno–Ratna Sari Dewi Soe karno ini memang terlahir di Tokyo, Jepang. 


Masa remajanya dihabiskan di Paris, Prancis. Selanjutnya dia menempuh pendidikan di Swiss. Setelah itu cukup lama bekerja di New York, Amerika. Hingga kemudian kembali ke Tokyo, Jepang. ”Hallo…apa kabar,” sapa Kartika Soekarno Putri dalam peluncuran film dokumenter ‘Tra shed’ di kantor Kedutaan Belanda di Jakarta. Berkemeja putih polos dipadu celana panjang, Kartika berdiri penuh percaya diri menghadapi audince.

Tiada aksesori mencolok yang dikenakan. Bahkan terkesan lebih seder hana dari tetamu yang hadir. Wajahnya selalu penuh senyum. Tubuhnya lincah bergerak, menemui tetamu di ruang pertunjukan Kedutaan Belanda. Satu persatu tamu itu disapa dan berdialog sesaat. “Semua mencintai Indonesia. Tapi saya begitu sedih melihat sampah yang menumpuk di mana-mana,” tuturnya membuka pembicaraan.
Kondisi itu, sambung dia, membuat kenyamanan tinggal di Indonesia sangat terganggu. Belum lagi dampak sampah yang ada di sekitar dapat menimbulkan penyakit dan berbagai kondisi buruk lainnya Dia mengakui kenyataan itu tak hanya terjadi di kota-kota di Indonesia. Ba nyak negara lain yang juga mengalami nasib serupa. Termasuk pula ne gara-negara maju.


“Melalui film dokumenter ‘Trashed’ inilah kita berharap ada upaya memperbaikinya,” terang dia. Film berdurasi 1 jam 40 menit ini memang bukan murni karya Kartika Soekarno Foun dation. Film tersebut digarap para sinneas asal Inggris. Kartika Soekarno Foundatian hanya mem berikan ide terhadap film. Tak heran film yang mengambil gambar buruknya kondisi sampah di sejumlah negara asing itu pun memasukan Sungai Ciliwung, Jakarta. “Ada lokasi seperti di Jakarta dan Bali yang menjadi bagian dalam film itu,” ucapnya dalam bahasa asing.
Kartika tak bermaksud menjadikan Sungai Ciliwung sebagai bagian buruk dari persoalan sampah di dunia. Tapi memang kondisi serupa ju ga terjadi di beberapa negara lain. Termasuk di negara Cina, Pasific Utara dan kawasan Mediterania. Film ‘Trashed’ ini, terang dia, lebih menggambarkan kondisi buruk yang terjadi di dunia ini. Persoalan sampah tidak tertangani sedikit pun.

Bahkan terkesan semakin menakutkan. Dalam film itu pun, Kartika membeberkan sejumlah fakta yang terjadi dari sampah. Kondisi kesehatan warga yang buruk dialami, terma suk berbagai kerusakan alam. Hingga nantinya bakal merusak peradaban manusia. “Sampah itu sendiri yang nanti menjadi mesin pemusnah peradaban manusia. Jika tidak sekarang kita memulai mengolah sampah secara bijak,” ucapnya. Menariknya, film dokumenter ‘Trashed’ ini diperankan actor kawakan, Jeremy Irons.
Seorang aktor yang berhasil menyabet gelar actor terbaik dalam Academy Award. Banyak film yang telah dimainkan Jeremy Irons, antara lain The Man in The Iron Mask. Kartika mengakui peran Jeremy Irons dalam film ini sangat tepat. Mampu memberikan pesan tentang bahaya sampah di dunia. Bahkan secara pribadi pun memperlihatkan dedikasi Jeremy Irons terkait lingkungan hidup. 

”Jeremy bukan hanya aktor. Dia juga seorang yang peduli dengan lingkungan. Makanya dia mendukung film Trashed,” imbuhnya. Kartika menyebut, film dokuementer ini disusun melalui proses yang panjang. Dilakukan riset secara mendalam. Hingga mampu mengambarkan kondisi terburuk dari sampah di dunia. Terkait biaya pembuatan film, dia tak ingin membeberkan. (*)

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook