Thursday, February 27, 2014

FIQIH SIYASAH, HADIAH SHALAT DALAM KAJIAN



HADIAH SHALAT DALAM KAJIAN FIQIH SIYASAH
         Secara harfiyah (leksikal), fiqh mengandung arti tahu, paham, dan mengerti. Arti ini dipakai secara khusus dalam bidang hukum agama atau yurisprudensi Islam (menurut Ibnu al-Mandzur dalam Lisan al-’Arab. Menurut istilah, fiqh (fikih) adalah ilmu atau pengetahuan tentang hukum-hukum syaria’t, yang bersifat amaliah (praktis), yang digali dari dalil-dalilnya yang terperinci ( seperti pendapat Abu Zahrah, dibawah ini);
الفقه : العلم بالأحكام الشرعية العملية المكتسب من اد لتهاالثفصيلية.
Fikih juga merupakan pengetahuan tentang hukum agama Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan al-Sunnah yang disusun dengan jalan ijtihad. Kata siyasah berasal dari akar kata ساس- سياســة yang artinya mengatur, mengendalikan, mengurus atau membuat keputusan. Di dalam Kamus al-Munjid dan Lisan al-’Arab, kata siyasah kemudian diartikan pemerintahan, pengambilan keputusan, pembuat kebijakan, pengurusan, pengawasan atau perekayasaan. Untuk selanjutnya al-siyasah kadang-kadang diartikan, memimpin sesuatu dengan cara yang membawa kemaslahatan.
Makna istilah, fiqh siyasah atau siyasah al-syar’iyyah diartikan sebagai berikut:
1. Menurut Ahmad Fathi;
تد بير مصـــالح العباد على وفق الشرع
”Pengurusan kemaslahatan umat manusia sesuai dengan ketentuan syara” (Ahmad Fathi Bahantsi dalam al-siyasah al-jinaiyyah fi al-syari’at al-Islamiyah)…
      Penulis setuju dengan shalat berhadiah yang ditarik kssimpulan dari kajian  fiqih siyasah..
          Lain hal dengan pendapat M.Quraish Shihab pada TEMPO.CO, Jakarta - Cendekiawan muslim dan ahli tafsir Al-Quran, Muhammad Quraish Shihab, mengatakan tidak sepatutnya orang meniatkan salat untuk mendapatkan hadiah. Salat, kata bapak Najwa Shihab ini, seharusnya dilakukan dengan tulus dan berserah diri kepada Tuhan. "Adalah tidak pada tempatnya jika masyarakat dan pemerintah turut dalam progam salat berjemaah berhadiah mobil," kata Quraish saat dihubungi Tempo, Kamis, 13 Februari 2014.

          Menurut bekas Menteri Agama ini, lomba salat berhadiah boleh digelar jika konteksnya adalah untuk pembelajaran. Maksudnya, seseorang dirangsang dengan hadiah untuk belajar mempraktekkan gerakan dan bacaan salat dengan benar. Biasanya, kata dia, kompetisi ini ditujukan kepada anak-anak. "Tapi hadiahnya pasti bukan mobil," katanya.


Pada Rabu, 12 Februari 2014, banyak orang berbondong-bondong memadati Masjid At-Taqwa di Kota Bengkulu. Mereka tidak hanya berniat melaksanakan salat zuhur berjemaah, tapi juga berpartisipasi dalam lomba salat berjemaah berhadiah mobil serta ibadah haji dan umrah yang digelar Wali Kota Bengkulu Helmi Hasan mulai hari itu.
           Helmi Hasan mengatakan lomba ini digelar untuk mewujudkan Bengkulu sebagai kota religius. Hadiah tersebut diberikan sebagai motivasi dan penghargaan bagi penduduk Bengkulu yang telah melaksanakan ibadah. Hingga Rabu, 12 Februari 2014, jumlah warga yang mendaftar sekitar 2.000. Dalam lomba ini, peserta yang bisa 40 kali salat zuhur setiap Rabu secara berturut-turut dipastikan akan mendapatkan hadiah berangkat haji atau umrah. Sedangkan hadiah mobil hanya diberikan untuk satu orang.


Al-Siyasah  Al-Syari’ah
Shalat Karena Hadiah, Bolehkah?
Oleh  Drs.H.M.Rakib,S.H.,M.Ag.Ciptakarya Pekanbaru  Riau Indonesia. 2014
https://fbcdn-profile-a.akamaihd.net/hprofile-ak-prn1/t1/c12.19.155.155/s100x100/400362_109703199155280_905196490_a.jpg

Amal untuk selain Allah,  akan tertolak.,
Kecuali  bagi   anak-anak
Diberi hadiah, agar bergerak,
Dengan tujuan, perbaikan akhlak.

Ada pula namanya, fastabiqul khairat,
Perintah bijak,  dari  ayat.
Berlaku juga, untuk  shalat,
Tua muda, yang tidak sakarat.

Nabi pernah, memberi hadiah shalat,
Kepada Ali, yang sangat taat.
Kalau khusyu’, hadiahnya dapat,
Berupa sorban, benangnya rapat.

Shalat berhadiah, sama dengan musabaqah,
Membaca Al-Quran, seninya indah.
Yang terbaik, dapat hadiah,
Agar  semarak, dan juga berkah.

       Hadiah untuk yang shalat itu hanya sebagai strategi “Al-Siyasah”, Perkataan siyasah pada penggunaannya di sudut bahasa bermaksud ‘mentadbir sesuatu perkara dengan baik’ atau ‘pemerintah mentadbir urusan rakyat’.
Perkataan Syari`ah berasal dari perkataan “Syari`at dalam bahasa Arab, yang dalam penggunaan biasanya dimengertikan sebagai ‘sumber air minum atau pembawaan yang jelas’.  Perkataan  ‘Syari`ah’ juga dipakai oleh al-quran dalam banyak ayat antaranya ada yang bermaksud sebagai peraturan hidup yang terkandung dalam suruhan dan larangan dan ada juga yang bermaksud seluruh ajaran agama yang merangkumi aspek keimanan, perundangan dan akhlak.

Manakala strategi ‘Syari`at Islam’ ialah seluruh apa yang disyari`atkan oleh Allah di dalam agama sama ada dengan wahyu atau dengan sunnah rasul saw. Ianya termasuklah perkara-perkara yang berkaitan dengan persoalan akidah dan keimanan, akhlak-akhlak yang mulia dalam perhubungan sesama anggota masyarakat dan hukum-hukum Allah yang berkaitan dengan perbuatan para mukallaf sama ada halal, haram, wajib, sunat dan harus yang dikenali sebagai fiqh dan juga perundangan Islam.


Penulis  setuju  dengan  al- Siyasah  al-Syari’ah berupa hadiah Shalat Zhuhur berjamaah berhadiah mobil, umrah, dan haji, sontak iming-iming adalah siasat atau  al-Siyasah dari Wali Kota Bengkulu Helmi Hasan itu menuai tanggapan beragam.
Tak kurang para pegawai negeri sipil (PNS) memadati Masjid at-Taqwa, Bengkulu, saat pelaksanaan hari pertama shalat berhadiah tersebut. Namun keesokan harinya, tampak masjid yang sebelumnya dipenuhi jamaah sepi.
Program shalat berhadiah ini hanya dilakukan pada hari Rabu setiap pekannya. Lebih khusus lagi hanya shalat Zhuhur. Lalu, bagaimana shalat yang diimingi dengan berbagai hadiah tersebut?
Ketua Departemen Kajian dan Riset Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Ustaz Tajjudin Pogo, Lc mengungkapkan, shalat orang yang bukan karena Allah SWT tertolak.

Ustaz Tajjudin mendasarkan pada hadis niat yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Jika seseorang beramal karena harta atau wanita, dia akan mendapatkan apa yang diniatkankannya. “Dia hanya dapat dunia kalau niatnya hanya hadiah,” ujar Ustaz Tajjudin.

Namun, jika orang tersebut ikhlas karena Allah SWT maka bila ada orang yang memberi penghargaan hal tersebut, tidak masalah.

Ustaz Tajjudin mencontohkan ada hadis Nabi SAW yang menyebut jika dalam berjihad ada yang dapat membunuh kaum musyrik maka dia mendapatkan harta rampasan dari yang dibunuhnya tersebut.

Hal ini dibuat sebagai penyemangat dan bukan dijadikan niat utama. Seperti halnya hadis puasa sunah bagi seorang bujang. Niat berpuasa karena Allah SWT, namun ada keutamaan tambahan, yaitu menjaga diri.

Hal seperti ini masuk ranah mencari ridha Allah SWT. Jika ada motivasi-motivasi tambahan tersebut, tidak mengapa asal tidak mengalahkan motivasi utama.

Ketua MUI KH Kholil Ridwan menyebut shalat yang diimingi hadiah sah selama cukup syarat dan rukunnya. Namun apakah mendapat pahala atau tidak, itu urusan hamba dengan Allah SWT.

Kiai Kholil menegaskan, untuk mendidik umat, hal tersebut tidak mengapa. “Asal jangan dijadikan model,” katanya mengingatkan. Menurutnya, jika dipermanenkan hal tersebut tidak ada contohnya.

Hendaknya setiap orang beribadah karena Allah SWT, bukan karena hadiah. Kiai Kholil mengibaratkan lomba Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ).

Bagi orang yang mengikuti lomba tersebut bisa mendapat pahala jika niatnya memperbaiki bacaan Alquran. “Namun, pahalanya gugur kalau niatnya karena hadiahnya.”

Imam Nawawi dalam Syarah Arba’in Nawawiyah menyebut seseorang yang beramal untuk mencari dunia, amalnya tertolak. Imam Nawawi mendasarkan pada hadis qudsi yang bersumber dari Abu Hurairah RA.

“Allah Ta’ala berfirman, ‘Aku adalah yang paling tidak membutuhkan persekutuan. Barang siapa melaksanakan suatu amal dengan mempersekutukan Aku dengan selain Aku maka Aku akan meninggalkannya berikut sekutunya.” (HR Muslim).

Al Harits al-Muhasabi dalam kitabnya Al Ri’ayat menegaskan tidak bolehnya niat selain karena Allah SWT. Ikhlas, kata al-Muhasabi, adalah kita menginginkan Allah dengan cara menaati-Nya bukan demi selain-Nya.

Al Hafizh Abu Nu’aim dalam Al Hilyat Al Ulama’ menjelaskan, melakukan ketaatan demi manusia atau dunia bisa merusak amal. Allah terlalu besar untuk membutuhkan sekutu.

Allah SWT juga terlalu besar untuk menerima suatu amal yang di dalamnya Dia dipersekutukan dengan selain-Nya. Termasuk, di dalamnya iming-iming hadiah.

As Samarqandi berkata, suatu amal yang dilakukan demi Allah akan diterima. Dan, suatu amal yang dilakukan demi manusia akan ditolak.

Dia mencontohkan seseorang yang shalat Zhuhur dengan maksud menunaikan kewajiban. Tapi, demi manusia dia memperlama rukun dan bacaannya. Pada dasarnya shalatnya diterima, namun tidak diterima amalnya

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook