EMPAT KEJAHATAN KEPALA
KELUARGA TERHADAP BAWAHANNYA
M.Rakib Muballigh IKMI Riau
Indonesia.2014
Kejahatan pertama: memaki dan menghina bawahannya
Kejahatan kedua: melebihkan bawahan yang satu dari
yang lain
Kejahatan ketiga: mendoakan keburukan bagi bawahannya yang
mengkritik
Kejahatan keempat: tidak memberi teguran yang bersifat
mendidik.
Kadang-kadang ada
bawahan yang bertanya apakah aku
seimbang haknya di kantor ini dengan saudara yang lain? Karena ada atasan/
kepala yang melebihkan kasih sayang kepada pegawai yang lain. Ada atasan yang
melebihkan perhatian kepada bawahan yang lain. Nah pertanyaan apakah saya
pantas dicintai dasarnya adalah sense of self worth –
rasa bernilai. Pegawai yang asalnya tumbuh dari keluarga yang baik, rasa nilai
dirinya baik. Itu sebabnya mudah percaya diri. Yang menjadikan masalah dalam
hubungan cinta sesama sekantor itu
memang akan ada perbedaan. Sebagai kekuatan untuk menumbuhkan. Karena tidak ada
kekasih yang tidak mengatur.
Kepala/ aatasan jika
terasa semakin mengatur. Karena tidak ada orang dalam hubungan baik atau
dicintai itu yang tidak dituntut menjadi orang seperti yang diharapakan oleh
orang yang mencintainya. Itu sebabnya mulai ada konflik. Perbedaan antara orang
yang dicintai dengan perilkaunya membuat kita mencintai orangnya dan membenci
perilakunya. Itu yang menjadikan hubungan kita adalah cinta dan benci. Jangan
sampai kita dibenci oleh orang yang tadinya mencintai kita karena kita menolak
berlaku seperti yang diharapkan oleh orang yang mencintai kita. Itu.
Menarik tulisan dakwatuna.com - Rasulullah saw. sangat penyayang terhadap bawahannya, maaf sahabatnya, bahkan anak-anak,
baik terhadap keturunan beliau sendiri ataupun anak orang lain. Abu Hurairah
r.a. meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah saw. mencium Hasan bin Ali dan
didekatnya ada Al-Aqra’ bin Hayis At-Tamimi sedang duduk. Ia kemudian berkata,
“Aku memiliki sepuluh orang anak dan tidak pernah aku mencium seorang pun dari
mereka.” Rasulullah saw. segera memandang kepadanya dan berkata, “Man laa
yarham laa yurham, barangsiapa yang tidak mengasihi, maka ia tidak akan
dikasihi.” (HR. Bukhari di Kitab Adab, hadits nomor 5538).
Bahkan dalam shalat pun Rasulullah
saw. tidak melarang anak-anak dekat dengan beliau. Hal ini kita dapat dari
cerita Abi Qatadah, “Suatu ketika Rasulullah saw. mendatangi kami bersama
Umamah binti Abil Ash –anak Zainab, putri Rasulullah saw.—Beliau meletakkannya
di atas bahunya. Beliau kemudian shalat dan ketika rukuk, Beliau meletakkannya
dan saat bangkit dari sujud, Beliau mengangkat kembali.” (HR. Muslim dalam
Kitab Masajid wa Mawadhi’ush Shalah, hadits nomor 840).
Peristiwa itu bukan kejadian
satu-satunya yang terekam dalam sejarah. Abdullah bin Syaddad juga meriwayatkan
dari ayahnya bahwa, “Ketika waktu datang shalat Isya, Rasulullah saw. datang
sambil membawa Hasan dan Husain. Beliau kemudian maju (sebagai imam) dan
meletakkan cucunya. Beliau kemudian takbir untuk shalat. Ketika sujud, Beliau
pun memanjangkan sujudnya. Ayahku berkata, ‘Saya kemudian mengangkat kepalaku
dan melihat anak kecil itu berada di atas punggung Rasulullah saw. yang sedang
bersujud. Saya kemudian sujud kembali.’ Setelah selesai shalat, orang-orang pun
berkata, ‘Wahai Rasulullah, saat sedang sujud di antara dua sujudmu tadi,
engkau melakukannya sangat lama, sehingga kami mengira telah terjadi sebuha
peristiwa besar, atau telah turun wahyu kepadamu.’ Beliau kemudian berkata,
‘Semua yang engkau katakan itu tidak terjadi, tapi cucuku sedang bersenang-senang
denganku, dan aku tidak suka menghentikannya sampai dia menyelesaikan
keinginannya.” (HR. An-Nasai dalam Kitab At-Thathbiq, hadits nomor 1129).
Usamah bin Zaid ketika masih kecil
punya kenangan manis dalam pangkuan Rasulullah saw. “Rasulullah saw. pernah
mengambil dan mendudukkanku di atas pahanya, dan meletakkan Hasan di atas
pahanya yang lain, kemudian memeluk kami berdua, dan berkata, ‘Ya Allah,
kasihanilah keduanya, karena sesungguhnya aku mengasihi keduanya.’” (HR.
Bukhari dalam Kitab Adab, hadits nomor 5544).
Begitulah Rasulullah saw. bersikap
kepada anak-anak. Secara halus Beliau mengajarkan kepada kita untuk
memperhatikan anak-anaknya. Beliau juga mencontohkan dalam praktik bagaimana
bersikap kepada anak dengan penuh cinta, kasih, dan kelemahlembutan.
Karena itu, setiap sikap yang
bertolak belakang dengan apa-apa yang dicontohkan oleh Rasulullah saw., adalah
bentuk kejahatan kepada anak-anak. Setidak ada ada empat jenis kejahatan yang
kerap dilakukan orang tua terhadap anaknya.
Kejahatan pertama: memaki dan
menghina anak
Bagaimana orang tua dikatakan menghina
anak-anaknya? Yaitu ketika seorang ayah menilai kekurangan anaknya dan
memaparkan setiap kebodohannya. Lebih jahat lagi jika itu dilakukan di hadapan
teman-teman si anak. Termasuk dalam kategori ini adalah memberi nama kepada si
anak dengan nama yang buruk.
Seorang lelaki penah mendatangi Umar
bin Khattab seraya mengadukan kedurhakaan anaknya. Umar kemudian memanggil
putra orang tua itu dan menghardiknya atas kedurhakaannya. Tidak lama kemudan
anak itu berkata, “Wahai Amirul Mukminin, bukankah sang anak memiliki hak atas
orang tuanya?”
“Betul,” jawab Umar.
“Apakah hak sang anak?”
“Memilih calon ibu yang baik untuknya, memberinya nama yang baik, dan mengajarkannya Al-Qur’an,” jawab Umar.
“Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ayahku tidak melakukan satu pun dari apa yang engkau sebutkan. Adapun ibuku, ia adalah wanita berkulit hitam bekas hamba sahaya orang majusi; ia menamakanku Ju’lan (kumbang), dan tidak mengajariku satu huruf pun dari Al-Qur’an,” kata anak itu.
Umar segera memandang orang tua itu dan berkata kepadanya, “Engkau datang untuk mengadukan kedurhakaan anakmu, padahal engkau telah durhaka kepadanya sebelum ia mendurhakaimu. Engkau telah berbuat buruk kepadanya sebelum ia berbuat buruk kepadamu.”
“Betul,” jawab Umar.
“Apakah hak sang anak?”
“Memilih calon ibu yang baik untuknya, memberinya nama yang baik, dan mengajarkannya Al-Qur’an,” jawab Umar.
“Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ayahku tidak melakukan satu pun dari apa yang engkau sebutkan. Adapun ibuku, ia adalah wanita berkulit hitam bekas hamba sahaya orang majusi; ia menamakanku Ju’lan (kumbang), dan tidak mengajariku satu huruf pun dari Al-Qur’an,” kata anak itu.
Umar segera memandang orang tua itu dan berkata kepadanya, “Engkau datang untuk mengadukan kedurhakaan anakmu, padahal engkau telah durhaka kepadanya sebelum ia mendurhakaimu. Engkau telah berbuat buruk kepadanya sebelum ia berbuat buruk kepadamu.”
Rasulullah saw. sangat menekankan
agar kita memberi nama yang baik kepada anak-anak kita. Abu Darda’ meriwayatkan
bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya kalian akan dipanggil pada hari
kiamat dengan nama-nama kalian dan nama ayah kalian, maka perbaikilah nama
kalian.” (HR. Abu Dawud dalam Kitab Adab, hadits nomor 4297).
Karena itu Rasulullah saw. kerap
mengganti nama seseorang yang bermakna jelek dengan nama baru yang baik. Atau,
mengganti julukan-julukan yang buruk kepada seseorang dengan julukan yang baik
dan bermakna positif. Misalnya, Harb (perang) menjadi Husain, Huznan (yang
sedih) menjadi Sahlun (mudah), Bani Maghwiyah (yang tergelincir) menjadi Bani
Rusyd (yang diberi petunjuk). Rasulullah saw. memanggil Aisyah dengan nama kecil
Aisy untuk memberi kesan lembut dan sayang.
Jadi, adalah sebuah bentuk kejahatan
bila kita memberi dan memanggil anak kita dengan sebutan yang buruk lagi dan
bermakna menghinakan dirinya.
Kejahatan kedua: melebihkan seorang
anak dari yang lain
Memberi lebih kepada anak kesayangan
dan mengabaikan anak yang lain adalah bentuk kejahatan orang tua kepada
anaknya. Sikap ini adalah salah satu faktor pemicu putusnya hubungan
silaturrahmi anak kepada orang tuanya dan pangkal dari permusuhan antar
saudara.
Nu’man bin Basyir bercerita, “Ayahku
menginfakkan sebagian hartanya untukku. Ibuku –’Amrah binti Rawahah—kemudian
berkata, ‘Saya tidak suka engkau melakukan hal itu sehinggi menemui
Rasulullah.’ Ayahku kemudian berangkat menemui Rasulullah saw. sebagai saksi atas
sedekah yang diberikan kepadaku. Rasulullah saw. berkata kepadanya, ‘Apakah
engkau melakukan hal ini kepada seluruh anak-anakmu?’ Ia berkata, ‘Tidak.’
Rasulullah saw. berkata, ‘Bertakwalah kepada Allah dan berlaku adillah kepada
anak-anakmu.’ Ayahku kemudian kembali dan menarik lagi sedekah itu.” (HR.
Muslim dalam Kitab Al-Hibaat, hadits nomor 3055).
Dan puncak kezaliman kepada anak
adalah ketika orang tua tidak bisa memunculkan rasa cinta dan sayangnya kepada
anak perempuan yang kurang cantik, kurang pandai, atau cacat salah satu anggota
tubuhnya. Padahal, tidak cantik dan cacat bukanlah kemauan si anak. Apalagi
tidak pintar pun itu bukanlah dosa dan kejahatan. Justru setiap keterbatasan
anak adalah pemacu bagi orang tua untuk lebih mencintainya dan membantunya.
Rasulullah saw. bersabda, “Rahimallahu waalidan a’aana waladahu ‘ala birrihi,
semoga Allah mengasihi orang tua yang membantu anaknya di atas kebaikan.” (HR.
Ibnu Hibban)
Kejahatan ketiga: mendoakan
keburukan bagi si anak
Abu Hurairah r.a. berkata bahwa
Rasulullah saw. bersabda, “Tsalatsatu da’awaatin mustajaabaatun: da’watu
al-muzhluumi, da’watu al-musaafiri, da’watu waalidin ‘ala walidihi; Ada
tiga doa yang dikabulkan: doa orang yang teraniaya, doa musafir, dan doa
(keburukan) orang tua atas anaknya.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Birr wash
Shilah, hadits nomor 1828)
Entah apa alasan yang membuat
seseorang begitu membenci anaknya. Saking bencinya, seorang ibu bisa sepanjang
hari lidahnya tidak kering mendoakan agar anaknya celaka, melaknat dan memaki
anaknya. Sungguh, ibu itu adalah wanita yang paling bodoh. Setiap doanya yang
buruk, setiap ucapan laknat yang meluncur dari lidahnya, dan setiap makian yang
diucapkannya bisa terkabul lalu menjadi bentuk hukuman bagi dirinya atas semua
amal lisannya yang tak terkendali.
Coba simak kisah ini. Seseorang
pernah mengadukan putranya kepada Abdullah bin Mubarak. Abdullah bertanya
kepada orang itu, “Apakah engkau pernah berdoa (yang buruk) atasnya.” Orang itu
menjawab, “Ya.” Abdullah bin Mubarak berkata, “Engkau telah merusaknya.”
Na’udzubillah! Semoga kita tidak
melakukan kesalahan seperti yang dilakukan orang itu. Bayangkan, doa buruk bagi
anak adalah bentuk kejahatan yang akan menambah rusak si anak yang sebelumnya
sudah durhaka kepada orang tuanya.
Kejahatan keempat: tidak memberi
pendidikan kepada anak
Ada syair Arab yang berbunyi, “Anak
yatim itu bukanlah anak yang telah ditinggal orang tuanya dan meninggalkan
anak-anaknya dalam keadaan hina. Sesungguhnya anak yatim itu adalah yang tidak
dapat dekat dengan ibunya yang selalu menghindar darinya, atau ayah yang selalu
sibuk dan tidak ada waktu bagi anaknya.”
Perhatian. Itulah kata kuncinya. Dan
bentuk perhatian yang tertinggi orang tua kepada anaknya adalah memberikan
pendidikan yang baik. Tidak memberikan pendidikan yang baik dan maksimal adalah
bentuk kejahatan orang tua terhadap anak. Dan segala kejahatan pasti berbuah
ancaman yang buruk bagi pelakunya.
Perintah untuk mendidik anak adalah
bentuk realisasi iman. Perintah ini diberikan secara umum kepada kepala rumah
tangga tanpa memperhatikan latar belakang pendidikan dan kelas sosial. Setiap
ayah wajib memberikan pendidikan kepada anaknya tentang agamanya dan memberi
keterampilan untuk bisa mandiri dalam menjalani hidupnya kelak. Jadi, berilah
pendidikan yang bisa mengantarkan si anak hidup bahagia di dunia dan bahagia di
akhirat.
Perintah ini diberikan Allah swt.
dalam bentuk umum. “Hai orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat
yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
(QS. At-Tahrim: 6)
Adalah sebuah bentuk kejahatan
terhadap anak jika ayah-ibu tenggelam dalam kesibukan, sehingga lupa
mengajarkan anaknya cara shalat. Meskipun kesibukan itu adalah mencari rezeki
yang digunakan untuk menafkahi anak-anaknya. Jika ayah-ibu berlaku seperti ini,
keduanya telah melanggar perintah Allah di surat Thaha ayat 132. “Dan
perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki
kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.”
Rasulullah saw. bersabda, “Ajarilah
anak-anakmu shalat saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (bila
tidak melaksanakan shalat) pada usaia sepuluh tahun.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab
Shalah, hadits nomor 372).
Ketahuilah, tidak ada pemberian yang
baik dari orang tua kepada anaknya, selain memberi pendidikan yang baik. Begitu
hadits dari Ayyub bin Musa yang berasal dari ayahnya dan ayahnya mendapat dari
kakeknya bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Maa nahala waalidun waladan min
nahlin afdhala min adabin hasanin, tak ada yang lebih utama yang diberikan
orang tua kepada anaknya melebihi adab yang baik.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab
Birr wash Shilah, hadits nomor 1875. Tirmidzi berkata, “Ini hadits mursal.”)
Semoga kita tidak termasuk orang tua
yang melakukan empat kejahatan itu kepada anak-anak kita. Amin.
Tentang Mochamad Bugi
Mochamad
Bugi lahir di Jakarta, 15 Mei 1970. Setelah lulus dari SMA Negeri 8 Jakarta, ia
pernah mengecap pendidikan di Jurusan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu
Pendidikan IKIP Jakarta, di Jurusan… [Profil
Selengkapnya]
Redaktur:
Beri
Nilai Naskah Ini:
(169 orang menilai, rata-rata: 9,45 dalam
skala 10)
Konten
Terkait Sebelumnya:
Akses http://m.dakwatuna.com/ dimana saja melalui
ponsel atau smartphone Anda.
Konten
Terkait Sebelumnya:
Menghindarkan Anak dari Kejahatan Seksual Pedoman Orang Tua Tentang Puasa Bagi Anak-Anak UNICEF: Israel Bertindak Kejam Terhadap Anak-Anak Palestina
Pengaruh Orang Tua dalam Perkembangan Anak Terkait Merebaknya Situs Porno, Netty Prasetiyani Minta
Orang Tua Aktif Awasi Anak Komitmen Terhadap Wanita dan Anak, Gubernur Sumbar Irwan
Prayitno Raih Penghargaan Tanggungjawab Utama Pendidikan Anak ada Pada Orang Tua
Kejahatan Bisa Mendarah-Daging
Daftarlah untuk mendapatkan update dakwatuna.com ke e-mail
Anda
Radio Elnury 918 AM
Indonesia
7.
Puasa
Karena Allah, Bukan Karena Hadiah! 03/07 14:11
8.
Teruntuk Seorang Istri
01/07 16:22
9.
Membangun
Mimpi-Mimpi Anak Negeri 01/07 16:15
10.
Menjaga
Kemesraan Pasangan Suami-Istri 30/06 16:50
11.
Tips Menjaga Kesehatan Gigi Saat Puasa Ramadhan 30/06 07:34
- Polling
Siapakah Capres-Cawapres yang akan Anda pilih pada Pilpres
2014 nanti?
- 1. Prabowo Subianto - M Hatta Rajasa
- 2. Joko Widodo - M Jusuf Kalla
- FITUR
- Al-Qur'an
- Jadwal Shalat
- Subscribe ke dakwatuna.com
- Materi Tarbiyah
- Downloads
- Buku Tamu
- Android Apps
- Nokia Apps
- RSS feeds
- XML Sitemap
- MANAJEMEN
- Redaksi
- Kontributor
- Kirim Tulisan
- Kontak
- Info Iklan
- Donasi Dakwah
- Laporkan Iklan
- Terms of Use
- Privacy Policy
- Pedoman Pemberitaan Media Siber
dakwatuna.com | 2007 - 2013 | Right
to copy | Tidak dilarang untuk mengcopy dan menyebarkan artikel pada situs ini
dengan menyebutkan URL sumbernya. Powered by Wordpress.
79 queries
in 1,578 seconds.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2008/02/20/403/empat-kejahatan-orang-tua-terhadap-anak/#ixzz36fyxyqTD
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook
No comments:
Post a Comment