Oleh Dja
Wa
Istriku,
Jika engkau bumi, akulah matahari
Relakanlah aku menyinari planet
lain, menebar sinarku
Menyampaikan faedah adanya aku, karna sudah kodrati
dan Tuhan pun tak marah...
Aku menyinari kamu
Kamu mengharapkan aku
Ingatlah bahtera yg kita kayuh, begitu penuh riak gelombang
Aku tetap menyinari bumi, hingga kadang bumi pun silau
Lantas aku ingat satu hal
Bahwa Tuhan mencipta bukan hanya bumi, ada planet lain yg juga mengharap aku sinari
Jadi..
Relakanlah aku menyinari planet lain, menebar sinarku
Menyampaikan faedah adanya aku, karna sudah kodrati
dan Tuhan pun tak marah...
Menyampaikan faedah adanya aku, karna sudah kodrati
dan Tuhan pun tak marah...
Aku menyinari kamu
Kamu mengharapkan aku
Ingatlah bahtera yg kita kayuh, begitu penuh riak gelombang
Aku tetap menyinari bumi, hingga kadang bumi pun silau
Lantas aku ingat satu hal
Bahwa Tuhan mencipta bukan hanya bumi, ada planet lain yg juga mengharap aku sinari
Jadi..
Relakanlah aku menyinari planet lain, menebar sinarku
Menyampaikan faedah adanya aku, karna sudah kodrati
dan Tuhan pun tak marah...
POLIGAMI
Ada makalah super menarik hatiku yang ditulis oleh
M. Qodi Zaka (102111076) dan Naela
Hidayah (102111077)
FAKULTAS SYARIAH
SEMARANG
2011
Tatanan kehidupan manusia yang didominasi kaum laki-laki atas perempuan sudah menjadi akar sejarah yang
cukup panjang. Dalam tatanan tersebut, perempuan dijadikan sebagai the
second human being (manusia kelas kedua),yang berada dibawah laki-laki,
yang membawa implikasi luas dalam kehidupan sosial di masyarakat. Perempuan
selalu dianggap bukan makhluk penting, melainkan sekedar pelengkap yang
diciptakan dari dan untuk laki-laki. Dan berakibat, perempuan hanya di
tempatkan di ranah dalam saja, sedangkan laki-laki berada di ranah public.
Mereka menggaggap bahwa poligami merupakan
syariat dan di anjurkan dalam Islam. Padahal poligami tidak di sunnahkan oleh
Nabi SAW, untuk mengangkat derajat dan martabat seorang wanita. Bukan untuk
mengoleksi istri. Sebelum kedatangan Islam poligami sudah ada dan dahulu kala
Nabi Daud mempunyai istri 300 orang, dan Nabi Sulaiman mempunyai istri 700
orang.[1][1] Akan tetapi setelah Islam datang Nabi Muhammad
SAW membatasi umatnya untuk mempunyai istri empat dan selebihnya diceraikan.
1. Pengertian Poligami
Kata poligami, secara etimologi berasal dari
bahasa yunani, yaitu polus yang
berarti banyak dan gamos yang berarti
perkawinan. Bila pengertian kata ini digabungkan, maka poligami akan berarti
suatu perkawinan yang banyak atau lebih dari seorang. Sistem perkawinan bahwa
seorang laki-laki mempunyai lebih dari satu istri dalam waktu yang bersamaan.
Pengertian poligami, menurut bahasa Indonesia,
adalah sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki/mengawini beberapa
lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan.[2][2]
2. Sejarah Poligami
Berabad-abad sebelum Islam di wahyukan,
masyarakat manusia di belahan dunia telah mengenal dan mempraktekkan poligami.
Poligami di praktekkan secara luas oleh Yunani, Persia dan Mesir Kuno.[3][3] Di Jazirah Arab sebelum Islam sudah
mempraktekkan poligami, akan tetapi poligami yang tidak terbatas. Sejumlah
riwayat menceritakan bahwa rata-rata pemimpin suku saat itu mempunyai puluhan
istri, bahkan tidak sedikit kepala suku memiliki istri sampai seratus.
Bahkan didalam Injil Perjanjian Lama
menceritakan bahwa Nabi Dawud mempunyai istri tiga ratus orang, dan Nabi
Sulaiman mempunyai istri tujuh ratus orang istri.
Maka dari itu setelah munculnya Islam para
wanita mendapatkan perlakuan yang tidak merendahkan martabat dan harga diri
seorang wanita. Setelah turunnya Q.S. an-Nisa’ : 3 Islam membatasi jumlah istri
hanya empat itupun dengan ketentuan harus adil. Bunyi dari QS.
an-Nisa’ ayat3 :
÷bÎ)ur ÷LäêøÿÅz žwr& (#qäÜÅ¡ø)è? ’Îû 4‘uK»tGu‹ø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»tâ‘ur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz žwr& (#qä9ω÷ès? ¸oy‰Ïnºuqsù ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNä3ãY»yJ÷ƒr& 4
y7Ï9ºsŒ #’oT÷Šr& žwr& (#qä9qãès? ÇÌÈ
Artinya : “Dan jika kamu khawatir tidak akan
mampu Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu
mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua,
tiga atau empat. Tetapi jika kamu takut
tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak
yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya”.
Sementara dalam hal pernikahan Rasulullah SAW
dengan sembilan istri itu merupakan kekhususan yang Allah berikan kepada Nabi
SAW, karena kebutuhan dakwah ketika hidup dan kebutuhan umat terhadap mereka
setelah Nabi wafat.
Dan oleh sebab itu Nabi SAW memerintahkan semua
laki-laki yang mempunyai istri lebih dari empat agar menceraikan istri-istrinya
yang lain sehingga setiap suami maksimal memiliki istri empat. Menurut Al-Aqqad
(ulama asal Mesir) menyimpulkan bahwa Islam tidak mengajarkan poligami, tidak
juga memandang positif apalagi mewajibkan, Islam hanya membolehkan dengan
syarat yang sangat ketat. Dalam
prakteknya di masyarakat, mayoritas umat Islam hanya berpangku pada
diperbolehkannya berpoligami, akan tetapi mengabaikan syarat yang ketat bagi
diperbolehkannya itu.
Perkembangan poligami dalam sejarah manusia
mengikuti perkembangan pola pandang masyarakat terhadap kaum perempuan. Pada
masa dimana masyarakat kedudukan dan derajat wanita itu hina, dan pada saat itu
poligami menjadi subur, dan sebaliknya pada masa masyarakat memandang kedudukan
dan derajat wanita terhormat poligamipun berkurang. Dengan demikian,
perkembangan poligami mengalami pasang surut dan mengikuti tinggi-rendahnya
kedudukan derajat seorang wanita.
Dan ketika Islam datang, kebiasaan poligami
tidak serta merta dihapuskan. Namun setelah ayat tentang poligami diwahyukan,
lalu Nabi SAW melakukan perubahan yang sesuai dengan petunjuk ayat al-Qur’an
yang turun. Perubahan yang dilakukan oleh Nabi SAW menyangkut dua hal:
1)
Membatasi
jumlah bilangan istri hanya sampai empat. Dalam sejumlah riwayat memaparkan
pembatasan poligami tersebut diantaranya yaitu dari Naufal ibn Muawiyah. Ia
berkata : “Ketika aku masuk islam, aku memiliki lima istri. Rasulullah berkata :”Ceraikanlah yang satu
dan pertahankanlah yang empat. Pada riwayat lain menyebutkan (Qais ibn
Tsabit) berkata: “Ketika masuk islam aku punya delapan istri. Aku
menyampaikan hal itu kepada Rasulullah dan beliau berkata : “pilihlah dari
mereka empat orang”. Riwayat yang lain dari Ghailan ibn Salamah Al-Tsaqafi
menjelaskan bahwa dirinya punya sepuluh istri, lali Rasulullah bersabda: “pilihlah
empat orang dan ceraikan yang lainnya”.[4][4]
2)
Menetapkan syarat yang ketat bagi poliigami,
yaitu harus mampu berlaku adil. Persyaratan yang diperuntukan bagi yang
diperbolehkannya berpoligami itu sangat berat, dan hampir-hampir dapat dipastikan
tidak ada yang dapat memenuhinya. Artinya, Islam memperketat syarat poligami
sedemikian rupa sehingga laki-laki tidak dapat lagi semena-mena terhadap istri
mereka. Dengan demikian terlihat bahwa poligami dimasa Islam sangat berbeda
dengan poligami sebelum islam. Perbedaan itu menonjol dalam dua hal:
a)
Pada bilangan
istri dibatasi empat. Pembatasan istri pada masa itu sangat berat karena
laki-laki sudah terbiasa dengan banyak istri, lalu mereka di suruh untuk
memilih empat dan menyeraikan yang lain.
b)
Syarat poligami yaitu berlaku adil. Sebelumya,
poligami tidak ada syarat apa pun, termasuk yaitu syarat keadilan. Dan pada
saat itu berakibat poligami banyak membawa kesengsaraan dan penderitaan bagi
kaum wanita, karena pada saat itu laki-laki tidak terikat pada keharusan untuk
berlaku adil, sehingga mereka berbuat sesuka hati dan mengikuti nafsunya.
3. Batasan Boleh
dan Tidaknya Poligami
Pembolehan poligami diberikan dengan
pembatasan-pembatasan yang berat, pembatasan-pembatasan itu terdapat dalam :
a.
Pembatasan
jumlah istri
Berpoligami itu dibolehkan
apabila mempunyai dua orang istri, atau menjadi tiga orang istri, atau
sebanyak-banyaknya menjadi empat orang istri. Tidak boleh lebih. Akan tetapi
sebagian golongan Syiah berpendapat bahwa maksimum beristri banyak itu adalah
dengan menjumlahkan angka dua tambah tiga tambah empat sehingga menjadi
sembilan orang. Padahal hal itu tidak dibenarkan.
Petunjuk pembatasan tersebut disimpulkan dalam QS.An-Nisa:3 dan juga ditegaskan dengan
sebuah hadits Rosul. Rosul menyuruh Gailan bin Salamah al-Tsaqafy yang baru
masuk Islam dulunya ia seorang musyrik Mekah yang mempunyai istri sepuluh
orang. Lalu Nabi menyuruhnya untuk menceraikan istri-istrinya dan hanya
meneruskan hubungan perkawinannya dengan empat orang saja.
b.
Akan sanggup
adil antara istri-istrinya
Setiap istri berhak mendapatkan hak-haknya dari
suaminya berupa kemesraan hubungan jiwa, nafkah, dan lain-lain, yang diwajibkan
oleh Allah swt. Dalam hal ini hendaklah tidak ada ketakutan atau kekhawatiran
bahwa suami tidak sanggup adil antara sesame istrinya itu. Kalau suami,
dianggap mugkin tidak adil di antara istri-istrinya itu nantinya, dia tidak
boleh kawin lagi untuk yang kedua atau seterusnya.
Firman
Allah swt :
Artinya :
“kalau kamu merasa khawatir akan tidak berlaku adil, maka hendaklah kamu
menikah dengan seorang saja”.
Dan
Rasulullah saw bersabda :
Artinya :
“Barang siapa yang mempunyai dua istri, lalu ia cenderung kepada salah seorang
diantaranya dan tidak berlaku adil antara mereka bardua, maka kelak di hari
kiamat ia akan datang dengan keadaan pinggangnya miring hampir jatuh sebelah”
(H.R.Ahmad Ibn Hanbal).
c.
Jangan ada
hubungan saudara antara istri yang telah ada dengan calon istri yang akan
dikawini lagi.
Islam menetapkan poligami untuk memelihara
keluarga Muslim dan memelihara kaum wanita, oleh sebab itu agama Isam melarang
seorang laki-laki mengumpulkan dua orang wanita yang kakak-beradik, atau ibu
dan anaknya, atau seorang wanita dengan saudara ayahnya atau dengan saudara
ibunya. Itu semuanya adalah agar supaya keluarga Muslim itu dapat memelihara
berlangsungnya kasih-sayang di dalamnya, dan mempersempit pengaruh perasaan
cemburu agar tidak sampai melewati wanita-wanita yang bermadu itu, dan supaya
rasa cemburu itu terarah menjadi perlombaan dan bukan menjadi alat silaturrohmi
antara keluarga-keluarga yang dekat dan jauh.
Sebagai dasar peluasan ini dipergunakan alasan
hadits Rosul. Rosul berkata: “Tidak boleh
dinikahi seorang perempuan bersama-sama dengan bibik atau mak tuanya”,
diriwayatkan oleh Abu Dawud[5][5].
4.
Problematika Poligami
a.
Secara psikologis semua istri akan merasa cemburu dan sakit hati bila
melihat suaminya berhubungan dengan perempuan lain karena didorong oleh rasa
cinta setianya yang dalam kepada suaminya.
b.
Istri merasa imperior seolah-olah suaminya berbuat demikian lantaran ia
tidak mampu memenuhi kebutuhan biologisnya.
c.
Dalam poligami suami tidak diwajibkan untuk berlaku adil dalam cinta,
melainkan hanya dituntut pada hal-hal yang bersifat materi, justru akan
memperkeruh suasana.
d.
Timbulnya permusuhan atau pertentangan antara istri yang satu dengan yang
lain. Disebabkan oleh faktor kelemahan sikap suami dan ketidak mampuannya
menetapkan keadilan kepada istri-istrinya.
e.
Timbulnya pertengkaran kecil bisa menjadi besar bahkan tidak jarang sampai
terjadi saling membunuh antar istri-istri.[6][6]
IV.
. KESIMPULAN
Ø Poligami dapat dipahami sebagai suatu keadaan dimana seorang suami memiliki
istri lebih dari satu orang.
Ø Banyak problematika yang terjadi dalam poligami, diantaranya:
a)
Antara istri satu dengan yang lainnya saling sakit hati dan cemburu ketika
si suami bermesraan dengan istri lain.
b)
Timbulnya permusuhan atau pertentangan antar istri-istri.
c)
Dalm poligami suami tidak diwajibkan berlaku adil dalam cinta, melainkan
hanya dituntut dalam materi justru akan memperkeruh suasana.
Ø Islam memandang poligami lebih banyak membawa resiko atau madharat daripada
manfaatnya.
V.
PENUTUP
Demikian makalah yang
dapat kami tulis. Kurang lebihnya mohon maaf, kritik, kekurangan-kekurangan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua, baik
kepada pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
● Makmun,M.Ag, Drs.H.A.
Rodli dkk, Poligami dalam tafsir Muhammad
Syahrur, Ponorogo : STAIN Ponorogo Press, 2009
·
Taufiq Al’Atthar,Dr.Abdul Nasir, POLIGAMI
Ditinjau Dari Segi Agama, Sosial, Dan Perundang-Undangan, Jakarta : Bulan
Bintang, 2010
·
Tihami, Sohari
Sahrani. Fiqih Munakahat. Jakarta:
Rajawali Pers, 2009
· Yusuf al-Qardlawi, Sesungguhnya Engkau Semulia Bidadari,
Jogjakarta : Diva Press, 2006, hlm. 180
[1][1] Yusuf al-Qardlawi, Sesungguhnya Engkau
Semulia Bidadari, Jogjakarta : Diva Press, 2006, hlm. 180
[2][2]
Tihami, sohari sahrani. Fiqih Munakahat. Jakarta: Rajawali Pers, 2009. hlm 351
[3][3]
Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami, Jakarta: Gramedia Pusat
Utama,2007,hlm.45
[4][4]
Ibid, hlm.46
[5][5]
Taufiq al-atthar, Abdul nasir. Polygami. Jakarta: Bulan Bintang, hlm 194-199
[6][6]
Makmun rodhi, dkk. Poligami dalam tafsir Muhammad syahrur. Ponorogo: STAIN
ponorogo press. Hlm 49
No comments:
Post a Comment