Sunday, November 2, 2014

TEORI KENAKALAN REMAJA JUVENILE DELIQUENCY



LANDASAN TEORI  KENAKALAN REMAJA

M.RAKIB  SH.,M.Ag.Riau Indonesia
      Ada teori yang cantik, oleh W.A. Bonger dalam kitab kecilnya Inleiding tot de Criminologi antara lain mengemukakan : “ kejahatan anak-anak dan pemuda-pemuda sudah merupakan bagian yang besar dalam kejahatan, lagi pula kebanyakan penjahat yang sudah dewasa umumnya sudah sejak kecil. Siapa menyelidiki sebab-sebab kejahatan anak-anak dapat mencari tindakan-tindakan pencegahan kejahatan anak-anak yang dapat mencari tindakan-tindakan pencegahan kejahatan anak-anak yang kemudian akan berpengaruh baik pula terhadap pencegahan kejahatan orang dewasa “.

Istilah baku perdana untuk kenakalan remaja dalam konsep psikologis adalah juvenile deliquency, yang memiliki arti perilaku jahat/dursila, atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda; merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabdian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang.
Purnianti mendefinisikan kenakalan remaja berdasarkan perspektif sosiologis, dalam tiga kategori, yaitu :
  1. Definisi hukum, menekankan pada tindakan/perlakuan yang bertentangan dengan norma yang diklasifikasikan secara hukum,
  2. Definisi peranan, dalam hal ini penekanannya pada pelaku, remaja yang peranannya diidentifikasikan sebagai kenakalan,
  3. Definisi masyarakat, perilaku ini ditentukan oleh masyarakat.
Kenakalan remaja adalah suatu bentuk perilaku remaja yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku dimasyarkat. Kartini Kartono (seperti dikutip Dirgantara Wicaksono, 2010) mengatakan remaja yang nakal itu disebut pula sebagai anak cacat sosial. Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada ditengah masyarakat, sehingga perilaku mereka dinilai oleh masyarakat sebagai suatu kelainan dan disebut “kenakalan”. Kenakalan remaja ini biasanya disalurkan dalam berbagai bentuk, mulai dari kenakalan yang bisa dimaklumi sampai kenakalan yang dapat meresahkan masyarakat. Contoh kenakalan remaja diantaranya adalah membolos sekolah, membantah orang tua, dan tawuran.
Pengertian geng motor
Geng motor adalah kumpulan orang-orang pecinta motor yang doyan kebut-kebutan, tanpa membedakan jenis motor yang dikendarai. Kelahiran geng motor, rata-rata diawali dari kumpulan remaja yang doyan balapan liar dan aksi-aksi menantang bahaya pada malam menjelang dini hari di jalan raya. Setelah terbentuk kelompok, bukan hanya hubungan emosi para remaja saja yang menguat, dorongan untuk unjuk gigi sebagai komunitas bikers juga ikut meradang. Mereka ingin tampil beda dan dikenal  luas. Caranya yaitu dengan membuat aksi-aksi yang sensasional. Mulai dari kebut-kebutan, tawuran antar geng, tindakan kriminal tanpa pandang bulu, hingga perlawanan terhadap aparat keamanan.

Di indonesia psikologi komunitas dibahas sebagai “kesehatan masyarakat” dalam disiplin ilmu kedokteran dan ilmu kesehatan masyarakat. Psikologi komunitas juga merupakan sub bagian dalam psikologi sosial, sosiologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Akan tetapi dalam hal ini psikologi komunitas akan diuraikan sebagai suatu kegiatan yang berkaitan dengan memberi bantuan kepada orang lain dalam hal gangguan emosional, penyesuaian diri dan masalah-masalah psikologis lainnya.
Psikologi komunitas berbicara adanya upaya untuk mencegah munculnya permasalahan klinis pada tingkatan sosial yang ada. Hal ini juga berarti intervensi psikologi sosial pada berkembangnya permasalahan sosial. Ada pembagian diantara tingkatan dari intervensi pencegahan, yaitu: pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier. Pencegahan primer merupakan usaha mencegah suatu masalah yang terjadi secara umum dan bersama-sama atau permasalahan muncul paling awal pada situasi yang memungkinkan terjadi. Cowen berargumen ada kriteria yang harus diikuti dalam pencegahan primer ini: program harus berorientasi pada massa atau kelompok, harus dilakukan sebelum maladjustment, merupakan tindakan sengaja sebagai fokus pada kekuatan penyesuaian. Sedangkan pencegahan sekunder merupakan usaha untuk mengatasi masalah pada situasi mungkin muncul untuk pertama kalinya sebelum hal ini menjadi semakin parah. Pencegahan tersier merupakan usaha untuk mengurangi kuatnya masalah yang sekali muncul dari suatu kejadian yang terus menerus.
Polemik mengenai kekerasan geng motor ini merupakan fenomena yang penting untuk dikaji dalam psikologi komunitas. Hal ini terkait dengan fungsi dari eksistensi psikologi komunitas sebagai ilmu. Sebagai ilmu, psikologi komunitas memiliki tanggung jawab dalam mengkaji hubungan timbal balik antara manusia dengan konteks sosialnya, dalam hal ini komunitasnya. Selain mengkaji hubungan, psikologi komunitas juga memiliki tanggung jawab dalam menilik permasalahan yang terjadi dalam komunitas tersebut. Hal ini menjadi penting untuk dibicarakan, mengingat psikologi komunitas memiliki tujuh nilai penting yang menjadi inti pembahasan, yakni kesejahteraan individual, sense of community, keadilan sosial, partisipasi publik, kolaborasi dan kekuatan komunitas, respek terhadap perbedaan, dan memilik basis empirik. (Dalton, dkk, 2001).
Subkultur geng anak muda, kata kriminolog Cloward dan Ohlin, akan tumbuh subur tergantung pada tipe atau cara pertentangan di mana mereka tinggal. Ada tiga tipe geng, pertama, geng pencurian (thief gangs), mereka berkelompok melakukan pencurian yang mula-mula hanya untuk menguji keberanian anggota kelompok. Kedua, geng konflik (conflict-gangs) kelompok ini suka sekali mengekpresikan dirinya melalui perkelahian berkelompok supaya tampak gagah dan pemberani. Ketiga, geng pengasingan (retreats gangs), kelompok geng ini sengaja mengasingkan dirinya dengan kegiatan minum-minuman keras, atau napza yang kerap dianggap sebagai suatu cara ”pelarian” dari alam nyata. Tetapi bisa saja sebuah geng memiliki lebih dari satu macam tipe.
Dalam geng acapkali tumbuh subkultur kekerasan (subculture of violence). Munculnya subkultur itu disebabkan oleh adanya sekelompok orang yang memiliki sistem nilai yang berbeda dengan kultur dominan. Masing-masing subkultur memiliki nilai dan peraturan berbeda-beda yang kemudian mengatur anggota kelompoknya. Nilai-nilai itu terus berlanjut karena adanya perpindahan nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Hal ini diperparah oleh adanya perubahan yang cepat (reformasi) dalam masyarakat. Perubahan pada struktur sosial memperlemah nilai-nilai tradisional yang berasosiasi dengan penundaan kepuasan, belum lagi peningkatan jumlah anak muda dari kelas menengah yang tidak lagi memiliki keyakinan bahwa cara untuk mencapai tujuan mereka adalah melalui kerja keras dan menunda kesenangan. Mereka terlibat dalam delinquent gang, hate gang, atau satanic gang (pemuja setan) yang berkembang di kalangan anak muda kelas menengah di Amerika Serikat. Perilaku nakal  pada remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal).
Faktor internal:
1. Krisis identitas
Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi.  Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran.  Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.
2. Kontrol diri yang lemah
Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku nakal. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.

Faktor eksternal:
1. Keluarga
Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluargapun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.
2. Teman sebaya yang kurang baik
3. Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik
Dapat dilihat dari dua faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja, ketika mereka memiliki krisis identitas, kontrol diri yang lemah, faktor keluarga, teman sebaya, dan komunitas/lingkungan tempat tinggal mereka yang kurang baik, yang menyebabkan perilaku mereka tidak sesuai dengan norma yang ada dilingkungannya sehingga lingkungan menolak mereka, sehingga mereka bersatu atas penolakan lingkungan yang diberikan kepada mereka contohnya seperti geng motor. Disinilah psikologi komunitas berperan penting untuk masuk keranah masyaraka/komunitas yang bersangkutan. Memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai kenakalan remaja dan bagaimana cara menanganinya, terutama pemahaman kepada keluarga mengenai pola asuh anak, sehingga keluarga dapat mengontrol perkembangan anak, dengan siapa ia bergaul, dilingkungan mana saja yang anak kunjungi sehingga kenakalan remaja dapat diatasi lebih dini.
Dalam pendekatan psikologi penanganan kenakalan remaja memiliki banyak cara yang bervariasi namun dalam pembahasan fenomena komunitas geng motor kita memfokuskan menggunakan 2 metode, yaitu: 1.  Behavioural methods, 2. Cognitive-behavioral (CBT) methods.
  
Metode Penanganan Juvenile Delinquency
  1. Behavioural Methods
Penanganan kenakalan remaja geng motor dengan menggunakan metode ini adalah dengan mencoba untuk mengubah perilaku remaja tersebut. Behavioural methods akan lebih terlihat hasilnya ketika diiringi dengan multimodal interventions (Henggeler dalam Herbert, 2005). Penanganannya termasuk:
- Training komunikasi
- Feedback
- Positive interruption
- Problem-solving
- Membentuk pemikran rasional
- Happy talk
- Positive request
- Non-blaming communication
- Training keahlian negosiasi
- Meningkatkan dialog
- Permainan-permainan dalam keluarga

Selain cara-cara diatas terdapat beberapa training dan program rehabilitasi yang berbeda, antara lain:
-  The Reasoning and Rehabilitation Programme, dikembangkan oleh Ross and Fabiono dalam Herbert (2005). Dalam fenomena komunitas geng motor perlu diadakannya program rehabilitasi dan penalaran untuk para anggota geng sesuai dengan prosedur rehabilitasi tersebut untuk mengubah perilaku ‘ngebut-ngebutan’ dan melanggar lalu lintas menjadi pemakai jalan raya yang beradab.
-    Agression Replacement Training (ART) (Glick & Goldstein dalam Herbert, 2005) terdiri dari tiga pendekatan utama untuk mengubah perilaku: bentuk pembelajaran keahlian sosial, training mengkontrol kemarahan atau emosi, dan pendidikan moral. Anggota geng motor perlu memahami untuk berinteraksi sosial yang seharusnya. Selain itu, mengontrol emosi atau kemarahan adalah aspek penting yang harus dilakukan anggota geng tersebut karena biasanya gejolak emosi yang berlebihan itulah yang menyebabkan seorang remaja menyalurkan dalam bentuk juvenile deliquency. Pendidikan formal juga faktor penting yang harus didapatkan oleh para remaja.

Cognitive-behavioural (CBT) Methods
Pendekatan CBT sebagai intervensi untuk kenakalan remaja biasanya terdiri dari beberapa teknik yang mana merupakan akar dari terapi kognitif (persuasion, challenging, debate, hypothesizing, cognitive restructuring, and internal debate) yang digabungkan dengan terapi prilaku (operant procedure, desentization, social skills training, role play, behaviour rehearsal, modelling, relaxation exercise, self monitoring).
  1. Training relaksasi, yaitu remaja anggota geng motor tersebut perlu mengikuti training relaksasi ataupun menggunakan teknik-teknik atau cara-cara yang dapat membuat mereka tenang dan nyaman. Hal ini disebabkan dengan hati yang panik dan penuh gejolak akan menyebabkan seseorang salah dan tidak awas untuk mengambil suatu tindakan. Selain itu, dalam keadaan tenang dan nyaman akan mempermudah seseorang dimana dalam konteks ini remaja anggota geng motor untuknmenerima perlakuan-perlakuan lainnya.
  2. Modelling dan reinforcement tingkahlaku, yaitu dengan memberikan mereka model dan penguatan yang dapat mereka tiru. Hal ini penting karena biasanya remaja yang terjebak oleh kenakalannya tidak dapat membedakan apakah tindakan mereka itu baik atau buruk. Oleh karena itu, dengan adanya contoh dan penguatan baik itu reward atau punishment akan memberi arahan bagi remaja anggota geng motor tersebut.
  3. Menumbuhkan lebih banyak pikiran-pikiran positif (kognisi) dan atribusi diri untuk alter maladaptive beliefs, yaitu dengan memberi sugesti-sugesti positif apa yang seharusnya dilakukan. Sehingga para komunitas geng motor tersebut dapa bepikir bahwa tindakan mereka itu tidak benar.
  4. Pengalaman kegiatan yang menyenangkan, yaitu mengganti tindakan mereka yang tidak mematuhi norma-norma sosial dengan kegiatan lain yang menyenangkan namun itu tidak bertentangan dengan norma-norma yang ada seperti permainan balapan motor, atau pertandingan balap motor F1, atau dengan kegiatan-kegiatan yang lain.
  5. Menggunakan operant conditioning untuk mengembangkan perilaku prososial dan mengembangkan keahlian sosial, yaitu menggunakan reinforcement untuk menimbulkan perilaku yang dapat diterima sosial.

Dari pembahasan mengenai kenakalan remaja berupa kasus geng motor dapat disimpulkan bahwa psikologi komunitas dibutuhkan perannya dikalangan masyaraka/komunitas untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai kenakalan remaja dan bagaimana cara menanganinya, terutama pemahaman kepada keluarga mengenai pola asuh anak, sehingga keluarga dapat mengontrol perkembangan anak, dengan siapa ia bergaul, dilingkungan mana saja yang anak kunjungi sehingga kenakalan remaja dapat diatasi lebih dini.
Penanganan kenakalan remaja dalam fenomena komunitas geng motor menggunakan pendekatan psikologi, dapat menggunakan dua metode, yaitu: Behavioural methods, dan Cognitive-behavioral (CBT) methods. Behavioural methods adalah metode dengan mengubah perilaku geng motor tersebut dan menggantinya dengan perilaku lain yang baik. CBT methods adalah metode yang digunakan dari kombinasi penguatan secara kognitif dan perilaku.

Kekerasan psikologis yaitu kekerasan yang memiliki sasaran pada rohani atau jiwa sehingga dapat mengurangi ahkan menghilangkan kemampuan normal jiwa. Contoh kebohongan, indoktrinasi, ancaman, dan tekanan.

b
Wawan Budi's photo.
Jarimah ta’zir
, ialah semua jarimah yang dilarang syara’ tetapi tidak diancam dengan sesuatu macam hukuman di dalam al-qur’an atau sunnah rasul. Dapat dipandang sebagaijarimah ta’zir jika merugikan pelakunya atau orang lain. Mengenai ancaman hukumannya ditentukan besar kecilnya kerugian yang diderita oleh masyarakat sebagi akibat dari jarimah yang telah dilakukan, dan dapat pula ditentukan oleh penguasa. Macam-macamjarimah ta’zir antara lain: riba, menyuap, berjudi, pelanggaran lalu lintas, menipu takaran, pelanggaran terhadap peraturan bea cukai. Berdasarkan macam-macam Hukum Pidana Islam diatas, dapat dilihat pada saat sekarang ini Hukum Pidana Islam belum dirtifikasi oleh Indonesia sebagai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemberlakuan
fiqih jinaayat
atau Hukum Pidana Islam ini, dalam artian positivisasi, memang belum diterapkan secara nasional. Adapun secara parsial,fiqih jinaayat ini baru dapat diterapkan hanya di sebagian kecil wilayah Indonesia, yakni di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Pemberlakuan ini dimulai dengan pembentukan Mahkamah Syariah melalui  Qanun  nomor 10 tahun 2002 tentang Peradilan Syariah Islam yang disahkan pada tanggal 14 oktober 2002


MENURUT SALIM DALAM KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA (1991) ISTILAH “KEKERASAN” BERASAL DARI KATA “KERAS” YANG BERARTI KUAT, PADAT DAN TIDAK MUDAH HANCUR, SEDANGKAN BILA DIBERI IMBUHAN “KE” MAKA AKAN MENJADI KATA “KEKERASAN” YANG BERARTI: (1) PERIHAL/SIFAT KERAS, (2) PAKSAAN, DAN (3) SUATU PERBUATAN YANG MENIMBULKAN KERUSAKAN FISIK ATAU NON FISIK/PSIKIS PADA ORANG LAIN.


REVISI YANG DISARANKAN TUJUH PROFESOR
UNTUK DISERTASI  MUHAMMAD RAKIB

1.Apakah substansinya ada pertentangan antra UU 23 th 2002 dengan Hukum Islam? (Halaman 247-248).
2.Tentang larangan memukul anak, bukan UU-nya yang salah, tapi masyarakatnya yang salah memahaminya.
3.Sumber rujukan, definisi operasional, belum jelas.
4.Judulnya diperbaiki kemungkinannya “KONSEP KEKERASAN PADA HUKUMAN FISIK TERHADAP ANAK(Konsep KPHTA). Jika ditulis analisis Yuridis, bukan guru yang melakukan kekerasan, seolah-olah hakim yang melalkukan.
5.Ralat Bab IV tidak ada penjelasannya.
6.Halaman tidak sesuai dengan daftar isinya disertasi.
7.Guru hanya boleh memukul murid, setelah dididiknya selama tiga tahun.
8.Kesalahan tehnis, tidak boleh ada dalam daftar ralat.
9.Harus ada penjelasan judul.
10.Bukan syari’at hukuman fisknya yang salah, tapi masyarakat yang salah memahaminya.
11.Pendekatan sosiololgi dan antropologi, di mana dijelaskan dalam disertasi ?
12.Penjelasan definisi kekerasan pada hukuman fisik.
13.Pendekatan sosiologi antropologi, apa hubungannya dengan konsep?
14.Inventarisasi semua keputusan pengadilan yang ada.
15.Hukum bisa mengubah pola tingkah laku masyarakat, dan masyarakat dapat mengubah hukum.
16.Ada hadits yang tidak ditulis sumbernya (misalnya halaman 44).
17.Di mana hak-hak anak (hadhonah) dalam disertasi.
18.Kronologis Deklarasi HAM dari awal sampai akhir.
19.Anak yang boleh dihukum dan yang tidak boleh dihukum.
20.Konsep kekerasan menurut para sarjana dan para ahli, harus dikutip.
21.Analisis normatif, masukkan fiqih ttg anak dan kekerasan terhadap mereka.
22.Masukkan Yurisprodensi.

RENCANA REVISI DISERTASI
Pengertian Kekerasan
1. Pengertian Kekerasan
Istilah kekerasan berasal dari bahasa Latin violentia, yang berarti keganasan, kebengisan, kedahsyatan, kegarangan, aniaya, dan perkosaan (sebagaimana dikutip Arif Rohman : 2005). Tindak kekerasan, menunjuk pada tindakan yang dapat merugikan orang lain. Misalnya, pembunuhan, penjarahan, pemukulan, dan lain-lain. Walaupun tindakan tersebut menurut masyarakat umum dinilai benar. Pada dasarnya kekerasan diartikan sebagai perilaku dengan sengaja maupun tidak sengaja (verbal maupun nonverbal) yang ditujukan untuk mencederai atau merusak orang lain, baik berupa serangan fisik, mental, sosial, maupun ekonomi yang melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat sehingga berdampak trauma psikologis bagi korban. Nah, cobalah temukan minimal lima contoh tindak kekerasan yang ada di sekitarmu!

2. Macam-Macam Kekerasan
Tidak dimungkiri tindak kekerasan sering terjadi dalam kehidupan masyarakat. Tindak kekerasan seolah-olah telah melekat dalam diri seseorang guna mencapai tujuan hidupnya. Tidak mengherankan jika semakin hari kekerasan semakin meningkat dalam berbagai macam dan bentuk. Oleh karena itu, para ahli sosial berusaha mengklasifikasikan bentuk dan jenis kekerasan menjadi dua macam, yaitu:

a. Berdasarkan bentuknya, kekerasan dapat digolongkan menjadi kekerasan fisik, psikologis, dan struktural.
1) Kekerasan fisik yaitu kekerasan nyata yang dapat dilihat, dirasakan oleh tubuh. Wujud kekerasan fisik berupa penghilangan kesehatan atau kemampuan normal tubuh, sampai pada penghilangan nyawa seseorang. Contoh penganiayaan, pemukulan, pembunuhan, dan lain-lain.
2) Kekerasan psikologis yaitu kekerasan yang memiliki sasaran pada rohani atau jiwa sehingga dapat mengurangi bahkan menghilangkan kemampuan normal jiwa. Contoh kebohongan, indoktrinasi, ancaman, dan tekanan.
3) Kekerasan struktural yaitu kekerasan yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan menggunakan sistem, hukum, ekonomi, atau tata kebiasaan yang ada di masyarakat. Oleh karena itu, kekerasan ini sulit untuk dikenali. Kekerasan struktural yang terjadi menimbulkan ketimpangan-ketimpangan pada sumber daya, pendidikan, pendapatan, kepandaian, keadilan, serta wewenang untuk mengambil keputusan. Situasi ini dapat memengaruhi fisik dan jiwa seseorang.
Biasanya negaralah yang bertanggung jawab untuk mengatur
kekerasan struktural karena hanya negara yang memiliki kewenangan serta kewajiban resmi untuk mendorong pembentukan atau perubahan struktural dalam masyarakat. Misalnya, terjangkitnya penyakit kulit di suatu daerah akibat limbah pabrik di sekitarnya atau hilangnya rumah oleh warga Sidoarjo karena lumpur panas Lapindo Brantas. Secara umum korban kekerasan struktural tidak menyadarinya karena sistem yang menjadikan mereka terbiasa dengan keadaan tersebut.

b. Berdasarkan pelakunya, kekerasan dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu:
1) Kekerasan individual adalah kekerasan yang dilakukan oleh individu kepada satu atau lebih individu. Contoh pencurian, pemukulan, penganiayaan, dan lain-lain.
2) Kekerasan kolektif adalah kekerasan yang dilakukan oleh banyak individu atau massa. Contoh tawuran pelajar, bentrokan antardesa konflik Sampit dan Poso, dan lain-lain.

3. Sebab-Sebab Terjadinya Kekerasan
Banyaknya tindak kekerasan yang terjadi di masyarakat menimbulkan rasa keprihatinan yang mendalam dalam diri setiap ahli sosial. Setiap kekerasan yang terjadi, tidak sekadar muncul begitu saja tanpa sebab-sebab yang mendorongnya. Oleh karena itu, para ahli sosial berusaha mencari penyebab terjadinya kekerasan dalam rangka menemukan solusi tepat mengurangi kekerasan.

Menurut Thomas Hobbes, kekerasan merupakan sesuatu yang alamiah dalam manusia. Dia percaya bahwa manusia adalah makhluk yang dikuasai oleh dorongan-dorongan irasional, anarkis, saling iri, serta benci sehingga menjadi jahat, buas, kasar, dan berpikir pendek. Hobbes mengatakan bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lain (homo homini lupus). Oleh karena itu, kekerasan adalah sifat alami manusia. Dalam ketatanegaraan, sikap kekerasan digunakan untuk menjadikan warga takut dan tunduk kepada pemerintah. Bahkan, Hobbes berprinsip bahwa hanya suatu pemerintahan negara yang menggunakan kekerasan terpusat dan memiliki kekuatanlah yang dapat mengendalikan situasi dan kondisi bangsa.

Sedangkan J.J. Rousseau mengungkapkan bahwa pada dasarnya manusia itu polos, mencintai diri secara spontan, serta tidak egois. Peradaban serta kebudayaanlah yang menjadikan manusia kehilangan sifat aslinya. Manusia menjadi kasar dan kejam terhadap orang lain. Dengan kata lain kekerasan yang dilakukan bukan merupakan sifat murni manusia.

Terlepas dari kedua tokoh tersebut kekerasan terjadi karena situasi dan kondisi yang mengharuskan seseorang melakukan tindak kekerasan. Hal inilah yang melandasi sebagian besar terjadinya kekerasan di Indonesia. Seperti adanya penyalahgunaan wewenang dan kedudukan oleh para pejabat negara yang tentunya merugikan kehidupan rakyat, lemahnya sistem hukum yang dimiliki Indonesia, dan lain-lain.

4. Upaya Pencegahan Tindak Kekerasan
Kini tindak kekerasan menjadi tindakan alternatif manakala keinginan dan kepentingan suatu individu atau kelompok tidak tercapai. Terlebih di Indonesia, kekerasan melanda di segala bidang kehidupan baik sosial, politik, budaya, bahkan keluarga. Walaupun tindakan ini membawa kerugian yang besar bagi semua pihak, angka terjadinya kekerasan terus meningkat dari hari ke hari. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan untuk mencegah semakin membudayanya tindak kekerasan. Upaya-upaya tersebut (sebagaimana dikutip Arif Rohman: 2005) antara lain:
a. Kampanye Anti-Kekerasan
Dilakukannya kampanye antikekerasan secara terusmenerus mendorong individu untuk lebih menyadari akan akibat dari kekerasan secara global. Melalui kampanye setiap masyarakat diajak untuk berperan serta dalam menciptakan suatu kedamaian. Dengan kedamaian individu mampu berkarya menghasilkan sesuatu untuk kemajuan. Dengan kata lain, kekerasan mendatangkan kemundurandan penderitaan, sedangkan tanpa kekerasan membentuk kemajuan bangsa.
b. Mengajak Masyarakat untuk Menyelesaikan Masalah Sosial dengan Cara Bijak
Dalam upaya ini pemerintah mempunyai andil dan peran besar. Secara umum, apa yang menjadi tindakan pemimpin, akan ditiru dan diteladani oleh bawahannya. Jika suatu negara menjauhkan segala kekerasan dalam menyelesaikan suatu masalah sosial, maka tindakan ini akan diikuti oleh segenap warganya. Dengan begitu, semua pihak berusaha tidak menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah yang akhirnya membawa kedamaian dalam kehidupan
Diposkan oleh sity rachmawaty di 05.53


Pengertian kekerasan terhadap anak adalah segala sesuatu yang membuat anak tersiksa, baik secara fisik, psikologis maupu mental. Oleh para ahli, pengertian kekerasan terhadap anak ini banyak definisi yang berbeda-beda. Di bawah ini akan diberikan beberapa definisi pengertian kekerasan terhadap anak oleh beberapa ahli.
Kempe, dkk (1962) dalam Soetjiningsih (2005) memberikan pengertian kekerasan terhadap anak adalah timbulnya perlakuan yang salah secara fisik yang ekstrem kepada anak-anak.Sementara Delsboro (dalam Soetjiningsih, 1995) menyebutkan bahwa seorang anak yang mendapat perlakuan badani yang keras, yang dikerjakan sedemikian rupa sehingga menarik perhatian suatu badan dan menghasilkan pelayanan yang melindungi anak tersebut.
Fontana (1971) dalam Soetjiningsih (2005) memberikan pengertian kekerasan terhadap anak dengan definisi yang lebih luas yaitu memasukkan malnutrisi dan menelantarkan anak sebagai stadium awal dari sindrom perlakuan salah, dan penganiayaan fisik berada pada stadium akhir yang paling berat dari spektrum perlakuan salah oleh orang tuanya atau pengasuhnya.
David Gill (dalam Sudaryono, 2007) mengartikan perlakuan salah terhadap anak adalah termasuk penganiayaan, penelantaran dan ekspoitasi terhadap anak, dimana hal ini adalah hasil dari perilaku manusia yang keliru terhadap anak. Bentuk kekerasan terhadap anak tentunya tidak hanya berupa kekerasan fisik saja, seperti penganiayaan, pembunuhan, maupun perkosaan, melainkan juga kekerasan non fisik, seperti kekerasan ekonomi, psikis, maupun kekerasan religi.
Kekerasan terhadap anak menurut Andez (2006) adalah segala bentuk tindakan yang melukai dan merugikan fisik, mental, dan seksual termasuk hinaan meliputi: Penelantaran dan perlakuan buruk, Eksploitasi termasuk eksploitasi seksual, serta trafficking/ jual-beli anak. Sedangkan Child Abuse adalah semua bentuk kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh mereka yang seharusnya bertanggung jawab atas anak tersebut atau mereka yang memiliki kuasa atas anak tersebut, yang seharusnya dapat di percaya, misalnya orang tua, keluarga dekat, dan guru.
Sedangkan Nadia (2004) memberikan pengeritian kekerasan terhadap anak sebagai bentuk penganiayaan baik fisik maupun psikis. Penganiayaan fisik adalah tindakan-tindakan kasar yang mencelakakan anak, dan segala bentuk kekerasan fisik pada anak yang lainnya. Sedangkan penganiayaan psikis adalah semua tindakan merendahkan atau meremehkan anak. Alva menambahkan bahwa penganiayaan pada anak-anak banyak dilakukan oleh orangtua atau pengasuh yang seharusnya menjadi seorang pembimbing bagi anaknya untuk tumbuh dan berkembang.
Menurut WHO (2004 dalam Lidya, 2009) kekerasan terhadap anak adalah suatu tindakan penganiayaan atau perlakuan salah pada anak dalam bentuk menyakiti fisik, emosional, seksual, melalaikan pengasuhan dan eksploitasi untuk kepentingan komersial yang secara nyata atau pun tidak dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup, martabat atau perkembangannya, tindakan kekerasan diperoleh dari orang yang bertanggung jawab, dipercaya atau berkuasa dalam perlindungan anak tersebut.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan pengertian kekerasan terhadap anak adalah perilaku salah dari orangtua, pengasuh dan lingkungan dalam bentuk perlakuan kekerasan fisik, psikis maupun mental yang termasuk didalamnya adalah penganiayaan, penelantaran dan ekspoitasi, mengancam dan lain-lain terhadap terhadap anak.
Ada banyak pendapat mengenai definisi kekerasan, yaitu sebagai berikut:
            Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau kemarahan yang tidak terkendali, tiba-tiba, bertenaga, kasar dan menghina.
            Menurut Salim dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991) istilah “kekerasan” berasal dari kata “keras” yang berarti kuat, padat dan tidak mudah hancur, sedangkan bila diberi imbuhan “ke” maka akan menjadi kata “kekerasan” yang berarti: (1) perihal/sifat keras, (2) paksaan, dan (3) suatu perbuatan yang menimbulkan kerusakan fisik atau non fisik/psikis pada orang lain.
Menurut UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,  nomor 23 tahun 2004 pasal 1 ayat (1), kekerasan adalah perbuatan terhadap seseorang yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkungan rumah tangga.
Menurut KUHP pasal 89, kekerasan adalah mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil atau sekuat mungkin secara tidak sah sehingga orang yang terkena tindakan itu merasakan sakit yang sangat.

3 comments:

  1. SELAMAT DATANG DI INDOMONOPOLY GAME ONLINE TERBESAR DAN TERPERCAYA DI INDONESIA.
    MINIMAL DEPOSIT 20.000 & WITHDRAW 50.000 PROSES CEPAT DAN AMAN. DILAYANI CUSTOMER SERVIS YANG BAIK DAN RAMAH.
    DIJAMIN 100% PLAYER VS PLAYER.. NO BOT, NO ADMIN, NO PENIPUAN BOLEH DI CEK. KOMISI REFERRAL 50% BERMINAT?
    BISA LANGSUNG HUBUNGI LIVE CHAT KAMI SETIA MELAYANI ANDA 24JAM. KEMUDAHAN HANYA BERSAMA KAMI DI INDOMONOPOLY.
    1.KUNJUNGI WEB KAMI : http://bit.ly/1QULFBI

    2.BBM Pin : 5649B320

    3.contact us : LINE : hermilyrostan

    4.cara bermain game INDOMONOPOLY di pc http://bit.ly/1R1fOPQ

    5.petunjuk unduh game INDOMONOPOLY di android http://bit.ly/1SoikP4

    6.TERSEDIA JUGA DI PLAYSTORE KHUSUS DI ANDROID ANDA http://bit.ly/22ESOcV

    7.cara daftar userid di INDOMONOPOLY http://bit.ly/1mldTZz

    8.Tutorial cara bermain dan sistem potongan pada permain : http://bit.ly/1RFLt4X

    ReplyDelete
  2. boleh minta referensi jurnal/buku/lainnya terkait intervensi dan prevensi pada kenakalan remaja?

    ReplyDelete
  3. Raka KurniawanOctober 4, 2016 at 11:01 PM
    boleh minta referensi jurnal/buku/lainnya terkait intervensi dan prevensi pada kenakalan remaja?

    ReplyDelete

Komentar Facebook