Saturday, November 1, 2014

anakmu, jikalau engkau memukul akan dia, dengan rotan, maka tiada ia akan mati,



ADA EMAS DI UJUNG ROTAN

Amsal 23:13 http://alkitab.sabda.org/images/printer.gif
TB (1974) ©
SABDAweb Ams 23:13
Jangan menolak didikan dari anakmu ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya dengan rotan.
AYT Draft
Jangan mencegah didikan dari anakmu, ia tidak akan mati jika engkau memukulnya dengan rotan.
TL (1954) ©
SABDAweb Ams 23:13
Janganlah tahankan pengajaran dari pada anakmu, jikalau engkau memukul akan dia, dengan rotan, maka tiada ia akan mati,
BIS (1985) ©
SABDAweb Ams 23:13
Janganlah segan-segan mendidik anakmu. Jika engkau memukul dia dengan rotan, ia tak akan mati,
MILT (2008)
Hendaklah engkau tidak menahan didikan dari seorang muda, sebab ketika engkau memukulnya dengan tongkat, ia tidak akan mati.

MENDIDIK ANAK MELAKSANAKAN SHALAT,BISA MASUK PENJARA DI SWEDIA…
Wawan Budi's photo.

Kekerasan dalam dunia pendidikan anak di Indonesia memang marak terjadi. Ia menjadi satu problem dari sekian probelamatika yang melilit dunia pendidikan kita. Posisi anak didik dalam sekolah belum mendapatkan porsi yang proporsional. Ia masih diibaratkan obyek yang pantas diperlakukan sekehendak guru. Dengan dalih mencerdaskan guru berhak untuk memaksa, menghardik, bahkan kalau perlu menyakiti dengan tindakan kekerasan.Gambaran di atas bukanlah satu-satunya kasus kekerasan yang dialami anak di Indonesia. Ada sederet kasus serupa yang kerap kali mewarnai dunia pendidikan mereka. Dalam catatan KNPAI (Komite Nasional Perlindungan Anak Indonesia) ada sekitar 221 kekerasan fisik yang dilakukan guru terhadap muridnya di berbagai tempat di Indonesia, belum lagi kekerasan psikis dan seksual. (Kompas/26/02/2007).

Fenomena ini sudah sangat memperihatinkan. Sikap itu bukan hanya bertentangan dengan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) dan hak dasar anak, tetapi secara psikologis dan fisik sangat merugikan anak-anak. Perlakuan semacam ini hanya akan menciptakan ketaatan semu anak-anak kita. Sehingga, kemauan belajar bukan karena berangkat dari kesadarannya sendiri, melainkan karena takut akan sanksi yang akan didapatkan. Secara psikologis tindakan kekerasan terhadap anak akan menciptakan mental pecundang, penurut palsu dan pembangkang.Sebenarnya Indonesia ikut meratifikasi Konvensi Hak-hak Anak (KHA) PBB dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tanggal 25 Agustus 1990. Tetapi, mulai diberlakukan di Indonesia tanggal 5 Oktober 1990. Pada tanggal 22 Oktober 2002, Indonesia telah membuat UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak.

Ironisnya, masyarakat, guru masih melegitimasi kekerasan yang dilakukan terhadap anak didik. Masyarakat masih menganggap bahwa mendidik dengan cara kekerasan dianggap paling efektif supaya anak merasa takut, taat dan manut terhadap perintah guru. Dalam pribahasa-misalnya-ada ungkapan ada emas di ujung rotan. Artinya boleh menggunakan kekerasan dalam mendidik anak.
Menafsir Ulang Teks
Di sisi lain, agamapun tidak sedikit ditemukan teks yang seakan mengamini cara didik seperti itu. Terbukti dari beberapa hadits yang tercantum di beberapa literatur klasik membolehkan hal tersebut (al-Dimyatiy, Hāsyiyah I’anah al-Thālibīn, juz. I, hlm. 24). Teks-teks ini seakan menjadi justifikasi keyakinan masyarakat awam dalam mendidik anaknya. Karena itulah, harus ada perubahan pandangan dengan cara membongkar dan menafsirkan ulang teks tersebut.
Berangkat dari sebuah hadis Nabi :
مُرُوْا أَوْلاَدَكُمْ باِلصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشَرَ سِنِيْن
Artinya: “Perintahlah anak-anakmu untuk melaksanakan shalat ketika dia berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka apabila sampai berusia sepuluh tahun dia tetap enggan mengerjakan shalat”. (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Hadis di atas banyak dijadikan rujukan ulama sebagai justifikasi dalam mendidik anak. Dalam fiqh klasik misalnya, dituturkan bahwa ketika seorang anak tidak mengerjakan shalat pada saat berusia 7 tahun, maka harus diperingatkan untuk mengerjakan shalat. Lantas ketika usia mereka menginjak 10 tahun tetap tidak mengerjakan shalat, maka orang tua boleh memukulnya dengan tangan, bukan dengan kayu atau alat pukul lainnya, dan dengan catatan pukulan yang mendidik.
Panduan fiqh klasik ini sering disalahartikan oleh beberapa pendidik sebagai sebuah legitimasi untuk mendidik anak dengan cara kekerasan. Seakan sudah menjadi kewajiban bagi seorang guru apabila melihat anak yang nakal, maka tangan sang guru sebagai pelajarannya. Karenanya, tidak jarang para pendidik yang lebih menekankan hasil dari proses yang dijalankan. Asal anak bisa paham cara apapun bisa dilakukan meskipun dengan ancaman, intimidasi bahkan sampai tindakan kekerasan.
Karena itulah, teks klasik tersebut perlu ditafsir ulang. Titik tekan dari pemukulan yang dianjurkan seperti dalam hadist tersebut adalah pada sisi mendidiknya, bukan memukulnya. Memukul bukan suatu cara paten yang dianjurkan oleh Islam. Dengan kata lain, hadist tersebut mengandung pengertian betapa pentingnya mendidik anak sebagai tanggungjawab orang tua.
Bahkan, Ibn Suraij tidak memperkenankan memukul di atas hitungan 3 kali. Izzudin Ibn Abdis Salam juga berpendapat, walaupun, orang tua yakin kalau anak tersebut dipukul sampai keras (menyakitkan) dia tidak akan jera, tetap orang tua tidak boleh memukul dengan cara yang kasar. Sebab, yang menjadi fokus perhatian adalah sisi mendidiknya. (al-Dimyatiy, Hāsyiyah I’ānah al-Thālibīn, juz. I, hlm. 24; Wahbah al-Zuhailiy, al-Fiqh al-Islāmiy wa Adillatuh, juz. I, hlm. 724).
Abul Hasan meriwayatkan bahwa suatu hari seseorang bertanya kepada Nabi Muhammad saw: “Ya Rasulullah, apakah hak anakkku dariku?” Nabi menjawab:”Engkau baguskan nama dan pendidikannya, kemudian engkau tempatkan ia di tampat yang baik.” Inilah tuntunan yang diberikan Islam bagi orang tua dalam memberikan pendidikan yang baik bahkan memberikan nama sekalipun.
Pendidikan Berbasis Kasih Sayang
Kita harus bisa belajar dari cara Nabi mengajar. Beliau menyampaikan materi pada shahabatnya dengan kata yang lembut, kasih sayang, tawadlu’, hubungan persaudaraan, bukan hubungan antar murid dan guru. (Dr. M. ‘Ajaj al-Khatib, Ushūl al-Hadīts, hlm. 59). Bahkan Nabi bersabda :
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لمَ ْيَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَلمَ ْيُوْقِرْكَبِيْرَنَا
Artinya: “Bukan termasuk golonganku orang yang tidak kasih sayang terhadap yang muda (anak-anak) dan tidak menghormati yang lebih tua”.
Karena itulah harus ada perubahan cara pandang dalam mendidik anak. Seorang psikolog, Dorothy Law Nolte, berujar: “Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.” Bila orang tua gagal mengungkapkan rasa sayang pada anak-anaknya, anak-anak tersebut tak akan mampu menyatakan sayangnya kepada orang lain.
Pendidikan awal anak sangat menentukan bagi perkembangan mental dan jiwa di masa yang akan datang. Setiap orang harus mengetahui bahwa anak memiliki hak yang sama sehingga bisa menjadi dasar perubahan untuk kehidupan yang lebih baik.
Cita-cita di atas dapat terlaksana dengan merubah paradigma para pendidik kita. Merubah dari pendidikan berbasis kekerasan menuju pendidikan berbasis kasih sayang. Perlu disosialisasikan secara transformatif dan menyeluruh tentang hadits-hadist maupun ayat-ayat yang masih mempunyai peluang mempunyai arti melegitamasi tindak kekerasan dalam pendidikan, termasuk hadist diatas.
Penggunaan Hadits Riwayat Ahmad dan Abu Daud di atas, yang sangat populer dalam pendidikan anak di kalangan pesantren dan masyarakat awam, harus diiringi dengan penjelasan yang menyeluruh untuk mendapatkan ‘ruh’ dari hadits tersebut. Yang terjadi selama ini masyarakat dan bahkan para guru hanya tahu bahwa memukul adalah bagian dari ajaran Rasulullah dalam mendidik anak. Bagaimana etika memukul, untuk apa dia memukul, dan apa tujuan memukul serta yang terpenting adalah kapan pemukulan itu harus dilakukan, tidak pernah ada pembahasan secara serius apalagi sosialisasi terhadap umat. Akhir kata, mendidik dengan cara kekerasan hendaknya segera diganti dengan kasih sayang. Falyatafaqqah!


SEKOLAH JANGAN MEMANCING  KETURUNAN
JADI GENERASI KEKERASAN DAN TAWURAN


Wawan Budi's photo.Wawan Budi's photo.
Mendidik anak melaksanakan shalat, sepasang Muslim Malaysia ditahan otoritas Swedia

Banan Selasa, 27 Rabiul Awwal 1435 H / 28 Januari 2014 18:00

Ilustrasi - Mendidik anak melaksanakan shalat, sepasang Muslim Malaysia ditahan otoritas Swedia
SWEDIA (Arrahmah.com) – Ribuan warga Malaysia tengah mendukung sebuah kampanye untuk membebaskan sepasang suami istri Muslim Malaysia yang ditangkap otoritas sekuler Swedia karena dituduh memukul tangan salah satu anak mereka yang berusia 12 tahun ketika anak itu tidak mau mengerjakan shalat.
Azizul Raheem Awalludin adalah seorang direktur Stockholm dari Dewan Pariwisata Malaysia di Swedia. Dia telah dimasukkan ke penjara selama lebih dari satu bulan bersama istrinya yang seorang guru, Shalwati Nurshal, karena mendidik anak mereka sesuai syariat Islam.
Mereka memukul anak mereka tanpa meninggalkan memar di tangannya sebagai wujud kasih sayang mereka untuk mendidiknya agar menjadi anak shaleh yang menjalankan perintah Allah.
Pengecaman umat Islam Malaysia atas penahanan keduanya pun meningkat tatkala empat anak mereka kemudian dikabarkan malah
- See more at: http://www.arrahmah.com/news/2014/01/28/sepasang-muslim-malaysia-ditahan-otoritas-swedia-karena-mendidik-anak-mereka-untuk-melaksanakan-shalat.html#sthash.HfuUPW99.dpuf

Di 29 negara, kekerasan terhadap anak yang dilakukan orang dewasa adalah sebuah perbuatan melanggar hukum. Di 113 negara, sekolah juga dilarang memberikan hukuman dengan memukul.


Meskipun saat ini sudah jarang terjadi, tetap masih ada saja orangtua yang memukul jika anaknya membuat kesal. Padahal tindakan itu sebaiknya dihindari karena bisa berefek buruk pada anak.


Dikutip dari Natural Growth, Dr. Peter Newell, koordinator organisasi End of Punidshment of Children mengatakan, semua orang berhak mendapat perlindungan atas kebebasan fisik mereka, anak-anak termasuk orang yang berhak itu. Selama beberapa tahun terakhir ini pun, cukup banyak psikolog dan sosiolog yang merekomendasikan agar orangtua tidak memukul saat anak melakukan hal yang tidak baik atau mengesalkan.

Anak laki-laki, jangan berjiwa banci.

Agar anak laki-laki, jangan berjiwa banci.  Misalnya anak laki-laki sudah mulai terobsesi ingin mendandani bonekanya maka orangtua harus bertindak. Saya tekankan lagi inilah pentingnya orangtua mendampingi anak di saat bermain. Jadi poin utamanya gimana orangtua menyisihkan waktunya untuk mendampingi anak-anak sehingga ketika anak memperlihatkan ada kecenderungan yang negatif, orangtua bisa memberikan pengarahan kepadanya," tambah psikolog lulusan Universitas Indonesia itu.Ajeng pun menyarankan agar Anda harus bisa meluangkan waktu setiap hari untuk dekat dengan anak. Bila memang sibuk bekerja, ambil waktu di pagi atau malam hari sebelum tidur untuk bermain dengan si kecil. Ingat, pola asuh orangtua lah yang akan membangun karakter, potensi, bakat, dan passion anak nantinya.



Berikut ini 8 alasan kenapa Anda sebaiknya tidak memukul anak:
Berikut ini 8 alasan kenapa Anda sebaiknya tidak memukul anak:
1. Memukul anak malah mengajarkan mereka untuk menjadi orang yang suka memukul. Cukup banyak penelitian yang menunjukkan bahwa anak yang sering dipukul memiliki perilaku agresif dan menyimpang saat mereka remaja dan dewasa.
Anak-anak secara alami belajar bagaimana harus bersikap melalui pengamatan dan meniru orangtua mereka. Makanya jika Anda suka memukul, saat dewasa nanti, mereka pun akan menganggap apa yang Anda lakukan itu memang boleh dilakoni.
2. Anak-anak berperilaku tidak baik biasanya karena orangtuanya atau orang yang mengasuhnya melupakan kebutuhannya. Kebutuhan itu di antaranya, tidur yang cukup, makanan bernutrisi, udara segar dan kebebasan mengeksperikan diri untuk bereksplorasi.
Orangtua terkadang melupakan kebutuhan anak tersebut karena terlalu sibuk dengan urusan mereka sendiri. Ditambah lagi stres yang melanda membuat orangtua jadi cepat emosi saat anak mulai menunjukkan sikap tidak baiknya.
Sangat tidak adil jika akhirnya si anak dipukul hanya karena sikap tidak baiknya yang awalnya sebenarnya adalah kesalahan orangtua.
3. Hukuman malah membuat anak tidak belajar bagaimana seharusnya menyelesaikan konflik dengan cara yang efektif dan lebih manusiawi. Anak yang dihukum jadi memendam perasaan marah dan dendam. Anak yang dipukul orangtuanya pun jadi tidak bisa belajar bagaimana menghadapi situasi yang serupa di masa depan.
4. Hukuman untuk anak dengan kekerasan bisa mengganggu ikatan antara orangtua dan anak. Ikatan yang kuat seharusnya didasari atas cinta dan saling menghargai.
Jika Anda memukul anak, dan si anak kemudian menuruti perkataan Anda, apa yang dilakukannya itu hanya karena dia takut. Sikap itu pun tidak akan bertahan lama karena pada akhirnya anak akan memberontak lagi.
5. Anak yang mudah marah dan frustasi tidaklah terbentuk dari dalam dirinya. Kemarahan tersebut sudah terakumulasi sejak lama, sejak orangtuanya mulai memberinya hukuman dengan kekerasan.
Hukuman itu memang pada awalnya sukses membuat anak bersikap baik. Namun, saat si anak beranjak remaja dan menjadi dewasa, hukuman itu malah menjadi buah simalakama.
6. Anak yang dipukul di bagian sensitifnya, bisa membuat anak mengasosiasikan hal itu antara rasa sakit dan kenikmatan seksual. Pemikiran tersebut akan berdampak buruk, terutama jika anak tidak mendapat banyak perhatian dari orangtuanya, kecuali hanya saat dihukum.
Anak yang mengalami hal tersebut akan tumbuh menjadi anak yang kurang percaya diri. Mereka percaya, mereka tidak layak mendapatkan hal yang lebih baik.
7. Hukuman fisik bisa membuat anak menangkap pesan yang salah yaitu ‘tindakan itu dibenarkan’. Mereka merasa memukul orang lain yang lebih kecil dari mereka dan kurang memiliki kekuatan, memang boleh.
Saat dewasa, anak ini akan tumbuh menjadi orang yang kurang memiliki kasih sayang pada orang lain dan takut pada orang yang lebih kuat dari mereka.
8. Berkaca dari orangtuanya yang suka memukul, anak belajar kalau memukul merupakan cara yang bisa dilakukan untuk mengeksperikan perasaan dan menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, sungguh memukul anak bukanlah cara yang tepat untuk mendidik mereka atau membuat mereka jadi orang yang lebih baik.



Perintah Memukul Anak-anak Karena Meninggalkan Shalat

ويضرب ) ضربا غير مبرح وجوبا ممن ذكر ( عليها ) أي على تركها ولو قضاء أو ترك شرطا من شروطها ( لعشر ) أي بعد استكمالها للحديث الصحيح مروا الصبي بالصلاة إذا بلغ سبع سنين وإذا بلغ عشر سنين فاضربوه عليها ( كصوم أطاقه ) فإنه يؤمر به لسبع ويضرب عليه لعشر كالصلاة وحكمة ذلك التمرين على العبادة ليتعودها فلا يتركها وبحث الأذرعي في قن صغير كافر نطق بالشهادتين أنه يؤمر ندبا بالصلاة والصوم يحث عليهما من غير ضرب ليألف الخير بعد بلوغه وإن أبى القياس ذلك انتهى



Boleh atau tidak???


kl boleh atau tidak,..sulit jawabannya gan,..
jawaban secara etika dan norma kewajaran kalo untuk tujuan mendidik dan tidak melukai/menyakiti (dalam batas wajar-tentunya subjektif gan) si anak menurut ane tidak apa-apa.
jawaban dari segi hukum : asalkan tidak menimbulkan dan tidak terpenuhinya unsur-unsur dari delik materiil (terutama akibat luka ringan, luka berat dan kematian) tidak apa-apa. dan tentunya juga tidak melanggar ketentuan mengenai KDRT dan UU perlindungan anak...


Coba baca UU No.23 tahun 2002 soal perlindungan anak

Yang penting jangan sampe menyebabkan dampak negatif buat lahir & batin si anak tersebut.


mukulnya gmn gan?
kalo pelan dan dlm batas wajar y gpp, kan itu mendidik.
kalo mukul pake emosi mah gak sayang anak namanya, ckckckckk


Quote:
Original Posted By senaidert
dari dulu ini yang dipikirin ane terus nih gan, banyak orang tua yang kalau anaknya berbuat salah langsung dipukul. itu sebenernya melanggar hukum ga sih gan? moga moga ada master yg bisa jawab pertanyaan ane


Memang salahnya apa????
Jika kesalahan anak adalah untuk pertama kalinya, hendaknya ia diberi kesempatan untuk bertaubat dari perbuatan yang telah dilakukan atau memberinya kesempatan untuk minta maaf tanpa memberikan hukuman, dan berjanji untuk tidak mengulangi kesalahannya itu.

Selayaknya orang tua mengetahui sisi-sisi yang perlu dipertimbangkan ketika hendak menghukum anak, karena setiap keadaan menuntut sikap yang berbeda. Orang tua perlu meninjau, apakah permasalahan yang terjadi merupakan sesuatu yang betul-betul tercela atau tidak? Apakah si anak yang melakukannya mengetahui akan kejelekan dan bahaya hal tersebut, ataukah dia dalam keadaan tidak mengerti tentang hal itu maupun hukumnya?

Pada dasarnya, orang tua perlu menyertakan kelemahlembutan dalam mengarahkan anak-anaknya. Demikianlah contoh yang dapat ditemukan dari sosok Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam mengarahkan dan membimbing umat beliau. Bahkan demikianlah sifat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang disebutkan dalam Kitabullah:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لاَنْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ

“Maka karena rahmat Allah-lah engkau bersikap lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap kaku dan keras hati, tentu mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (Ali ‘Imran: 159)

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu mengatakan: “Ini adalah akhlak Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam yang Allah Subhanahu wa Ta'ala utus dengan membawa akhlak ini.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/106)

MEMUKUL ANAK KARENA MENINGGALKAN SHALAT

Perintah Memukul Anak-anak Karena Meninggalkan Shalat

ويضرب ) ضربا غير مبرح وجوبا ممن ذكر ( عليها ) أي على تركها ولو قضاء أو ترك شرطا من شروطها ( لعشر ) أي
بعد استكمالها للحديث الصحيح مروا الصبي بالصلاة إذا بلغ سبع سنين وإذا بلغ عشر سنين فاضربوه عليها ( كصوم أطاقه ) فإنه يؤمر به لسبع ويضرب عليه لعشر كالصلاة وحكمة ذلك التمرين على العبادة ليتعودها فلا يتركها وبحث الأذرعي في قن صغير كافر نطق بالشهادتين أنه يؤمر ندبا بالصلاة والصوم يحث عليهما من غير ضرب ليألف الخير بعد بلوغه وإن أبى القياس ذلك انتهى

Dan wajib terhadap orang yang telah disebutkan (ayah, ibu, kakek dan seterusnya) memukul mumaiyiz yang telah sempurna umurnya sepuluh tahun (pukulan) yang tidak melukai karena meninggalkan shalat walaupun shalat qadha’ atau karena meninggalkan sebuah syarat dari syarat-syarat shalat. (Kewajiban memukul ini) berdasarkan Hadits Shahih “Perintahkan olehmu anak-anak mengerjakan shalat apabila telah sampai umurnya tujuh tahun. Dan apabila ia telah berusia sepeuluh tahun maka pukul olehmu anak tersebut karena meninggalkan shalat”. Seperti puasa yang ia sanggup kerjakan, maka anak-anak yang sanggup mengerjakan puasa diperintahkan (oleh orang tuanya) saat berusia tujuh tahun dan dipukul karena meninggalkan puasa saat telah berusia sepuluh tahun, sama juga seperti shalat.

Hikmah demikian (perintah shalat sejak dini) adalah untuk mendidik anak usia dini dalam beribadah suapay menjadi kebiasaannya maka ia tidak akan meninggalkannya (kemudian hari). Imam Azra’iy membahas tentang budak/hamba sahaya kafir yang mengucapkan dua kalimat syahadah bahwa disunatkan memerintahkan kepadanya shalat dan puasa dengan mengajaknya melakukannya shalat dan puasa tanpa memukul. Tujuannya agar ia terbiasa dengan kebaikan saat baligh nanti, sekalipun hukum ini bertentangan dengan maksud hukum dari perintah Rasulullah. Demikian Imam Azra’iy.
ayua1100 - 02/12/2011 09:09 PM
#54
.....


lho..lho...lho... ko jadi bawa2x agama???

pahami dulu konsep hukumnya dlm artian hukum sebagai pelindung...


pertama, kekerasan trhdp anak adalah prbuatan hukum kalau dilaporkan.

kedua, kekerasan terhadap anak dlm hal mendidik merupakan suatu yg dibenarkan dengan batasan tanpa melukai fisik atau kejiwaan anak itu. selama hal itu dlm batas yg dimaksud adalah permakluman (baca yurisprudensi yg ada)

ketiga, bila batasan nomor 2 dilanggar maka dapat dikenakan sanksi pidana dengan pasal berlapis sesuai yg diatur dlm KUHP dan UU Perlindungan Anak..
enci - 03/12/2011 01:21 AM
#55


ada lex specialisnya gan, UU Perlindungan anak seperti yang udah agan2 diatas sebutin,
kembali ke masalah pukul memukul tergantung gimana mukulnya dan akibatnya gan, sebatas wajar dan sifatnya mendidik sih sah2 aja..
asal jangan kelewatan, misal kalo mau peringatkan pake pukulan yang pukul aj di pantat, jangan di kepala, apalagi pake alat...
kalo kelewatan itu mah namanya bukan membina anak tapi membinasakan anak
refer15 - 03/12/2011 07:57 AM
#56


selagi tujuannya mendidik dan tidak menyebabkan aniaya kpd si anak gpp gan
tp kalo udah luka, lebam dll termasuk tindakan pidana tuh


No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook