Fakta Mengejutkan Tentang Yasin dan Tahlilan yang Dianggap Haram Oleh
Salafi Wahabi
KATA
PENGANTAR
Aneh mengapa ada golongan
atau sekte baru menyatakan siapa yang membaca Yasin, di tempat orang kematian,
disanya sama dengan berzina dengan ibu kandungnya sendiri. Akibat ucapan ini,
ada satu masjid di Desa Kubang Pekanbaru yang diruntuhkan orang, masjid itu
namanya masjid Saalafy, kejadian tahun 2001. Kini ada fakta lain yang
mengejutkan. Logika zina dengan ibu ini, mungkin dipengaruhi oleh ucapan Sofyan
Sauri bahawa “ Para pembuat bid’ah itu, lebih ddisenangi Iblis dibandingkan para pelaku maksiat”. Penjelasan Konten Tafsir Ibnu Katsir Pada Hlm.
880 (Qs. Yaasin, 36: 13-14)Dalam Miracle The Reference halaman 880
yang belum diperbaiki
redaksinya, pada box konten Tafsir Ibnu Katsir untuk QS. Yasin, 36: 13 -14
paragraf 3, terdapat kalimat-kalimat berikut:
Allah swt. berfirman, “Kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang
ketiga”. Allah mengutus seorang nabi lagi untuk lebih memperkuat utusan usaha
kedua nabi sebelumnya. Ibnu Juraij meriwayatkan dari Wahab bin Sulaiman dari
Syu’aib al-Jubba’i, nama dua orang nabi yang pertama adalah Syam’un dan Yohanes,
sedangkan Nabi ketiga Paulus…”… dst.
Pencantuman nama
ketiga orang tersebut (terutama Paulus) ternyata menimbulkan kontroversi dan
opini-opini tertentu, apalagi bila dikaitkan dengan keyakinan penganut agama
Nasrani di zaman sekarang. Perlu
kami jelaskan bahwa konten tersebut merupakan terjemahan dari sumber
rujukan yang berbahasa arab, yaitu kitab Al misbaahul Muniir fii Tahdziib Tafsiir Ibnu Katsir (Tahkik
Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfury), dan proses penerjemahan diserahkan
kepada penerjemah yang kompeten dalam bidang penerjemahan kitab-kitab rujukan
keislaman. Dalam kaidah penerjemahan atau pemindahan bahasa dari bahasa arab ke
bahasa Indonesia, tidak boleh mengurangi atau menambahkan konten yang asli,
karena harus bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, apalagi tafsir Ibnu Katsir
merupakan karya seorang ulama besar yang sudah dikenal di dunia Islam dan
menjadi salah satu rujukan para ahli tafsir.
PENDAHULUAN
Dari
sejak kemunculannya di bumi Nusantara Indonesia, Wahabi paling demen
mengumbar vonis atas haramnya (bid’ah) tahlilan. Mungkin mereka tidak menyadari bahwa tindakannya itu
terlalu berlebihan yang bisa berakibat merusak Islam. Bagaimana tidak, bukankah
itu berarti Wahabi dan pengikut-pengikutnya mengharamkan yang halal atas
tahlilan? Bahkan saking rusaknya pemahaman mereka terhadap Islam, mereka
tak segan-segan pamer slogan batil: “Pelacur Lebih Mulia daripada
Orang-orang Bertahlil (tahlilan). “
Ada baiknya penulis suguhkan petikan teks asli yang berbahasa arab yang
terdapat dalam kitab Al misbaahul Muniir fii Tahdziib Tafsiir Ibnu Katsir (Tahkik
Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfury) yang menjadi sumber rujukan konten tafsir
Ibnu Katsir dalam surat yasin ayat 13 – 14 yang tercantum dalam Miracle The
Reference:
Lihatlah pada kalimat yang diberi warna kuning
terdapat nama Syam’un, Yuhanna (diterjemahkan Yohanes), dan Baulus (diterjemahkan
Paulus).
Dalam beberapa referensi yang dirujuk, di antaranya: Tafsir
Ibnu Katsir, Kitab Albidayah Wannihayah; Tafsir
Almunir Fil ‘Aqidah Wal Syari’ah, DR. Alwahbah Zuhaily; Addar
Almantsur Fi Attafsir Bilmatsur, Imam Suyuthi; Tafsir Ibnu Abi
Hatim; Tafsir Allubab Ibn ‘Adil; Tafsir Ruhul Ma’ani ‘Umdatu Al Qari Syarah Al
Bukhari; dan beberapa rujukan lain dalam menafsirkan surat Yasin ayat
13 dan 14, kata yang (ditulis dalam bahasa
arabnya Baulus dengan akhiran huruf sin atau baulush dengan
akhiran huruf shad), diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi
Paulus karena huruf P (dalam huruf latin) ditulis dengan huruf Ba (dalam
bahasa arab). Sebagai contoh, Pakistan menjadi Bakistan, Paris
menjadi Baris (silakan merujuk buku-buku pelajaran bahasa Arab
seperti Al’arabiyah Baina Yadaik karangan tim pakar bahasa
Arab, cet. ketiga, Maktabah Almalik Fahd, KSA, th. 2004.
Dengan demikian,
perlu kami sampaikan bahwa PT. Sygma atau Syaamil Quran sebagai penerbit tidak
melakukan penafsiran sendiri apalagi mengikuti kehendak dan selera pribadi
untuk kepentingan tertentu, karena kami juga memahami bahwa bermain-main dengan
ayat Al Quran adalah perbuatan dosa besar yang diancam neraka, sebagaimana
dijelaskan dalam sebuah hadis yang artinya,
Barangsiapa berkata dalam Al Quran (membuat penafsiran) tanpa
didasari dengan ilmu maka jadikanlah neraka sebagai tempatnya (HR. Imam
Tirmidzi).
Dalam riwayat lain,
rasulullah saw bersabda yang artinya,
Barangsiapa yang berkata dalam kitab Allah (membuat penafsiran)
dengan logikanya sendiri, meskipun kena dalam penafirannya, dia telah keliru
(krn tanpa dasar yang benar) HR. Abu Dawud dan Tirmidzi.
Sekali lagi,
Syaamil Al-Quran sebagai penerbit hanya menerjemahkan (alih bahasa) tulisan, gagasan,
ide, dan pemikiran Imam Ibnu Katsir Rahimahullah dalam kitab "Al misbaahul Muniir fii Tahdziib
Tafsir Ibnu Katsiir" yang berbahasa arab ke bahasa Indonesia agar
memudahkan bagi yang ingin mengkaji kitab tafsir tersebut.
Apabila ada pihak yang menganggap bahwa penafsiran tersebut
keliru, silakan merujuk kepada kitab aslinya yang telah kami sampaikan
tersebut, Apalagi kitab yang kami rujuk merupakan karya ulama besar yaitu Imam
ibnu Katsir yang ilmunya luas dan memiliki kapasitas di bidang tafsir Al Quran.
Dan perlu diketahui bahwa kitab tersebut tersebar luas di dunia Islam termasuk
di Timur tengah, sampai saat ini tidak ada satupun negara Islam yang melarang
peredaran kitab Al misbaahul
Muniir fii Tahdziib Tafsiir Ibnu Katsir tersebut disebabkan karena memuat nama-nama yang menimbulkan
perdebatan tersebut.
REVISI
TEKS PADA TAFSIR IBNU KATSIR
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
- Penerbit
Syaamil Quran-PT.Sygma bukan melakukan penafsiran sendiri melainkan
diambil dari kitab yang sahih dan terpercaya.
- Penerjemahan
dari teks asli berbahasa Arab ke Bahasa Indonesia telah sesuai dengan
kaidah penerjemahan yang berlaku.
Namun demikian, untuk menjaga kemaslahatan yang lebih besar dan
menjaga ukhuwwah Islamiyyah serta wihdatul Ummah, maka kami telah melakukan perbaikan
redaksi dalam cetakan Miracle berikutnya (terhitung mulai cetakan Juni-Juli
2012). Kami mengambil intisari kontennya saja dengan tidak menyebutkan
nama-nama dari ketiga utusan tersebut. Hasil perbaikannya adalah sebagai berikut:
PT. Sygma/Syaamil sebagai penerbit Al Quran dan buku-buku agama
Islam, sama sekali tidak mendapat titipan misi apa pun dari siapa pun.
Syaamil Quran konsisten dengan upayanya mendakwahkan nilai-nilai Al-Quran
dan Tauhidullah, tanpa intervensi dari pihak manapun, apalagi dari kalangan
non-Islam.
Kami sangat terbuka untuk menerima saran, kritikan dan masukan
yang konstruktif dan bermanfaat untuk ummat serta kemajuan perusahaan kami.
Oleh karena itu profil perusahaan kami jelas, memiliki legalitas dan adapat
diakses dalam situs-situs kami.
Demikian penjelasan yang dapat kami sampaikan, sebagai tabayyun
atas informasi yang beredar. Semoga Allah senantiasa membimbing kita untuk
tetap istiqamah dalam kebenaran-Nya.
Kami sangat berterima kasih kepada semua pihak, termasuk para
ulama, ustadz, akademisi yang telah memberikan dukungan serta membantu kami
dalam memberikan penjelasan kepada publik. Kami juga berterimakasih kepada
rekan-rekan muslim dan muslimah yang tetap memandang hal ini secara positif dan
mendukung upaya-upaya informasi yang kami lakukan. Kita semua bersaudara, dan
memiliki niatan baik untuk mendapat ridha Allah SWT.
Fakta Mengejutkan Tentang Tahlilan
yang Dianggap Haram Oleh Salafi Wahabi
Dari sejak kemunculannya di bumi
Nusantara Indonesia, Wahabi paling demen mengumbar vonis atas
haramnya (bid’ah) tahlilan. Mungkin
mereka tidak menyadari bahwa tindakannya itu terlalu berlebihan yang bisa
berakibat merusak Islam. Bagaimana tidak, bukankah itu berarti Wahabi dan
pengikut-pengikutnya mengharamkan yang halal atas tahlilan? Bahkan saking
rusaknya pemahaman mereka terhadap Islam, mereka tak segan-segan pamer slogan
batil: “Pelacur Lebih Mulia daripada Orang-orang Bertahlil (tahlilan). “
Bahkan demi memperkuat vonis Wahabi
atas haramnya tahlilan, mereka dengan gegabah membayar seorang Ustadz
dari Pulau Bali untuk membuat klaim bahwa tahlilan adalah tradisi Hindu. Hanya orang-orang bodoh yang bisa dikibuli oleh
trik-trik dan rekayasa kebohongan Wahabi. Cara membantah klaim tersebut cukup
kita ajukan pertanyaan kepada para pemeluk agama Hindu: “Sejak Kapan di
agama Hindu Ada Tradisi Tahlilan?”. Pastilah mereka para pemeluk
agama Hindu akan bengong karena tidak kenal apa itu tahlilan.
Untuk lebih mengenal tradisi
tahlilan yang diharamkan Wahabi, mari kita simak paparan artikel ilmiyyah
tentang fakta-fakta tahlilan berikut ini….
Tahlilan
sampai tujuh hari ternyata tradisi para sahabat Nabi Saw dan para tabi’in
Siapa bilang budaya berssedekah
dengan menghidangkan makanan selama mitung dino (tujuh hari) atau empat puluh hari pasca kematian itu budaya
hindu ?
Tidak semua budaya itu lantas
diharamkan, bahkan Rasulullah Saw sendiri mengadopsi tradisi puasa ‘Asyura yang
sebelumnya dilakukan oleh orang Yahudi
yang memperingati hari kemenangannya Nabi Musa dengan berpuasa. Syare’at
telah memberikan batasannya sebagaimana dijelaskan oleh Sayyidina Ali bin Abi
Thalib saat ditanya tentang maksud kalimat “ Bergaullah kepada masyarakat
dengan perilaku yang baik “, maka beliau menjawab: “Yang dimaksud perkara
yang baik dalam hadits tersebut adalah :
هو موافقة الناس في كل شيئ ما عدا
المعاصي
“ Beradaptasi dengan masyarakat
dalam segala hal selain maksyiat “. Tradisi atau budaya yang diharamkan adalah
yang menyalahi aqidah dan amaliah syare’at atau hukum Islam.
Telah banyak beredar dari kalangan
salafi wahhabi yang menyatakan bahwa tradisi tahlilan sampai tujuh hari
diadopsi dari adat kepercayaan agama Hindu.
Benarkah anggapan dan asumsi mereka ini?
Sungguh anggapan mereka salah besar dan vonis yang tidak berdasar sama sekali.
Justru ternyata tradisi tahlilan selama tujuh hari dengan menghidangkan
makanan, merupakan tradisi para sahabat Nabi Muhammad Saw dan para tabi’in.
Perhatikan dalil-dalilnya berikut
ini :
Imam Suyuthi Rahimahullah dalam
kitab Al-Hawi li al-Fatawi-nya
mengtakan :
قال طاووس : ان الموتى يفتنون في
قبورهم سبعا فكانوا يستحبون ان يطعموا عنهم تلك الايام
“ Thowus berkata: “Sungguh
orang-orang yang telah meninggal dunia difitnah dalam kuburan mereka selama
tujuh hari, maka mereka (sahabt Nabi) gemar (bersedekah) menghidangkan
makanan sebagai ganti dari mereka yang telah meninggal dunia pada hari-hari
tersebut “.
Sementara dalam riwayat lain :
عن عبيد بن عمير قال : يفتن رجلان
مؤمن ومنافق, فاما المؤمن فيفتن سبعا واماالمنافق فيفتن اربعين صباحا
“ Dari Ubaid bin Umair ia berkata:
“Dua orang yakni seorang mukmin dan seorang munafiq memperoleh fitnah kubur.
Adapun seorang mukmin maka ia difitnah selama tujuh hari, sedangkan seorang
munafiq disiksa selama empat puluh hari “.
Dalam menjelaskan dua atsar tersebut
imam Suyuthi menyatakan bahwa dari sisi riwayat, para perawi atsar Thowus
termasuk kategori perawi hadits-hadits shohih.
Thowus yang wafat tahun 110 H sendiri dikenal sebagai salah seorang
generasi pertama ulama negeri Yaman dan pemuka para tabi’in yang sempat
menjumpai lima puluh orang sahabat Nabi Saw. Sedangkan Ubaid bin Umair yang
wafat tahun 78 H yang dimaksud adalah al-Laitsi yaitu seorang ahli mauidhoh
hasanah pertama di kota Makkah dalam masa pemerintahan Umar bin Khoththob Ra.
Menurut imam Muslim beliau
dilahirkan di zaman Nabi Saw bahkan menurut versi lain disebutkan bahwa beliau
sempat melihat Nabi Saw. Maka
berdasarkan pendapat ini beliau termasuk salah seorang sahabat Nabi Saw.
Sementara bila ditinjau dalam sisi
diroyahnya, sebgaimana kaidah yang diakui ulama ushul dan ulama hadits bahwa:
“Setiap riwayat seorang sahabat Nabi Saw yang ma ruwiya mimma la
al-majalla ar-ra’yi fiih (yang tidak bisa diijtihadi), semisal alam barzakh dan
akherat, maka itu hukumnya adalah Marfu’ (riwayat yang sampai pada Nabi Saw),
bukan Mauquf (riwayat yang terhenti pada sahabat dan tidak sampai kepada
Nabi Saw).
Menurut ulama ushul dan hadits,
makna ucapan Thowus ;
ان الموتى يفتنون في قبورهم سبعا
فكانوا يستحبون ان يطعموا عنهم تلك الايام
berkata: “Sungguh orang-orang yang
telah meninggal dunia difitnah dalam kuburan mereka selama tujuh hari, maka
mereka (sahabt Nabi) gemar (bersedekah) menghidangkan makanan sebagai ganti
dari mereka yang telah meninggal dunia pada hari-hari tersebut “, adalah para
sahabat Nabi Saw telah melakukannya dan dilihat serta diakui keabsahannya oleh
Nabi Saw sendiri.
(al-Hawi) li al-Fatawi, juz
III hlm. 266-273, Imam As-Suyuthi).
Maka tradisi bersedekah selama
mitung dino / tujuh hari atau empat puluh hari pasca kematian, merupakan
warisan budaya dari para tabi’in dan sahabat Nabi Saw, bahkan telah dilihat dan diakui keabsahannya pula oleh
beliau Nabi Muhammad Saw.
.