KURIKULUM 2013 JANGAN
MENGENYAMPINGKAN PERAN TUHAN YANG ESA
SAINTIFIC DALAM KURIKULUM BARU
PERAN TUHAN, NOMOR SATU
KOMPETENSI INTI SANGAT PERLU
TUHANLAH YANG MAHA BERILMU
(M.Rakib, LPMP Riau di Pekanbaru Indonesia.2014)
(M.Rakib, LPMP Riau di Pekanbaru Indonesia.2014)
If you know how to use numbers in
making everyday decisions, you rule your world. (Kaiser Fung – Numbers Rule Your World)
MENGAPA SHALAT PADA ANGKA 17 RAKAAT?. 5 WAKTU.
PAHALA SALAT JAMAAH, 27 KALI LIPAT. TERNYATA ANGKA 27 ADALAH HASIL DARI
PERKALIAN 3 PANGKAT 3. UMUR MUHAMMAD SAW 63 TAHUN. JUMLAH SURAT DALAM AL-QURAN
114 SURAT. JUMLAH HARI DALAM BULAN RAMADAN 29 HARI. BAYAR ZAKAT 2,5 PERSEN. APA
MAAKNA ANGKA-ANGKA ITU SEMUA?. ADAKAH AKTIFITAS KEHIDUPAN KITA YANG TIDAK
TERPENGARUHI OLEH ANGKA ? TIDAK ADA, SEMUA AKTIFITAS KEHIDUPAN KITA SELALU
DIPENGARUHI OLEH ANGKA, BAIK SECARA LANGSUNG MAUPUN TIDAK LANGSUNG. (M.Rakib, LPMP. Pekanbaru Riau Indonesia...2014)
Nah seluruh kehidupan kita dibatasi oleh usia dan waktu
yang diukur dalam angka. Kehidupan yang bahagia dan ideal mulai dari kekayaan
hingga bentuk fisik tubuh seringkali dikaitkan dengan angka. Kesuksesan di
bidang akademis tak luput dari angka-angka. Pertumbuhan ekonomi suatu negara
tak lepas dari ukuran angka-angka. Bahkan dalam beribadah kepada Tuhan pun kita
tak bisa melepaskan peran angka-angka. Angka telah mempengaruhi kehidupan
manusia mulai dari yang sifatnya ilmiah, religius bahkan hingga mistis.
Memang pesona angka memang sangat luar
biasa. Kemampuan berhitung angka dengan cepat mengindikasikan sebagai salah
satu bentuk kejeniusan. Orang-orang yang berbicara dengan angka-angka tampak
memiliki intelektualitas yang baik. Kebohongan akan tampak menjadi sebuah
kebenaran yang ilmiah apabila dibarengi dengan angka-angka yang memukau. Bahkan
sesuatu yang tidak rasional pun bisa diubah menjadi rasional melalui
angka-angka. Angka tidak pernah luput jadi bumbu penyedap yang amat lezat dalam
pembicaraan mulai dari anak TK hingga mahasiswa doktoral, dari guru SD hingga
Professor, dari penjudi hingga peneliti, dan dari rohaniawan hingga paranormal.
Ada dua bahasan penting yang tak dapat dilepaskan dengan angka yaitu mistik dan
statistik. Tak jarang pula kedua bidang ini bisa bersinergi. Mistik dapat
berubah menjadi statistik, demikian pula sebaliknya. Semuanya tergantung dari
cara berpikir orang yang menggunakannya.
Mistifikasi Angka
Semua kebudayaan di dunia memiliki
kepercayaan terhadap angka-angka. Beberapa diantaranya adalah kepercayaan
mengenai angka 13 dan 666 di kebudayaan Barat dan angka 4 kebudayaan Timur.
Kepercayaan terhadap angka-angka tersebut ternyata masih sangat berpengaruh
terhadap kehidupan manusia masa kini. Lihat saja kursi-kursi di pesawat terbang
dan gedung-gedung bertingkat. Kita tidak akan pernah menjumpai penggunaan angka
13 disana. Angka 13 yang muncul pertama kali dari ajaran kuno Kabbala ini
dianggap membawa kesialan oleh karena itu harus dihindari.
Begitu juga dengan angka 666. Angka
ini selalu diidentikan dengan keburukan dan satanisme. Dalam kebudayaan China,
angka 4 dipercaya merupakan angka sial karena dalam bahasa China, angka ini
berarti kematian. Di Indonesia, beberapa waktu lalu, di mailing list dan blog
muncul tulisan yang mencoba menghubung-hubungkan angka 26 dengan sebagian besar
musibah yang terjadi di Indonesia. Mistik sudah mirip seperti statistik.
Angka-angka di atas dicoba dihubung-hubungkan dengan suatu kejadian buruk.
Lebih parahnya lagi tumbuh keyakinan bahwa angka –angka tersebut yang
menyebabkan terjadinya suatu kejadian buruk. Sungguh suatu pembodohan yang luar
biasa. Mistifikasi angka-angka telah meracuni kehidupan manusia. Sesuatu yang
irrasional pun terlihat menjadi menarik karena dibumbui oleh angka-angka.
Cara Berfikir Statistik
Statistik telah menjadi perangkat
yang penting di semua bidang ilmu pengetahuan. Berita-berita yang kita lihat di
media cetak dan elektronik hampir semuanya adalah angka-angka statistik, baik
yang sifatnya deskriptif maupun inferensial. Pendapatan per kapita, persentase
kemiskinan, indeks harga saham, hasil survey dan polling, tingkat pengangguran,
ramalan cuaca dsb semuanya adalah angka-angka statistik. Seberapa penting kah
angka-angka tersebut? Statistik jelas bermanfaat bagi kehidupan manusia. Suatu
permasalahan akan dapat dengan mudah dijelaskan dan dipr ediksi dengan
memanfaatkan angka-angka karena terukur dengan jelas. Namun demikian tidak
semua permasalahan dapat dikuantifikasi, dijelaskan dan diprediksi hanya dengan
angka-angka statistik dan probailitas semata.
Statistik identik dengan metode
ilmiah. Orang yang berbicara dengan angka-angka statistik terlihat lebih ilmiah
dibandingkan dengan yang tidak menggunakannya. Dalam ilmu ekonomi, banyak
ekonom yang memuja angka-angka statistik. Kehidupan manusia yang kompleks
dengan berbagai pola perilaku dan aspek sosial yang menaunginya semuanya
dianggap dapat tergambarkan dalam distribusi normal. Angka-angka statistik pun
tak jarang digunakan untuk mengilmiahkan suatu kebohongan. Angka dan statistik
jelas tidak bersalah, tetapi orang yang menggunakan dan menyusunnya yang
bermasalah. Orang-orang seperti ini jelas telah melakukan apa yang disebut oleh
Nassim Nicholas Taleb dalam bukunya yang fenomenal berjudul Black Swan
sebagai kecurangan intelektual yang luar biasa melalui statistik.
Berbeda dengan Nassim Nicholas Taleb
yang mengkritisi cara berfikir statistik, Kaiser Fung yang berprofesi sebagai
statistikawan professional dalam bukunya yang berjudul Numbers Rule Your
World mencoba memberikan pemahaman yang benar mengenai “cara berfikir
statistik”. Ada lima pemikiran penting yang dikemukakan oleh Fung, namun
demikian dari semua pemikiran tersebut ada satu pemikiran yang patut dikritisi.
Berikut ini adalah cara berfikir statistik yang benar menurut Fung.
Jangan percaya angka rata-rata. Salah satu tema penting yang dibahas adalah penyalahgunaan
angka rata-rata. Selama ini orang selalu terpesona dengan angka rata-rata.
Padahal, penggunaan angka ini, apalagi untuk kehidupan sosial jelas akan
menjadi pernyataan yang menyesatkan jika tidak mempertimbangkan variabilitas dari
angka tersebut. Angka rata-rata sama sekali tak bermakna apa-apa jika tidak
disandingkan dengan variabilitasnya. Sebagai contoh. Perhitungan GNP yang
diukur berdasarkan jumlah rata-rata barang dan jasa yang diproduksi jelas akan
bias jika variabilitasnya tidak diketahui. Jumlah rata-rata mengasumsikan
produksi setiap orang adalah sama, padahal dalam realitasnya tidak demikian.
Korelasi berbeda dengan kausasi. Kesalahan cara berpikir lainnya dalam statistik adalah
menyamakan korelasi dengan penyebab. Sebagian akademisi ada yang secara gegabah
menyimpulkan suatu kondisi menyebabkan kondisi lainnya karena adanya korelasi.
Dalam korelasi kita tidak dapat mengetahui mana yang menentukan dan mana yang
ditentukan. Perubahan lingkar leher memiliki korelasi dengan perubahan lingkar
pinggang, tetapi kita tidak dapat mengatakan bahwa perubahan lingkar leher
menyebabkan perubahan lingkar pinggang atau sebaliknya.
Penggabungan (agregasi) dua kelompok
yang berbeda itu tidak bermanfaat.
Jika ada dua kelompok mahasiswa pria dan wanita yang mengikuti test TOEFL,
kemudian dari hasil test tersebut diperoleh nilai rata-rata mahasiswa pria
adalah 550 dan wanita adalah 560. Melakukan agregasi atas nilai rata-rata
mahasiswa pria dan wanita sangat tidak tepat. Karakteristik kedua kelompok
tersebut jelas berbeda. Ketika terjadi perbadaan dalam kelompok seperti jenis
kelamin, penghasilan, geografis, dsb , biarkanlah perbedaan itu tetap terjadi.
Perhatikan sampel dalam pengambilan
keputusan.
Pada statistik inferensi dikenal
ada dua tipe kesalahan yaitu kesalahan dalam menyimpulkan adanya perbedaan,
padahal sesungguhnya tidak ada perbedaan (kesalahan tipe 1) dan kesalahan dalam
menyimpulkan tidak adanya perbedaan, padahal sesungguhnya ada perbedaan
(kesalahan tipe 2). Pengambilan keputusan yang tidak memperhatikan jumlah
sampel yang dipergunakan akan mengakibatkan kesalahan dalam melakukan
generalisasi terhadap suatu permasalahan.
Jangan terlalu percaya atas sesuatu
yang jarang terjadi. Pola pikir statistik adalah pola
pikir distribusi normal. Hampir sebagian besar permasalahan dapat diprediksi
dengan menggunakan pola tersebut. Distribusi normal juga menyebabkan kita harus
mengenyampingkan sesuatu yang bersifat outlier dan unpredictable.
No comments:
Post a Comment