Rahasia di Balik Rahasia Mengejutkan Dunia
M.Rakib LPMP Riau Indonesia.2014
HUKUMAN, DALAM PENDIDIKAN
DAHULUNYA, PUKULAN ROTAN
SEKARANG TAK BOLEH DILAKUKAN
MELANGGAR HAM
ORANG KATAKAN
Hukuman dengan cara yang berlebihan
dan diikuti oleh tindakan kekerasan tidak pernah diinginkan oleh siapapun, apa
lagi di lembaga pendidikan yang sepatutnya menyelesaikan masalah secara
edukatif. Namun tidak bisa ditampik, di lembaga ini ternyata masih sering
terjadi tindak kekerasan.
14 Oktober 2005, di salah satu SMPN
Johar Baru-Jakarta Pusat seorang pelajar di aniaya 3 gurunya di ruangan BP.
Siswa ini dihukum oleh gurunya hanya karena ketika di ruang kelas tidak ada
gurunya bersorak-sorak (WWW Di Mataram, 9 Mei 2006 lalu sedikitnya 25
siswa-siswi kelas III SDN 23 Karang Sukun dihukum karena ketika pelajaran
Matematika, siswa tidak dapat mengerjakan tugas yang diberikan dengan sempurna.[1] Dalam periode yang tidak berselang
lama, gara-gara diledek muridnya, salah seorang guru di SD 3 Pancorang-Jakarta
Selatan menghkum kedua muridnya 5 Agustus 2006 lalu dengan menghajarnya pakai
tangan dan gagang sapu sampai babak belur.[2] Di penghujung tahun 2006 ditutup
pula dengan kasus yang sama di SMP 24 Makasar.[3]
Masih banyak lagi kasus pemberian
hukuman yang berlebihan terhadap siswa, yang ironisnya dilakukan oleh guru
mereka sendiri. Niat guru ingin memberikan hukuman agar siswa tidak melakukan
kesalahan yang sama dan dapat memperbaiki kesalahannya. Namun, cara yang
digunakan sangat tidak sesuai dengan etika sebagai guru dan pastinya sangat
bertentangan dengan nilai-nilai kependidikan, khususnya Al-Qur’an sebagai
petunjuk hidup manusia.
Hukuman tidak mutlak diperlukan,
sebagaimana yang diungkapkan oleh Abdullah Nasih Ulwan bahwa untuk membuat anak
jera, pendidik harus berlaku bijaksanan dalam memilih dan memakai metode yang
paling sesuai.[4] Di antara mereka ada yang cukup
dengan teladan dan nasehat saja, sehingga tidak perlu hukuman baginya. Tetapi,
manusia itu tidak sama seluruhnya, diantara mereka ada pula yang perlu dikerasi
atau dihukum yaitu mereka yang berbuat kesalahan.[5]
Asumsi yang berkembang selama ini di
masyarakat adalah setiap kesalahan harus memperoleh hukuman; Tuhan juga
menghukum setiap orang yang bersalah. Dari satu jalur logika teori itu
ada benarnya. Memang logis, setiap orang yang bersalah harus mendapat hukuman;
setiap yang berbuat baik harus mendapat ganjaran. Sebenarnya hukuman tidak
selalu harus berkonotasi negatif yang berakibat sengsara bagi terhukum tetapi
dapat juga bersifat positif.
Karena itu, mengapa orang tidak
mengambil teori yang lebih positif? Bukankah Allah selalu mengampuni orang yang
bersalah apabila dia bertaubat pada-Nya? Allah juga lebih mendahlukan kasih-Nya
dan membelakangi murka-Nya. Dalam Qs. Ali Imran: 134 Allah memuji orang
yang sanggup menahan marah dan suka memberi maaf. Dan dalam satu hadist, nabi
Muhammad Saw mengajarkan bahwa Allah menyenangi kelembutan dalam semua
persoalan (HR. Bukhari).[6]
Dengan demikian kita bisa
menyepakati bahwa kesalahan yang dilakukan oleh murid terkadang pantas mendapat
hukuman. Namun jenis hukuman itulah yang seharusnya disesuaikan dengan
lingkungan sekolah sebagai sarana pendidikan dan pembelajaran, bukan
penghakiman.
Kasus-kasus di atas akan menjadi
pelajaran berharga bagi kita jika kita tidak hanya menimpakan kesalahan kepada
guru yang bersangkutan. Tapi juga kepada sekolah, bahkan orangtua siswa. Di
sini perlunya komunikasi yang baik antara orangtua murid dengan guru, aturan
yang tegas dari sekolah terhadap guru yang bersangkutan dan yang paling penting
sikap bijak seorang guru dalam menghadapi kesalahan anak didik.
Berangkat dari pemaparan di atas,
makalah ini akan mengulas tentang pengertian hukuman, dasar, tujuan, macam,
syarat, tahapan, dan dampak negatif maupun positif pemberian hukuman dalam
pendidikan Islam.
Chronovisor, Mesin Pelihat Masa Lalu
Kembali
muncul sebuah misteri dari ruang-ruang gelap di Vatikan, benarkah mereka
memiliki sebuah mesin yang bisa melihat masa lalu?
Seorang pastor keuskupan Katolik Roma, Francois Brune mengejutkan dunia saat bukunya Le nouveau Mystère du Vatican ("Misteri Baru Vatikan") terbit di tahun 2002. Di dalamnya, Brune menulis bahwa ia bersama Pellegrino Ernetti (1925-1994), seorang pendeta Italia dan ilmuwan berhasil membuat sebuah mesin yang bisa melihat masa lalu - bagaikan kita melihat tayangan di televisi namun yang tampil adalah peristiwa-peristiwa sejarah manusia - dan disebut: Chronovisor.
Seorang pastor keuskupan Katolik Roma, Francois Brune mengejutkan dunia saat bukunya Le nouveau Mystère du Vatican ("Misteri Baru Vatikan") terbit di tahun 2002. Di dalamnya, Brune menulis bahwa ia bersama Pellegrino Ernetti (1925-1994), seorang pendeta Italia dan ilmuwan berhasil membuat sebuah mesin yang bisa melihat masa lalu - bagaikan kita melihat tayangan di televisi namun yang tampil adalah peristiwa-peristiwa sejarah manusia - dan disebut: Chronovisor.
1. Terangkan apakah Kubur yang
berjalan bersama Penghuninya?
Jawab:
Ali bin abu tholib terhadap pendeta
itu: jawaban pertama “Kuburan itu
ialah ikan hiu (hut) yang menelan Nabi Yunus putera Matta,” jawab Ali bin Abi
Thalib. “Nabi Yunus as. dibawa keliling ketujuh samudera!”.
2. Apakah Mahkluk yang
dapat mengingatkan bangsanya, bukan dalam kalangan Jin dan Manusia?
Jawab:
dari Ali bin Abi Thalib menjawab: “Makhluk itu ialah semut Nabi Sulaiman putera Nabi Dawud
alaihimas salam. Semut itu berkata kepada kaumnya: “Hai para semut, masuklah ke
dalam tempat kediaman kalian, agar tidak diinjak-injak oleh Sulaiman dan
pasukan-nya dalam keadaan mereka tidak sadar!”
3. Apakah lima Makhluk yang berjalan di muka bumi ini, tetapi tidak
satupun lahir dari kandungan ibunya?Jawab:
dari Ali bin Abi Thalib menjawab: “Lima makhluk itu ialah, pertama, Adam. Kedua, Hawa. Ketiga, Unta Nabi Shaleh. Keempat, Domba Nabi Ibrahim. Kelima, Tongkat Nabi Musa (yang menjelma menjadi seekor ular).”
4. Siapa Ashabul Kahfi itu?
Jawab:
Ali bin Ali Thalib menjawab: “Hai pendeta Yahudi, mereka itu ialah para penghuni gua. Hikayat tentang mereka itu sudah dikisahkan oleh Allah s.w.t. kepada Rasul-Nya. Jika engkau mau, akan kubacakan kisah mereka itu.”
Pendeta Yahudi itu menyahut: “Aku sudah banyak mendengar tentang Qur’an kalian itu! Jika engkau memang benar-benar tahu, coba sebutkan nama-nama mereka, nama ayah-ayah mereka, nama kota mereka, nama raja mereka, nama anjing mereka, nama gunung serta gua mereka, dan semua kisah mereka dari awal sampai akhir!”
Ali bin Abi Thalib kemudian membetulkan duduknya, menekuk lutut ke depan perut, lalu ditopangnya dengan burdah yang diikatkan ke pinggang. Lalu ia berkata: “Hai saudara Yahudi, Muhammad Rasul Allah s.a.w. kekasihku telah menceritakan kepadaku, bahwa kisah itu terjadi di negeri Romawi, di sebuah kota bernama Aphesus, atau disebut juga dengan nama Tharsus. Tetapi
Ali bin Abi Thalib kemudian
membetulkan duduknya, menekuk lutut ke depan perut, lalu ditopangnya dengan
burdah yang diikatkan ke pinggang. Lalu ia berkata: “Hai saudara Yahudi,
Muhammad Rasul Allah s.a.w. kekasihku telah menceritakan kepadaku, bahwa kisah
itu terjadi di negeri Romawi, di sebuah kota bernama Aphesus, atau disebut juga
dengan nama Tharsus. Tetapi nama kota itu pada zaman dahulu ialah Aphesus
(Ephese). Baru setelah Islam datang, kota itu berubah nama menjadi Tharsus
(Tarse, sekarang terletak di dalam wilayah Turki). Penduduk negeri itu
dahulunya mempunyai seorang raja yang baik. Setelah raja itu meninggal dunia,
berita kematiannya didengar oleh seorang raja Persia bernama Diqyanius. Ia
seorang raja kafir yang amat congkak dan dzalim. Ia datang menyerbu negeri itu
dengan kekuatan pasukannya, dan akhirnya berhasil menguasai kota Aphesus.
Olehnya kota itu dijadikan ibukota kerajaan, lalu dibangunlah sebuah Istana.”
- Baru sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya itu berdiri, terus bertanya: “Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku bentuk Istana itu, bagaimana serambi dan ruangan-ruangannya!”
Sampai di situ pendeta yang bersangkutan berdiri lagi sambil berkata: “Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku dari apakah mahkota itu dibuat?”
Hai saudara Yahudi,” kata Imam Ali menerangkan,
“mahkota raja itu terbuat dari kepingan-kepingan emas, berkaki 9 buah, dan tiap
kakinya bertaburan mutiara yang memantulkan cahaya laksana bintang-bintang menerangi
kegelapan malam. Raja itu juga mempunyai 50 orang pelayan, terdiri dari
anak-anak para hulubalang. Semuanya memakai selempang dan baju sutera berwarna
merah. Celana mereka juga terbuat dari sutera berwarna hijau. Semuanya dihias
dengan gelang-gelang kaki yang sangat indah. Masing-masing diberi tongkat
terbuat dari emas. Mereka harus berdiri di belakang raja. Selain mereka, raja
juga mengangkat 6 orang, terdiri dari anak-anak para cendekiawan, untuk
dijadikan menteri-menteri atau pembantu-pembantunya. Raja tidak mengambil suatu
keputusan apa pun tanpa berunding lebih dulu dengan mereka. Enam orang pembantu
itu selalu berada di kanan kiri raja, tiga orang berdiri di sebelah kanan dan
yang tiga orang lainnya berdiri di sebelah kiri.”
Pendeta yang bertanya itu berdiri lagi. Lalu
berkata: “Hai Ali, jika yang kau katakan itu benar, coba sebutkan nama enam
orang yang menjadi pembantu-pembantu raja itu!”
Menanggapi hal itu, Imam Ali r.a. menjawab: “Kekasihku Muhammad Rasul Allah
s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa tiga orang yang berdiri di sebelah kanan
raja, masing-masing bernama Tamlikha, Miksalmina, dan Mikhaslimina. Adapun tiga orang pembantu yang berdiri di sebelah kiri, masing-masing bernama Martelius, Casitius dan Sidemius. Raja selalu berunding dengan mereka mengenai segala urusan.
Tiap hari setelah raja duduk dalam serambi istana
dikerumuni oleh semua hulubalang dan para punggawa, masuklah tiga orang pelayan
menghadap raja. Seorang diantaranya membawa piala emas penuh berisi wewangian
murni. Seorang lagi membawa piala perak penuh berisi air sari bunga. Sedang
yang seorangnya lagi membawa seekor burung. Orang yang membawa burung ini
kemudian mengeluarkan suara isyarat, lalu burung itu terbang di atas piala yang
berisi air sari bunga. Burung itu berkecimpung di dalamnya dan setelah itu ia
mengibas-ngibaskan sayap serta bulunya, sampai sari-bunga itu habis dipercikkan
ke semua tempat sekitarnya.
Kemudian si pembawa burung tadi mengeluarkan suara isyarat lagi. Burung itu
terbang pula. Lalu hinggap di atas piala yang berisi wewangian murni. Sambil
berkecimpung di dalamnya, burung itu mengibas-ngibaskan sayap dan bulunya,
sampai wewangian murni yang ada dalam
piala itu habis dipercikkan ke tempat sekitarnya.
Pembawa burung itu memberi isyarat suara lagi. Burung itu lalu terbang dan
hinggap di atas mahkota raja, sambil membentangkan kedua sayap yang harum
semerbak di atas kepala raja.
Demikianlah raja itu berada di atas singgasana
kekuasaan selama tiga puluh tahun. Selama itu ia tidak pernah diserang penyakit
apa pun, tidak pernah merasa pusing kepala, sakit perut, demam, berliur,
berludah atau pun beringus. Setelah sang raja merasa diri sedemikian kuat dan
sehat, ia mulai congkak, durhaka dan dzalim. Ia mengaku-aku diri sebagai
“tuhan” dan tidak mau lagi mengakui adanya Allah s.w.t.
Raja itu kemudian memanggil orang-orang terkemuka
dari rakyatnya. Barang siapa yang taat dan patuh kepadanya, diberi pakaian dan
berbagai macam hadiah lainnya. Tetapi barang siapa yang tidak mau taat atau
tidak bersedia mengikuti kemauannya, ia akan segera dibunuh. Oleh sebab itu
semua orang terpaksa mengiakan kemauannya. Dalam masa yang cukup lama, semua
orang patuh kepada raja itu, sampai ia disembah dan dipuja. Mereka tidak lagi
memuja dan menyembah Allah s.w.t.
5. Apa itu 7 Rahasia Langit?
Jawab:
,“Induk kunci itu,” jawab Ali bin
Abi Thalib, “ialah syirik kepada Allah. Sebab
semua hamba Allah, baik pria maupun wanita, jika ia bersyirik kepada Allah,
amalnya tidak akan dapat naik sampai ke hadhirat Allah!”
- Para pendeta Yahudi bertanya lagi: “Anak kunci apakah yang dapat membuka pintu-pintu langit?”
Ali
bin Abi Thalib menjawab: “Anak kunci itu ialah kesaksian (syahadat) bahwa tiada
tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!”
Para
pendeta Yahudi itu saling pandang di antara mereka, sambil berkata: “Orang itu
benar
No comments:
Post a Comment