ISTILAH “KEKERASAN” BERASAL DARI KATA “KERAS”
YANG BERARTI KUAT, PADAT DAN TIDAK MUDAH HANCUR, SEDANGKAN BILA DIBERI IMBUHAN
“KE” MAKA AKAN MENJADI KATA “KEKERASAN” YANG BERARTI: (1) PERIHAL/SIFAT KERAS,
(2) PAKSAAN, DAN (3) SUATU PERBUATAN YANG MENIMBULKAN KERUSAKAN FISIK ATAU NON
FISIK/PSIKIS PADA ORANG LAIN.
Hukuman Jarimah ta’zir
Hukuman jarimah ialah semua kejahatan
jarimah yang dilarang syara’ tetapi tidak
diancam dengan
sesuatu macam hukuman di dalam al-
qur’an atau
sunnah rasul. D
apat dipandang sebagai
jarimah ta’zir
jika merugikan pelakunya atau orang
lain. Mengenai ancaman hukumannya ditentukan besar kecilnya kerugian yang
diderita oleh masyarakat sebagi akibat dari jarimah yang telah dilakukan, dan
dapat pula ditentukan oleh penguasa. Macam-macam
jarimah ta’zir
antara lain: riba, menyuap, berjudi,
pelanggaran lalu lintas, menipu takaran, pelanggaran terhadap peraturan bea
cukai. Berdasarkan macam-macam Hukum Pidana Islam diatas, dapat dilihat pada
saat sekarang ini Hukum Pidana Islam belum dirtifikasi oleh Indonesia sebagai
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemberlakuan
fiqih jinaayat
atau Hukum Pidana Islam ini, dalam
artian positivisasi, memang belum diterapkan secara nasional. Adapun secara
parsial,
fiqih jinaayat
ini baru dapat diterapkan hanya di
sebagian kecil wilayah Indonesia, yakni di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Pemberlakuan ini dimulai dengan pembentukan Mahkamah Syariah melalui
Qanun
nomor 10 tahun 2002 tentang
Peradilan Syariah Islam yang disahkan pada tanggal 14 oktober 2002
MENURUT SALIM DALAM KAMUS
BESAR BAHASA INDONESIA (1991) ISTILAH “KEKERASAN” BERASAL DARI KATA “KERAS”
YANG BERARTI KUAT, PADAT DAN TIDAK MUDAH HANCUR, SEDANGKAN BILA DIBERI IMBUHAN
“KE” MAKA AKAN MENJADI KATA “KEKERASAN” YANG BERARTI: (1) PERIHAL/SIFAT KERAS,
(2) PAKSAAN, DAN (3) SUATU PERBUATAN YANG MENIMBULKAN KERUSAKAN FISIK ATAU NON
FISIK/PSIKIS PADA ORANG LAIN.
REVISI
YANG DISARANKAN TUJUH PROFESOR
UNTUK
DISERTASI MUHAMMAD RAKIB
1.Apakah
substansinya ada pertentangan antra UU 23 th 2002 dengan Hukum Islam? (Halaman
247-248).
2.Tentang
larangan memukul anak, bukan UU-nya yang salah, tapi masyarakatnya yang salah
memahaminya.
3.Sumber
rujukan, definisi operasional, belum jelas.
4.Judulnya
diperbaiki kemungkinannya “KONSEP KEKERASAN PADA HUKUMAN FISIK TERHADAP
ANAK(Konsep KPHTA). Jika ditulis analisis Yuridis, bukan guru yang melakukan
kekerasan, seolah-olah hakim yang melalkukan.
5.Ralat
Bab IV tidak ada penjelasannya.
6.Halaman
tidak sesuai dengan daftar isinya disertasi.
7.Guru
hanya boleh memukul murid, setelah dididiknya selama tiga tahun.
8.Kesalahan
tehnis, tidak boleh ada dalam daftar ralat.
9.Harus
ada penjelasan judul.
10.Bukan
syari’at hukuman fisknya yang salah, tapi masyarakat yang salah memahaminya.
11.Pendekatan
sosiololgi dan antropologi, di mana dijelaskan dalam disertasi ?
12.Penjelasan
definisi kekerasan pada hukuman fisik.
13.Pendekatan
sosiologi antropologi, apa hubungannya dengan konsep?
14.Inventarisasi
semua keputusan pengadilan yang ada.
15.Hukum
bisa mengubah pola tingkah laku masyarakat, dan masyarakat dapat mengubah
hukum.
16.Ada
hadits yang tidak ditulis sumbernya (misalnya halaman 44).
17.Di
mana hak-hak anak (hadhonah) dalam disertasi.
18.Kronologis
Deklarasi HAM dari awal sampai akhir.
19.Anak
yang boleh dihukum dan yang tidak boleh dihukum.
20.Konsep
kekerasan menurut para sarjana dan para ahli, harus dikutip.
21.Analisis
normatif, masukkan fiqih ttg anak dan kekerasan terhadap mereka.
22.Masukkan
Yurisprodensi.
RENCANA REVISI DISERTASI
1. Pengertian Kekerasan
Istilah kekerasan berasal dari
bahasa Latin violentia, yang berarti keganasan, kebengisan,
kedahsyatan, kegarangan, aniaya, dan perkosaan (sebagaimana dikutip Arif
Rohman : 2005). Tindak kekerasan, menunjuk pada tindakan yang
dapat merugikan orang lain. Misalnya, pembunuhan, penjarahan, pemukulan,
dan lain-lain. Walaupun tindakan tersebut menurut masyarakat umum dinilai
benar. Pada dasarnya kekerasan diartikan sebagai perilaku dengan sengaja maupun
tidak sengaja (verbal maupun nonverbal) yang ditujukan untuk mencederai atau
merusak orang lain, baik berupa serangan fisik, mental, sosial, maupun ekonomi
yang melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai-nilai dan
norma-norma masyarakat sehingga berdampak trauma psikologis bagi korban. Nah,
cobalah temukan minimal lima contoh tindak kekerasan yang ada di sekitarmu!
2. Macam-Macam Kekerasan
Tidak dimungkiri tindak kekerasan
sering terjadi dalam kehidupan masyarakat. Tindak kekerasan seolah-olah
telah melekat dalam diri seseorang guna mencapai tujuan hidupnya. Tidak
mengherankan jika semakin hari kekerasan semakin meningkat dalam berbagai
macam dan bentuk. Oleh karena itu, para ahli sosial berusaha
mengklasifikasikan bentuk dan jenis kekerasan menjadi dua macam, yaitu:
a. Berdasarkan bentuknya, kekerasan
dapat digolongkan menjadi kekerasan fisik, psikologis, dan struktural.
1) Kekerasan fisik yaitu kekerasan
nyata yang dapat dilihat, dirasakan oleh tubuh. Wujud kekerasan fisik
berupa penghilangan kesehatan atau kemampuan normal tubuh,
sampai pada penghilangan nyawa seseorang. Contoh
penganiayaan, pemukulan, pembunuhan, dan lain-lain.
2) Kekerasan psikologis yaitu
kekerasan yang memiliki sasaran pada rohani atau jiwa sehingga dapat
mengurangi bahkan menghilangkan kemampuan normal jiwa. Contoh
kebohongan, indoktrinasi, ancaman, dan tekanan.
3) Kekerasan struktural yaitu
kekerasan yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan menggunakan
sistem, hukum, ekonomi, atau tata kebiasaan yang ada di masyarakat.
Oleh karena itu, kekerasan ini sulit untuk dikenali.
Kekerasan struktural yang terjadi menimbulkan ketimpangan-ketimpangan pada
sumber daya, pendidikan, pendapatan, kepandaian, keadilan, serta wewenang
untuk mengambil keputusan. Situasi ini dapat memengaruhi fisik dan jiwa
seseorang.
Biasanya negaralah yang bertanggung
jawab untuk mengatur
kekerasan struktural karena hanya
negara yang memiliki kewenangan serta kewajiban resmi untuk
mendorong pembentukan atau perubahan struktural dalam
masyarakat. Misalnya, terjangkitnya penyakit kulit di suatu daerah akibat
limbah pabrik di sekitarnya atau hilangnya rumah oleh warga Sidoarjo karena lumpur
panas Lapindo Brantas. Secara umum korban kekerasan struktural tidak
menyadarinya karena sistem yang menjadikan mereka terbiasa dengan keadaan
tersebut.
b. Berdasarkan pelakunya, kekerasan
dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu:
1) Kekerasan individual adalah
kekerasan yang dilakukan oleh individu kepada satu atau lebih individu.
Contoh pencurian, pemukulan, penganiayaan, dan lain-lain.
2) Kekerasan kolektif adalah
kekerasan yang dilakukan oleh banyak individu atau massa. Contoh tawuran
pelajar, bentrokan antardesa konflik Sampit dan Poso, dan lain-lain.
3. Sebab-Sebab Terjadinya Kekerasan
Banyaknya tindak kekerasan yang
terjadi di masyarakat menimbulkan rasa keprihatinan yang mendalam dalam diri
setiap ahli sosial. Setiap kekerasan yang terjadi, tidak sekadar muncul begitu
saja tanpa sebab-sebab yang mendorongnya. Oleh karena itu, para ahli
sosial berusaha mencari penyebab terjadinya kekerasan dalam
rangka menemukan solusi tepat mengurangi kekerasan.
Menurut Thomas Hobbes, kekerasan
merupakan sesuatu yang alamiah dalam manusia. Dia percaya bahwa manusia
adalah makhluk yang dikuasai oleh dorongan-dorongan irasional, anarkis, saling
iri, serta benci sehingga menjadi jahat, buas, kasar, dan berpikir
pendek. Hobbes mengatakan bahwa manusia adalah serigala bagi manusia
lain (homo homini lupus). Oleh karena itu, kekerasan adalah sifat
alami manusia. Dalam ketatanegaraan, sikap kekerasan digunakan
untuk menjadikan warga takut dan tunduk kepada pemerintah.
Bahkan, Hobbes berprinsip bahwa hanya suatu pemerintahan negara
yang menggunakan kekerasan terpusat dan memiliki kekuatanlah
yang dapat mengendalikan situasi dan kondisi bangsa.
Sedangkan J.J. Rousseau
mengungkapkan bahwa pada dasarnya manusia itu polos, mencintai diri secara spontan,
serta tidak egois. Peradaban serta kebudayaanlah yang menjadikan manusia
kehilangan sifat aslinya. Manusia menjadi kasar dan kejam terhadap orang
lain. Dengan kata lain kekerasan yang dilakukan bukan merupakan
sifat murni manusia.
Terlepas dari kedua tokoh tersebut
kekerasan terjadi karena situasi dan kondisi yang mengharuskan seseorang
melakukan tindak kekerasan. Hal inilah yang melandasi sebagian besar
terjadinya kekerasan di Indonesia. Seperti adanya penyalahgunaan
wewenang dan kedudukan oleh para pejabat negara yang tentunya
merugikan kehidupan rakyat, lemahnya sistem hukum yang dimiliki
Indonesia, dan lain-lain.
4. Upaya Pencegahan Tindak Kekerasan
Kini tindak kekerasan menjadi
tindakan alternatif manakala keinginan dan kepentingan suatu individu atau
kelompok tidak tercapai. Terlebih di Indonesia, kekerasan melanda di
segala bidang kehidupan baik sosial, politik, budaya, bahkan keluarga.
Walaupun tindakan ini membawa kerugian yang besar bagi semua pihak,
angka terjadinya kekerasan terus meningkat dari hari ke hari. Oleh karena
itu, berbagai upaya dilakukan untuk mencegah semakin membudayanya tindak
kekerasan. Upaya-upaya tersebut (sebagaimana dikutip Arif
Rohman: 2005) antara lain:
a. Kampanye Anti-Kekerasan
Dilakukannya kampanye antikekerasan
secara terusmenerus mendorong individu untuk lebih menyadari akan
akibat dari kekerasan secara global. Melalui kampanye setiap masyarakat
diajak untuk berperan serta dalam menciptakan suatu kedamaian.
Dengan kedamaian individu mampu berkarya menghasilkan sesuatu
untuk kemajuan. Dengan kata lain, kekerasan mendatangkan kemundurandan
penderitaan, sedangkan tanpa kekerasan membentuk kemajuan bangsa.
b. Mengajak Masyarakat untuk
Menyelesaikan Masalah Sosial dengan Cara Bijak
Dalam upaya ini pemerintah mempunyai
andil dan peran besar. Secara umum, apa yang menjadi tindakan pemimpin,
akan ditiru dan diteladani oleh bawahannya. Jika suatu negara
menjauhkan segala kekerasan dalam menyelesaikan suatu masalah sosial,
maka tindakan ini akan diikuti oleh segenap warganya. Dengan begitu, semua
pihak berusaha tidak menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah yang
akhirnya membawa kedamaian dalam kehidupan
Pengertian kekerasan terhadap anak
adalah segala sesuatu yang membuat anak tersiksa, baik secara fisik, psikologis
maupu mental. Oleh para ahli, pengertian kekerasan terhadap anak ini banyak
definisi yang berbeda-beda. Di bawah ini akan diberikan beberapa definisi
pengertian kekerasan terhadap anak oleh beberapa ahli.
Kempe, dkk (1962) dalam
Soetjiningsih (2005) memberikan pengertian kekerasan terhadap anak adalah
timbulnya perlakuan yang salah secara fisik yang ekstrem kepada
anak-anak.Sementara Delsboro (dalam Soetjiningsih, 1995) menyebutkan bahwa
seorang anak yang mendapat perlakuan badani yang keras, yang dikerjakan
sedemikian rupa sehingga menarik perhatian suatu badan dan menghasilkan
pelayanan yang melindungi anak tersebut.
Fontana (1971) dalam Soetjiningsih
(2005) memberikan pengertian kekerasan terhadap anak dengan definisi yang lebih
luas yaitu memasukkan malnutrisi dan menelantarkan anak sebagai stadium awal
dari sindrom perlakuan salah, dan penganiayaan fisik berada pada stadium akhir
yang paling berat dari spektrum perlakuan salah oleh orang tuanya atau
pengasuhnya.
David Gill (dalam Sudaryono, 2007)
mengartikan perlakuan salah terhadap anak adalah termasuk penganiayaan,
penelantaran dan ekspoitasi terhadap anak, dimana hal ini adalah hasil dari
perilaku manusia yang keliru terhadap anak. Bentuk kekerasan terhadap anak
tentunya tidak hanya berupa kekerasan fisik saja, seperti penganiayaan,
pembunuhan, maupun perkosaan, melainkan juga kekerasan non fisik, seperti
kekerasan ekonomi, psikis, maupun kekerasan religi.
Kekerasan terhadap anak menurut
Andez (2006) adalah segala bentuk tindakan yang melukai dan merugikan fisik, mental,
dan seksual termasuk hinaan meliputi: Penelantaran dan perlakuan buruk,
Eksploitasi termasuk eksploitasi seksual, serta trafficking/ jual-beli anak.
Sedangkan Child Abuse adalah semua bentuk kekerasan terhadap anak yang
dilakukan oleh mereka yang seharusnya bertanggung jawab atas anak tersebut atau
mereka yang memiliki kuasa atas anak tersebut, yang seharusnya dapat di
percaya, misalnya orang tua, keluarga dekat, dan guru.
Sedangkan Nadia (2004) memberikan
pengeritian kekerasan terhadap anak sebagai bentuk penganiayaan baik fisik
maupun psikis. Penganiayaan fisik adalah tindakan-tindakan kasar yang
mencelakakan anak, dan segala bentuk kekerasan fisik pada anak yang lainnya.
Sedangkan penganiayaan psikis adalah semua tindakan merendahkan atau meremehkan
anak. Alva menambahkan bahwa penganiayaan pada anak-anak banyak dilakukan oleh
orangtua atau pengasuh yang seharusnya menjadi seorang pembimbing bagi anaknya
untuk tumbuh dan berkembang.
Menurut WHO (2004 dalam Lidya, 2009)
kekerasan terhadap anak adalah suatu tindakan penganiayaan atau perlakuan salah
pada anak dalam bentuk menyakiti fisik, emosional, seksual, melalaikan
pengasuhan dan eksploitasi untuk kepentingan komersial yang secara nyata atau
pun tidak dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup, martabat atau
perkembangannya, tindakan kekerasan diperoleh dari orang yang bertanggung
jawab, dipercaya atau berkuasa dalam perlindungan anak tersebut.
Berdasarkan beberapa pengertian di
atas dapat disimpulkan pengertian kekerasan terhadap anak adalah perilaku salah
dari orangtua, pengasuh dan lingkungan dalam bentuk perlakuan kekerasan fisik,
psikis maupun mental yang termasuk didalamnya adalah penganiayaan, penelantaran
dan ekspoitasi, mengancam dan lain-lain terhadap terhadap anak.
Ada banyak
pendapat mengenai definisi kekerasan, yaitu sebagai berikut:
Menurut
Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang tidak adil, dan tidak
dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau kemarahan yang
tidak terkendali, tiba-tiba, bertenaga, kasar dan menghina.
Menurut
Salim dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991) istilah “kekerasan” berasal
dari kata “keras” yang berarti kuat, padat dan tidak mudah hancur, sedangkan
bila diberi imbuhan “ke” maka akan menjadi kata “kekerasan” yang berarti: (1)
perihal/sifat keras, (2) paksaan, dan (3) suatu perbuatan yang menimbulkan
kerusakan fisik atau non fisik/psikis pada orang lain.
Menurut UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga, nomor 23 tahun 2004 pasal 1 ayat (1), kekerasan adalah perbuatan
terhadap seseorang yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman
untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkungan rumah tangga.
Menurut KUHP pasal 89, kekerasan adalah mempergunakan
tenaga atau kekuatan jasmani yang tidak kecil atau sekuat mungkin secara tidak
sah sehingga orang yang terkena tindakan itu merasakan sakit yang sangat.
No comments:
Post a Comment