PUKULLAH
SIFAT KESETANAN
DALAM
DIRI ANAKMU AGAR KELAK MENJADI ORANG BESAR
|
|
|
|
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Sesungguhnya kalian
senantiasa dalam keadaan baik selagi kalian menuntut ilmu agama dari
orang-orang besar (yakni para Ulama Ahlus Sunnah). Namun, jika kalian belajar
ilmu agama pada orang-orang kecil (maksudnya: Ahli Bid’ah), maka (yang akan
terjadi) Wong Cilik kapasitas otaknya, membodoh-bodohkan orang besar (Ulama
Sunnah).”. (Lihat Jami’ Bayan Al-‘Ilmi, I/159).
Abdullah bin
Al-Mubarok rahimahullah pernah ditanya: “Siapakah orang-orang kecil (Wong
Cilik) itu?” Beliau menjawab: “Yaitu Orang-orang yang berbicara (tentang
perkara agama) dengan akal pikiran mereka. Adapun Ash-Shoghir (Wong Cilik dlm
hal usia dan badan, pent) yang meriwayatkan (ilmu dan hadits) dari Al-Kabir
(orang besar, yakni Ahlus Sunnah), maka dia bukanlah termasuk Ash-Shoghir (Ahli
Bid’ah).”. (Lihat Jami’ Bayanil ‘ilmi, karya Ibnu Abdil Barr, hlm. 246).
» Di dalam riwayat lain, Imam Abdullah bin Al-Mubarok juga mengatakan:
“(Yang dimaksud) Wong Cilik ialah golongan Ahli Bid’ah”. (Riwayat Al-Lalaka’i,
I/85).
» Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah –seorang ulama Saudi, anggota
Komisi Fatwa Saudi Arabia- berkata: “Waspadalah terhadap Abu Jahal (bapak dan
dedengkot kebodohan), yaitu ahli bid’ah, yang tertimpa penyimpangan aqidah,
diselimuti oleh awan khurafat; dia menjadikan hawa nafsu sebagai hakim (penentu
keputusan) dengan menyebutnya dengan kata “akal”; dia menyimpang dari dalil
syar’i (wahyu Allah berupa Al-Qur’an dan Hadits Shohih, pent), padahal bukankah
akal itu hanya ada dalam nash? Dia memegangi dalil yang Dho’if (lemah) dan
menjauhi yang Shohih. Mereka juga dinamakan ahli syubuhat (orang-orang yang
memiliki dan menebar kerancauan pemikiran) dan ahlul ahwa’ (orang-orang yang
mengikuti kemauan hawa nafsu). Oleh karena itulah Ibnul Mubarok menamakan ahli
bid’ah dengan Ash-Shoghir (Wong Cilik).” (Lihat Hilyatu Tholibil ‘Ilmi, hal.
39, karya Syaikh Bakr Abu Zaid).
Demikianlah penjelasan para ulama as-salafus sholih tentang betapa
besar bahaya “Wong Cilik” dijadikan sebagai pemimpin agama dan guru ngaji bagi
Islam dan kaum muslimin. semoga bermanfaat bagi kita semua. (Klaten, 30 Juni
2014).
Berdasarkan hadits Abu
Daud, bahwa mendidik anak dengan metode hukuman “pukul” boleh dilakukan. Tetapi
tentu hal ini tidak serta merta membenarkan setiap hukuman boleh diberikan
kepada anak yang tidak mau shalat tanpa memperhatikan batasan-batasan tertentu.
Hukuman dalam pendidikan memiliki pengertian yang luas, mulai dari hukuman yang
ringan samapi pada hukuman berat. Sekalipun hukuman banyak macamnya, Ahmad
Tafsir menjelaskan, bahwa pengertian pokok dalam setiap hukuman tetap satu,
yaitu adanya unsur menyakitkan, baik jiwa maupun badan. Oleh karenanya, hadits
di atas yang menjelaksn tentang hukuman dalam mendidik shalat anak, perlu
dilakukan kajian yang mendalam atasnya. Agar dapat difahami keshahihan baik
sanad maupun matannya, juga pemahaman dari berbagai prespektif untuk memperluas
kandungannya.
Dari Abu
Umayyah Al-Jumahi radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Sesungguhnya di antara tanda-tanda hari Kiamat adalah ilmu
agama diambil dan dipelajari dari orang-orang kecil (yakni ahli bid’ah,
pent).”. (Dikeluarkan oleh Abdullah bin Al-Mubarok di dalam kitab Az-Zuhd hal.61, al-Lalaka’i, dan al-Khothib
al-Baghdadi. Dan dinyatakan SHOHIH oleh Syaikh al-Albani di dalam Shohih
al-Jami’ ash-Shoghir, no. 2203, dan Silsilatu Al-Ahadits Ash-Shohihah II/316,
dan Syaikh Salim al-Hilali dalam kitab Hilyatul ‘Alim, hal. 81).
» Umar bin Khoththob radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Agama Islam ini akan rusak jika ilmu agama diambil dan dipelajari dari “Wong
Cilik”. Dan baiknya (urusan dan keadaan) umat Islam bilamana ilmu agama
dipelajari dari orang besar (maksudnya para ulama sunnah yang paham ttg agama
Islam dengan baik dan benar, pent.
Sanad dan Matan Hadits
Berikut di bawah ini
adalah hadits-hadits yang menjelaskan tentang hukuman dalam mendidik shalat
bagi anak. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Abu Dawud, dalam Kitab
al-Shalah hadits ke 418, dan diriwayatkan oleh Ahmad Bin Hanbal, dalam Musnad
al-Muktatsirin min al-Shahabah, hadits nomor 6402.
حَدَّثَنَا مُؤَمَّلُ
بْنُ هِشَامٍ يَعْنِي الْيَشْكُرِيَّ حَدَّثَنَ إِسْمَعِيلُ عَنْ سَوَّارٍ أَبِي
حَمْزَةَ قَألَ أَيُو دَاوُد وَهُوَ سَوَّارُ بْنُ دَاوُدَ أَبُو حَمْزَةَ
الْمُزَنِيُّ الصَّيْرَفِيُّ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُغَيْبِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ
جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرَوا
أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَأءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ
عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنُهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
Artinya: “Telah
menceritakan kepada kami Muammal Bin Hisyam yakni al-Yasykuri, telah
menceritakan kepada kami Ismail dari Sawwar. Abu Dawud mengatakan dialah Sawwar
bin Dawud Abu Hamzah al-Muzanni ash-Shairafi, dari Amir bin Syu’aib, dari
bapaknya, dari kakeknya berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Perintahkanlah
anak-anakmu untuk shalat ketika mereka berusia tujuh tahun dan pukullah mereka
ketika berusia sepuluh tahun jika meninggalkan shalat (tidak mau shalat) dan
pisahkanlah di antara mereka di tempat tidurnya.” (Hadits riwayat Abu Dawud).
حدثنا وكيع
حدّثناسوّاربن داودٍ عن عمرِ وبْنِ شُعيْبٍ عن ابَيْهِ عن جَدِّهِ قَالَ: قَالَ
رَسُوْلُالله صلعم مروا صِبْيَانَكُمْ بِاالصَلاَةِ اِذا بَلَغُوا سَبعًا
وضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا اذا بَلَغُوا عَسْراً وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى
المَضَاخِعِ (قال ابى وقال الظّفا ويُّ مُحَمَّدُ بْنُ عبد الرّحْمن فى هدا الحديث
سوَّرٌ ابن حمزهْ وَاَخْطَأ فِيهِ)
Artinya: “Telah
menceritakan kepada kami Wake, telah menceritakan kepada kami Sawwar bin Dawud
dari Amr bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya berkata, Rasulullah SAW
bersabda: “Perintahkanlah anak-anakmu untuk shalat ketika mereka sampai berusi
tujuh tahun dan “pukullah” mereka ketika berusia sepuluh tahun (jika
meninggalkan shalat/tidak mau shalat) dan pisahkanlah di antara mereka di
tempat tidurnya.” (Hadits riwayat Ahmad bin Hanbal).
Dari dua sampel hadis
sebagaimana yang tertuang di atas dapat dibuat skema sanad sebagai berikut :
Setelah dibuat
rangkaian sanad pada dua jalur sebagaimana yang terlihat dalam bagan di atas,
dapat diketahui sejumlah 7 (tujuh) periwayat hadis. Urutan nama periwayat dan
urutan sanad hadis tersebut adalah :
1. Jalur Abû Dâwud
a. Abdullah Bin Amr Bin Luas Bin Wil periwayat
ke-1 (sanad ke-7)
b. Syu’aib bin Muhammad periwayat ke-2 (sanad
ke-6)
c. Amru bin Syu’aib, sebagai periwayat ke-3
(sanad ke-5)
d. Sawwar bin Dawud, sebagai periwayat ke-4 (sanad
ke-4)
e. Ismail bin Ibrahim periwayat ke-5 (sanad
ke-3)
f. Muamal bin Hisyam sebagai periwayat
ke 6 (sanad ke-2)
g. Abû Dâwud sebagai periwayat ke-7 (mukharrij)
2. Jalur Ahmad bin Hanbal
a. Abdullah
Bin Amr Bin Luas Bin Wil periwayat ke-1 (sanad ke-7)
b. Syu’aib
bin Muhammad periwayat ke-2 (sanad ke-6)
c. Amru bin Syu’aib, sebagai periwayat ke-3
(sanad ke-5)
d. Sawwar bin Dawud, sebagai periwayat ke-4 (sanad
ke-4)
e. Wake bin Jarah, sebagai periwayat ke-5
(sanad ke-3)
f. Ahamd bin Hanbal, sebagai periwayat
ke-7 (mukharrij).
C.
Penelitian dan Persambungan Sanad
1. Jalur
Abu Dawud
a. Abdullah bin Amru (Wafat tahun 63 H)
Nama lengjkapnya Abdullah bin Amru bin Luas bin Wail. Ia
termasuk sahabat nabi. Nama Kunyah-nya Abu Muhammad. Ia menetap di Thaif
dan meningal di sana pada tahun 63 Hijriyah. Abdullah bin Amru menerima hadits
dari Abi Ka’ab bin Quais, Sarqoh bin Malik bin Ja’sim bin Malik, Abdulah bin
Saib bin Abi Saib, Abdullah bin Utsman bin Amr bin Kaab bin Saad, Ali Bin Abi
Tholib bin Abdul Mutholib, Amru bin Luas bin Wail bin Hasyim, Muadz bin Jabbal
bin Amru bin Aus, Maemun bin Abas bin Ayub, dan Abu Maehabah.
Abdullah bin Amru menyampaikan hadits kepada Ibrahim bin
Muhammad bin Tolhah, Abu Jar’ah bin Amru bin Jarir bin Abdullah, Abu Tho’mah an
Abdullah bin Amru, Abu Qabus Maula Abdullah bin Amru, Abu Kabsyah, Hadzir,
As’ad bin Sahal bin Hanif, Ismail dan lain-lain.
Kualitas periwayatan ‘Abdullah bin Amru dapat dilihat dari
pendapat yang menyatakan…
b. Syu’aib bin Muhammad (Wafat…?)
Nama lengkapnya Syu’aib bin Muhammad bin Abdullah bin Amru bin
Luas. Ia termasuk dari Tabi’in. ia menetap di Hijaz. Tahun wafatnya tidak ada
keterangan yang menjelaskan.
Syu’aib bin Muhammad menerima hadits dari Abdullah bin Amru bin
Luas bin Wail, Amru bin Luas bin Wail bin Hasyim, Muhammad bin Abdullah bin
Amru bin Luas, dan dari Muawiyah bin Abi Supyan Shohor bin Harb bin Umayah.
Syu’aib menyempaikan hadits kepada Tsabit bin Aslam dan Amru bin
Syu’aib bin Muhammad bin Abdullah bin Amru.
Kualitas periwayatan ‘Syu’aib nin Muhammad dapat diketahui dari
perkataan Iin Haban yang menyatakan s\iqah, dan Dzahbi yang menyatakan Shoduq.
Amru bin Syu’aib (Wafat tahun 118 H)
Nama lengkapnya Amru bin Syu’aib bin Muhammad bin Abdulah bin
Umar. Ia termasuk dari Tabi’in. Nama Kunyah-nya adalah Abu Ibrahim. Ia
wafat pada tahun 118 Hijriyah.
Amru bin Syu’aib menerima hadits dari Anas bin Malik bin Nadhor
bin Madhmum bin Zaid, Zaid bin Aslam, Zaenab bin Abi Sa’id, Sa’id bin Musbab
bin Hajn bin Abi Wahab bin Amru, Sulaiman bin Yasar, Thusi bin Kaesin, ‘Asom
bin Supyan bin Abdullah, Abdullah bin Abi Najeh Yasar, Abdullah bin Amru bin
Luas bin Wail, dan lain-lain.
Amru bin Syu’aib menyampaikan hadits kepada Hajn bin Artoh bin
Tsuwar, Hasan bin ‘Atiyah, Husain bin Dzukun, Hamid bin Abi Hamid, Hamid bin
Quaes, Kholifah bin Khoet bin Kholifah bin Khoet, Dawud bin Abi Hindun.
Kualitas periwayatan Amru bin Syu’aib dapat diketahui dari
perkataan Yahya bin Sa’id Luqthon yang menyatakan Tsiqoh, Yahya bin
Mu’in yang menyatakan Tsiqoh, Ali bin Mudini yang menyatakan Tsiqoh, Ishaq
bin Ruhwaeyah yang menyatakan Tsiqoh, Bukhori dan Abu Zar’ah Liraji yang
menyatakan Tsiqoh.
d. Sawwar bin Dawud (Wafat… ?)
Nama lengkapnya Sawwar bin Dawud. Ia termasuk kibâr al-atbâ’.
Nama Kunyah-nya adalah Abu Hamzah, ia menetap di Basrah. Tahun
wafatnya tidak diketahui.
Sawwar bin Dawud menerima hadits dari Amru bin Syu’aib bin
Muhammad bin Abdullah bin Amru. Ia menyampaikan hadits kepada Islmail bin
Ibrahim bin Maqsum, Abdullah bin Bakr bin Habib, Muhammad bin Bakr bin Utsman,
Muhammad bin Abdul Rahman, Nadhor bin Syamil, dan Wake bin Jarah bin Malih.
Kualitas periwayatan Amru bin Syu’aib dapat diketahui dari
perkataan Ahmad bin Hanbal yang menyatkan la ba’sa, Yahya bin Mu’in yang
menyatakan Tsiqoh, Bin Haban yang menyatakan Tsiqoh, dan Dzaruqutni
yang menyatakan la yatba’ ‘ala ahaditsihi faya’tabiru bihi.
e. Ismail bin Ibrahim (Wafat tahun 193 H)
Nama lengkapnya Ismail bin Ibrahim bin Maqsum. Nama Kunyah-nya
Abu Basyar. Ia menetap di Basyrah, dan wafat di Baghdad pada tahun 193 Hijriyah.
Ismail bin Ibrahim menerima hadits dari Ibrahim bin ‘Ala’I,
Ishaq bin Suwaed bin Hubareoh, Ismail bin Kholid, Ayub bin Abi Tumaemah Ques,
dan Bard bin Sunan.
Ismail bin Ibrahim menyampaikan hadits kepada Ibrahim bin Dinr,
Ibrahim bin Suaid, dan Ibrahim bin Abdullah bin Hatm.
Kualitas periwayatan Amru bin Syu’aib dapat diketahui dari
perkataan Syu’aib bin Hajaz yang menyatakan Sayid limuhaditsin, Ahmad
bin Hanbal yang menyatakan ilaihi limuntaha fi lititsabati, ‘Ali bin
Mudini yang menyatakan ma aqulu an ahad atsbata fi lihaditsi inhu, Yahyabin
Mu’in yang menyatakan Tsiqoh, Nasa’I yang menyatakan Tsiqoh, dan
Muhammad bin Sa’d yang menyatakan Tsiqoh.
f. Muawwal bin Hisyam (Wafat tahun 253
H)
Nama lengkapnya Muawwal bin Hisyam. Nama Kunyah-nya Abu
Hisyam. Ia menetap di Negara Basyrah dan meninggal di sana pada tahun 253
Hijriyah.
Muawwal bin Hisyam menerima hadits dari Ismail bin Ibrahim bin
Maksum. Ia menyampaikan hadits kepada Bukhori, Nasai, dan Abu Dawud.
Kualitas periwayatan Amru bin Syu’aib dapat diketahui dari
perkataan Abu Hatm Razi yang menyatakan Shoduq, Abu Dawud Sujaestani
yang menyatakan Tsiqoh, Nasai yang menyatakan Tsiqoh,Muslim bin
Qosim yang menyatakan Tsiqoh, dan Bin Haban yang menyatakan Tsiqoh.
g. Abu Dawud (Wafat tahun 275 H)
Nama lengkapnya adalah Abû Dâwud Sulaimân bin al-Asy’as\ bin
Syaddâd al-Azdî al-Sijistânî. Ia lahir pada tahun 202 H. Ia malang melintang ke
berbagai negeri dan berulang kali keluar masuk Baghdad. Ia tinggal di Basrah
dan meninggal di sana pada 16 Syawwal 275 H.
Abû Dâwud menerima hadis dari Abu al-Walîd al-T}ayâlîsî, Mûsâ
bin Ismâ-îl, Ahmad bin Hanbal, dan lain-lain.
Abû Dâwud menyampaikan hadis kepada Ibrâhin bin Hamdân
al-‘Âqûlî, Abû Îsâ, dan lain-lain.
Penilaian ulama terhadap kualitas Abû Dâwud tidak bisa
disangsikan karena dia termasuk salah satu periwayat/perawi kitab hadis standar
(al-kutub al-sittah) yang menjadi kitab rujukan di bidang hadis.
2. Jalur
Ahmad bin Hanbal
Dari jalur Ahmad bin Hanbal penulis hanya menjelaskan riwayatnya
Wke bin Jaroh dengan Ahmad bin Hanbalnya sendiri, karena dari Sawwar bin Dawud
(ke atasnya) sampai Abdullah bin Amru satu jalur dengan jalur Abu Dawud
(penjelsan masing-masingnya sudah penulis uraikan di atas).
a. Wake (Wafat tahun 196 H)
Nama lengkapnya Wake bin Jarah bin Malih. Nama Kunyahnya
Abu Sufyan. Ia menetap di Kufah dan meninggal di sana pada tahun 196 Hijriyah.
Wake bin Jarah menerima hadits dari Ibn bin Sum’ah, Ibn bin
Abdullah bin Abi Hajm, Ibn bin Yazid, Ibrahim bin Ismail bin Majmu bin Yazid,
Ibrahim bin Tohmah bin Syu’aib, dan Ibrahim bin Afdhal.
Wake bin Jaroh menyampaikan hadits kepada Ibrahim bin Ishaq bin
Ais, Ibrahim bin Sa’id, Ibrahim bin Musa bin Yazid bin Zudan, Ahmad bin
Abdullah bin Abi Syua’ib Muslim, Ahmad bin Muhammad bin Tsabit, Ahmad bin
Muhammad bin Abdullah bin Abi Raja, Ahmad bin Mani’ bin Abdur Rahman, dan Ishaq
bin Ibrahim bin Muholid.
Kualitas periwayatan Amru bin Syu’aib dapat diketahui dari
perkataan Ahmad bin Hanbal yang menyatakan maroatu io ‘iy lil’ilmi wala
ikhfado minhu, Yahya bin Mu’in yang menyatakan “saya melihat di hafal”,
Ajli yang menyatakan Tsiqoh, Yaqub bin Syaebah yang menyatakan Hafidz,
Muhammad bin Sa’d yang menyatakan Tsiqoh, dan Ibn Hiban yang
menyatakan Hafidz.
b. Ahmad bin Hanbal (Wafat tahun
241 H)
Nama lengkapnya Ahmad bin Hanbal Abû Abdillâh al-Syaibânî.
Ia lahir di Baghdad 20 Rabi’ul Awwal 164 H., dan dan meninggal di Baghdad pada
tanggal 22 Rabi’ul Awwal tahun 241 H.
Ahmad bin Hanbal menerima hadis dari Hasyim bin Basyîr, Ibrahîm
bin Sa’ad, Yahya bin Adam, Wakî’ bin al-Jarrâh, Abd al-Rahmân bin Mahdi, Qâd}i
Abû Yûsuf, Muhammad bin Ja’far, Suraij bin al-Nu’mân bin Marwân, dan lain-lain.
Para ulama yang mengambil hadis dari Ahmad bin Hanbal antara
lain adalah para periwayat kutub al-sittah, ‘Ali al-Madîni, Yahya bin
Ma’în, Dah}îm al-Syâmî, Ahmad bin Abî al-Harâwî, Ahmad bin Sâlih al-Misrî, dan
lain-lain.
Karena termasuk salah seorang ulama fiqh dan hadis, maka
tidak ada satupun ulama yang menjarh Ahmad bin Hanbal, sehingga ia
sangat terpercaya.
Berdasarkan penelitian terhadap sanad hadits di atas, dapat
disimpulkan bahwa hadits tersebut yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad
bin Hanbal berkualitas Shahih al-Sanad, karena seluruh rawi dinyatakan Tsiqoh
dan seluruh sanadnya bersambung, serta tidak terdapat Syudzudz dan ‘illah.
D.
Penelitian Matan
Menurut M. Syuhudi
Ismail, sebuah hadits dinilai shahih matannya apabila, tidak bertentangan
dengan petunjuk al-Qur’an. Kedua, tidak bertentangan dengan hadits yang
lebih kuat. Ketiga, tdak bertentangan dengan akal, indra dan sejarah,
dan keempat, susunan kalimatnya menunjukan sabda kenabian.[2]
- Tidak Bertentangan dengan Petunjuk Al-Qur’an
Dalam al-Qur’an banyak ayat berbicara tentang shalat, tetapi di
sini penulis hanya mengambil ayat-ayat yang mengandung perintah shalat dan
tanggung jawab orangtua terhadap keluarga (anak), diantaranya adalah:
a. Ayat tentang Kewajiban Orangtua, QS.
At-Tahrim ayat 6:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydßqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pkön=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâxÏî ×#yÏ© w tbqÝÁ÷èt ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtur $tB tbrâsD÷sã ÇÏÈ
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6).
Di dalam tafsir al-Maraghi diterangkan bahwa yang dimaksud
dengan al-ahl (keluarga) di sini mencakup istri, anak, budak laki-laki, dan
budak perempuan.[3] Di dalam ayat ini terdapat isyarat mengenai
kewajiban seorang suami/bapak mempelajari fardhu-fardhu agama yang diwajibkan
baginya dan mengajarkannya kepada istri dan anak-anaknya.
b. Ayat-Ayat tentang Perintah
Shalat secara Umum. Yaitu terdapat dalam QS. An-Nur ayat 56 dan QS. Al-Ankabut
ayat 45:
(#qßJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# öNà6¯=yès9 tbqçHxqöè? ÇÎÏÈ
Artinya: Dan dirikanlah
sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi
rahmat. (QS. An-Nur: 56).
ã@ø?$# !$tB zÓÇrré& y7øs9Î) ÆÏB É=»tGÅ3ø9$# ÉOÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# ( cÎ) no4qn=¢Á9$# 4sS÷Zs? ÇÆtã Ïä!$t±ósxÿø9$# Ìs3ZßJø9$#ur 3 ãø.Ï%s!ur «!$# çt9ò2r& 3 ª!$#ur ÞOn=÷èt $tB tbqãèoYóÁs? ÇÍÎÈ
Artinya: Bacalah
apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah
shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.
dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS.
Al-Ankabut: 45).
c. Ayat tentang Perintah
Shalat untuk Keluarga, yaitu terdapat dalam QS. Maryam ayat 55 dan QS. Thaha
ayat 132:
No comments:
Post a Comment