MANUSIA TAHAN KIAS
BINATANG TAHAN PALU
Catatan Kecil Dr.Mura
Pekanbaru Riau.
Kias adalah
suatu yang merupakan salah metode yg digunakan oleh para ulama dalam memahami
teks al-Quran dan as-Sunnah, para ulama menyatakan bahwa Majaz juga berlaku pada al-Quran dan
as-sunnah, sebab jika kita hanya kukuh menggunakan arti hakikat dari suatu kata
tanpa melirik ke arah majaz ( kiasan), maka kita tidak akan menemukan celah
untuk menyatukan dan menyelaraskan antara berbagai nash yg secara harfiah
sekilas akan memberikan pemahaman yang bertentangan.
Tanpa
kias, semuanya bertentangan,
Kata bersimbol penuh kebijaksaanaan.
Diperkaya, berbagai perumpamaan,
Samudra ilmu, mengalami perluasan
Tanpa kias, ditemukan ratusan ayat serba
bertentangan, padahal kita tahu bahwa tidak mungkin Allah SWT menyampaikan
sebuah ayat yang bertolak belakang dan berlawanan dengan ayat yang lainnya.
Dalam permasalahan ini, tidakkah kita melihat terhadap apa yang telah
diceritakan Allah tentang kisah Nabi Ibrahim yang seolah-olah Nabi Ibrahim
telah melakukan tindakan yang mengandung unsur menyekutukan Allah dengan
menyandarkan “kemampuan” kepada berhala dengan tujuan untuk memalingkan
umat-nya agar ber-iman kepada Allah, padahal disisi lain kita tahu bahwa tidak
ada satupun yang bisa memberikan manfaat dan bahaya kepada siapapun saja
kecuali hanya Allah semata. Seperti yang telah diabadikan dalam ayat;
رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ [إبراهيم/36
“ya Tuhan-ku,
sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan dari pada
manusia”.(QS, Ibrahim 36)
Majas ‘Aqli adalah menyandarkan sebuah fi’il (kata kerja)
atau yang semakna dengannya terhadap sesuatu yang tidak memiliki hubungan
dengannya yang disertai dengan adanya Qorinah (indikasi) yang menunjukkan atas
tercegahnya untuk menyandarkan fi’il tersebut terhadap sesuatu yang disebutkan
dalam teks secara harfiah.
Jika kita mengabaikan makna majaz pada ayat diatas, justru akan menghantarkan kita kedalam pemahaman yang dapat merobohkan sifat ‘Ishmah (terjaga dan terpeliharanya ) para Rasul dari kemaksiatan batim mereka. Artinya, untuk menghindari anggapan bahwa Nabi Ibrahim telah menisbatkan “kemampauan menyesatkan” kepada berhala, padahal yang demikian itu hanya mampu dilakukan oleh Allah, maka diperlukan adanya peneapan metode:
majaz ‘aqli, yakni adanya
menyandarkan hukum “kemampuan” bukan terhadap pelaku yg sebenarnya (hakiki)
dengan tettap berkeyakinan bahwa hanya pelaku yg hakiki (Allah) lah yang mampu
melakukannya. Sehingga ayat di atas dapat diartikan “berhala-berhala itu telah
menyebabkan kebanyakan dari manusia tersesat” namun dengan tetap meyakini bahwa
Allah yg telah menjadikan kebanyakan manusia tersesat. Dengan demikian dapat
kita temukan makna yg dapat menghilangkan kepahaman bahwa Nabi Ibrahim telah
menyekutukan Allah dengan berhala.
Contoh lain dalam ayat berikut
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ
قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آَيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى
رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ [الأنفال/2]
”sesungguhnya orang-orang beriman adalah mereka yang ketika
disebut nama Allah maka bergetarlah hati mereka dan ketika dibacakan kepada
mereka ayat-ayat-Nya maka akan menambah keimanan mereka dan kepada Tuhanlah
mereka berpasrah diri”.(Qs. Al-anfal 2)
Menyandarkan hukum “menambah keimanan” pada ayat di atas
merupakan salah satu bentuk majaz ‘aqli, karena ayat al-Quran hanyalah
merupakan salah satu faktor yg menjadikan sebab bertambahnya keimanan, sedangkan
yg menambah keimanan pada hakikatnya adalah hanya Allah SwT.
Majaz juga terdapat pada ayat
فَكَيْفَ تَتَّقُونَ إِنْ كَفَرْتُمْ يَوْمًا يَجْعَلُ الْوِلْدَانَ
شِيبًا [المزمل/17]
“maka bagaimana kamu dapat bertaqwa terhadap hari yang
menjadikan anak-anak beruban (dengan panjagaan yang manakah kamu semua
melindungi dirimu dari siksa hari yg menjadikan anak-anak beruban yaitu hari
kiamat ) jika kamu tetap kafir (didunia)
(Qs, al-Muzammil, 17)
Menyandarkan “ yaj’alu (menjadikan)” terhadap kalimah “
yauman (hari)” merupakan majaz ‘aqli, sebab “hari” merupakan ruang waktu
menjadikan anak-anak ber-uban, sedangkan yg menjadikan mereka beruban secara
hakikat tetaplah Allah.
Dalam ayat lain juga disebutkan
وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آَلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا
سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا (23) وَقَدْ أَضَلُّوا كَثِيرًا [نوح/23،
24
“jangan sekali-kali kamu meninggalkan Tuhan-tuhan kamu dan
jangan juga sekali-kali kamu meninggalkan wadd,dan jangan pula suwa, yaguts,
ya’uq dan nasr. Dan sungguh mereka telah menyesatkan banyak manusia.”
(Qs, Nuh, 23-24)
No comments:
Post a Comment