Wednesday, March 12, 2014

PUISI...Dalam kepulan asap Riau dan Kepri Kota Pekanbaru, dilanda setengah sepi



MEMBACA SAJAK DALAM KEPULAN ASAP

Karya Mr.M.Rakib Ciptakarya LPMP Riau Pekanbaru Indonesia

Dalam kepulan asap Riau dan Kepri
Kota Pekanbaru, dilanda setengah sepi
Tiada serangga yang beterbangan.
Pekanbaru kota nyamuk, kehilangan setengah nyamuknya.
Akhirnya semuanya mati, di bual februari, Maret April, Mey 2014.
Matahari menjadi mati
Kubaca sajak  petang dan pagi, dalam asap yang kian tinggi
Entak mengapa, tiada lagi angin berhembus dingin
Hanya gemuruh mesin kendaraan memanggil bising
matahari mencuat menerkam mata yang masih pekat, mimpi-mimpi sunyi

Disangka malam terus, tanpa sadar, sudah siang
Entah kemana seloama ini, angin yang berhembus sepoi
mencari teduh bayang-bayang
nyanyian kehidupan mengalun di pelataran
sekerat tekat dan keberanian
matahari mencabik, mengkristalkan keringat

Asap Riau menjadikan, tiada bedanya, pagi dan sore
Kami sangat merindukan angin berhembus menentramkan
Alangkah sulitnya, melihat jejak-jejak kaki menapak di pantai
Asap Riau menjemput  kematian, matahari mengantarkan kita sampai di sini
pulang ke rumah abadi

malam
Merindukan angin berhembus muram membaca tanda-tanda temaram
tiba-tiba kita berhenti tertawa
kita lupa jalan pulang



Pencuri Darah  Di Waktu Malam

Nyamuk yang pencuri darah di waktu malam.
pencari sunyi yang berkawan dengan aroma asap pembakran hutan.i

Hai para nyamuk kota Pekanbaru, berapakah malam yang kau pinta
untuk mengisap darah para pemimpin yang khianat, koruptor laknat?
Tiga bulan tiada hujan yang turun adalah penyeduh ilusi
Hai para kodok,berapakah sunyi yang kau rupakan?
Jangan  berharap gerimis  penggoda malam-malam kesepian

sebuah tempat dan sunyi kau rebus demi dahaga yang menahun
dalam kotak-kotak kamar
hitam dan putih membelah halaman rumah tua

berderet tebal halaman buku
di atas rak meja masih tertata juga
belum sempat menguliti isi dari pada daging
kita, segumpal daging
seonggok dosa dan doa mencekam
sesudah menyeduh teh panas atau kopi yang membarakan jantung
sebatang demi sebatang jadi asap lenyap di udara begitu saja
kamu kumandangkan larik-larik resah dan bungah
berharap pada tangkai-tangkai yang bertumbuh
jadi buah-buah rindu
pada siapa kau akan menjaga dan meminangnya?


KETIKA DATANGNYA PEMOTONGAN ZAKAT
BERSAMA ASAP PEKAT

Terang temaram jalanan Pekanbaru Riau,  mengantarku pada bait kesekian kisah hidup
Asap menyesakkan, disaat guru-guru dipaksa potong gajinya atas nama zakat oleh walikota, tanpa sosilisasi dan motivasi. Tanpa tranparansi, kemana uang zakat itu pergi..
Pemotongan gaji zakat menjadi perjalanan yang melelahkan
Guru-guru temanku, berhati yang gelisah
Tiada mengerti kemana lagi kerikil hidup ini akan menancap
hidup adalah engkau melempar sebuah dadu dan kau jadi pucat pasi
bukankah ini skenario kehidupan yang mesti dikunyah dan ditelaah

jangan enggan untuk mendekat
mencapai kesejukan batin yang engkau harap
bait-bait derita masih menunggu di halaman sunyi

kerikil-kerikil membawa pada pencerahan hidup
seperti bunga yang rajin menarik lebah berdatangan


MASUK ASAP KELUAR ASAP

Asap pekanbaru kini, merengkuh riuh napasmu
Terbakar lah lahan hati yang membelukar
Hanguslah semak semakin liar

Bono Kualoa Kampar, mejadi ombak menepi di lautmu yang cemar
Matamu perih
Rasa rindu pun retak

Engkau dan aku merindu kisahmu yang hingar
merangkumnya di belantara dunia yang berkelakar
semakin derap kusapa bayangmu

kapal telah lepas jangkar
dan dadamu membekas memar

ASAP YANG KIAN MERUSAK

Asap pebakaran hutan, jadi kan hangus dingin dalam rindu
yang
ketika kau buka pintu
udara berhembus bersama asap sejuk
di dadaku
dan
pula kisah semalam
ada geletar darah yang menggebu
ini makin membunuhku
rindu pilu

BERMIMPI DALAM KEPULAN ASAP

Rumput  di pinggiran jalan Pekanbaru habis kering mati.
Kemarau dan asap serentak dating menyerang.
Kiambang di sungai siak dan Kampar bertautan berkali, mati sendiri akhirnya
Sedihnya melihat pucuk-pucuk mimpi dan sunyi
menggelembung kekal seperti balon udara siap terbang berkelana udara utara
ia berjalan kembali

bersakit meski
mati pula nantinya
geregetan melihat rona pelangi suka mempermainkan hati
di ujung perjumpaan
oleh sebab ketiadaan ia menghilangkan jejak-jejak yang sempat tertaut

beranda hampir musnah sekali
ketika mengingat bayang itu mencabik luka
temaram semakin gelap dan tersamarkan oleh nyali
ketakutan dan kekawatiran menjadi hidangannya
udara semakin keruh oleh kata-kata
tulisan dan nama-nama yang terpampang pada buku-buku tebal berhalaman api
tertekan oleh maut yang mengintai
derap darah yang membercak kentara
sendirian ia akan mengarungi halaman-halaman sunyi
mencoba hal-hal yang belum terpikirkan dan termimpikan olehnya
sebab udara kian jauh bila tak harus bersua
oh, kotak ini terkunci rapat sekali

sudah cukup perjumpaan ini
wajahmu pasi hai purnama
masih ada sisa waktu dan napas dalam perjalanan nanti
boleh aku berpamitan sejenak, merampungkan hening rindu dan kata-kata
sisa malam berangkatlah mencari sekerat daging yang terpisah dari jiwa
dan anggur-anggur memabukkan jati diri
o, malam dingin begini



TUKANG RUMAH CIPTAKARYA
Namanya Epi, dua kali ditinggal istri.
Jalan Ciptakarya Pekanaru dirungi dua tiga macam asap’
Pertama asap pembakaran hutan.
Kedua asap pembakaran sisisa kayu tuang ciptakarya
Ketiga,asap rokok Tukang Epi yang terus mengepul dan asap rumah dan ruko yang terbakar dinihari tadi.
Bagi Tukang Epi, biar tiada nasi, asalkan dapat segelas kopi ‘
Seharusnya  tiada lagi asap menyesap rindumu..
seperti panas kopi  si Tukang Epi.
mengulang-ulang rindu yang makin mendaki

separuh waktu mungkin
kuhabiskan sisa-sisa napas dalam padang luas

berapa waktu yang akan kau beri?
betapa rindu mengendap seperti ampas

Pekanbaru Riau  Indonesia .Maret 2014.

Dalam kepulan asap, Pekanbaru riau
rasanya ingin menggunting jarak
makin tunas rasanya, rasa yang ada
rindu yang terjalin mengerat dan berat

memindahkan tubuh pada ruang sunyi lagi
di beranda berpetak
meminjam nada-nada dan suara-suara yang disuka
kemudian mengalun dan bersenandung sendiri
selagi senja menghangat

dirimu teraduk dalam cangkir senja yang membumi
secangkir kopi dan imajinasi
kusesap dalam-dalam
dan rindu bertebaran memenuhi warna pelangi di kejauhan

KELINGKING BERKAIT BERULAH LAGI

Pesawalembar Demi Lembar, kucatat penipuanmu
Kukayuh sepdah kepedihan sakit hati padamu
mengayuh asin setiap goresan yang tercetak
beribu kata rapi tersusun
menghimpunkan sunyi Metafora Birahi Laut
tentang perjalanan seorang anak bahari berpagarkan rindu dan ombak-ombak

lembar demi lembar
meresap kata-kata yang tak mampu kutenggak
menjadikannya tulang sumsum dan tombak

angan dan imajiku setia berlayar di halaman-halamanmu
setiap rekahan kata-katamu adalah penegak
memburu nasib dan rasi di langit utara

tubuh kita adalah puisi
bertautan dalam kepul asap secangkir kopi

kita sering melukis pelangi
dengan ampas kopi sisa senggama

mataku beradu matamu
seperti mug atau cangkir yang selalu rindu panas kopi

derai malam menjadi saksi terlalu bisu
untuk kemenangan kita mendaki birahi




riwayat yang hilang dan setumpuk catatan usang menggenangi mata
berserakan!

kertas-kertas dan abu bekas pemujaan semalam
tentang dunia ilusi yang melenakan
batu-batu bersimbah tinta
mengarsir sendiri pada nganga luka
semua ada catatan meski tiada berguna lagi
namun, mungkin nanti ada saatnya membuka kembali sejarah dan riwayat-riwayat itu
setelah sekian tahun terpendam dalam tanah liat dan gersang gurun berpasir darah
kembali pada jalan masing-masing guna menghisap dosa dan kesalahan
persembahan tak akan sia-sia meski telah dicampakkan

karena kita manusia
kita manusia

membekukan dan mencairkan
setiap kenangan adalah makna
saling bercerita satu sama lain
apakah yang kau punyai selain cinta yang semu belaka
dan apa pula yang aku bisa selain kesetiaan tiada tara
meski pula terkalahkan
mungkin hanya bualan saja
tak perlu ada usap derai air mata atau malah menertawakan kebodohan diri
seumpama rumput itu berhenti bergoyang
buat apalagi tumpahan cerita
kubuang saja dalam tong sampah biar membusuk lekas
duka yang luas, luka yang panas

lekas
lekas bias
lekas ampas

kembali membekukan kenangan dan air mata
matahari tiada lelahnya menertawakan kesendirian
boleh aku pinjam bahumu sejenak saja
ada racun di mataku, silau dan bercak bergantian

ah, robek saja mukaku
aku (tak) pernah mati
menyertaimu dengan segumpal kesetiaan


PENIPUAN ITI BERULANG LAGI

Jas namanya mister jas, menipu lagi pada sisa-sisa hening ini aku merapu sunyi
Asap masih juga berbekas jejak, pesawt  yang engkau tumpangi
mencaduk pesan-pesan yang engkau kirim
dalam kerlap malam jua aku bersungut memaknai semua yang kau perankan
atas segenap kisah manusia
engkau hidup terus mengalir
menguliti jalan sunyi
bahwa puisi bukan pula hal modular
yang membuat kita hanya puas terkapar begitu saja
berhenti pada titik langkah
tidak juga engkau menjadi pandik
itu yang kutangkap dari senyum senjamu

di halaman, kosong oleh rerintik air hujan
debu-debu beterbangan beradu langkah dengan cengkiak
betapa muram tanah-tanah ini
aku semakin tak mengerti

kukira maukuf saat ini
betapa pula aku ceroboh mengartikan sampaian
pesan-pesan yang engkau tawarkan
yang engkau pentaskan

namun masih ada waktu buat berkelana
akan kutautkan rindu di penghujung malam
menyegel pintu-pintu asing
berukup tepat di tengah sunyi hitam
tingkar pikiran dan kepala dengan berjuta huruf yang berderet-deret di sekeliling

engkau hidup di kedalaman makna
hingga hilang sudah sunyi menjadi embun
maserasi fajar menggertak aorta
dan mata-mata yang malas enggan beranjak
memuncak tinggi di nirwana


PESAWAT  TURUN DALAM ASAP

Dalam tebalnya asap Pekanbaru, pesawat itu turun
Di dalamnya ada manusia yang kelingkingnya berkait.
Seua pegawai temannya, sakit hati..kemudian mengguling-guling memesan sunyi
suara parau dari lubang hidup yang tertera di dahi
mengejang pekat rerumputan bergidik
merdu lirih kau sampaikan salam pada angin
dan suara-suara masih serak

kau titipkan juga segepok rindu dalam kepul asap yang tertiup
tak ada alasan untuk menggelengkan kepala

oh, marilah kita memesan sunyi lagi
aku rindu memegang akar yang menjuntai dari kepalamu
aku tanam dalam kerut dada yang kasat

oh, marilah kita menenggak aroma keheningan lagi
aku resah menggapai tangan yang terkulai ingin  memelukmu
di ujung sesuatu, yang aku ragu menyebutkan nama apakah yang tepat

dan suara-suara masih serak
aku pun demikian menitipkan jua segepok rindu dalam kepul asap yang tertiup
tak ada alasan untuk menggelengkan kepala

Karanganyar-Solo, 06 September 2011
PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Mayoritas jadwal penerbangan di bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, terpaksa dibatalkan, Rabu (12/3) karena kabut asap. Namun ada beberapa maskapai penerbangan, yang tetap berharap bisa terbang sambil menunggu cuaca membaik, meski harus menunda keberangkatan dari jadwal semula.

Maskapai yang sudah pasti membatalkan penerbangan dari Pekanbaru, diantaranya Lion Air tujuan Jakarta, Batik Air tujuan Jakarta, Citilink tujuan Batam, Air Asia tujuan Medan, Sky Aviation tujuan Dumai.

Sedangkan yang masih menunda keberangkatan adalah maskapai Mandala Tiger Air tujuan Yogyakarta, Silk Air tujuan Singapura, Firefly tujuan Subang dan Air Asia tujuan Kuala Lumpur.

Sementara itu penerbangan menuju Pekanbaru, yang mengalami pembatalan diantaranya Lion Air dari Jakarta, Citilink dari Batam dan Garuda Indonesia dari Jakarta. Sedangkan pesawat yang masih menunda keberangkatan, Mandala Tiger air dari Jakarta, Silk Air dari Singapura, Firefly dari Subang dan Air Asia dari Kuala Lumpur.

Penundaan ini pun bukan berarti dipastikan tetap berangkat. Karena sebelumnya, Air Asia tujuan Medan terpaksa membatalkan penerbangan setelah hampir 5 jam kondisi cuaca di Bandara SSK II Pekanbaru tidak menunjukan perkembangan berarti.

"Bukannya membaik, kabut asap makin siang justru makin tebal. Tadi pagi jarak pandang 200 meter, sekarang justru 100 meter. Terbuka kemungkinan, yang ditunda ini mengalami pembatalan seperti penerbangan kemarin," jelas Akhsan, seorang petugas bandara kepada awak media ini.(afz)

2 comments:

Komentar Facebook