ANAK
PENGGUGAT ORANG TUA
AKIBAT TERPISAHNYA HUKUM DARI MORAL
M.Rakib Muballigh IKMI riau Indonesia 2015
Akibat tidak ada Moral, Pencuri Anak Ayam Dijebloskan 3 Bulan Ke Dalam Tahanan, sedangkan koruptor miliaran rupiah seperti dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia dibiarkan bebas. Malah ada debitor kakap yang diantar dengan sangat bersahabat memasuki istana kepresidenan oleh pihak berwajib. Jangan heran pula ketika melihat tiga direktur Bank Mandiri, E.C.W. Neloe, I Wayan Pugeg, dan Tasripan, yang sudah dipenjarakan kemudian dibebaskan.
Kasus
yang lain seperti seorang maling ayam yang harus dijatuhi hukuman kurungan
penjara dalam hitungan Tahun. Ini sangat berbeda dengan para pejabat pemerintah
atau mereka yang mempunyai banyak uang yang memang secara hukum terbukti
bersalah namun dengan mudahnya membeli keadilan dan mempermainkan hukum sesuka
mereka. Keduanya dalam kondisi yang sama namun dapat kita lihat bagaimanakah
hukum itu berjalan dan dimanakah hukum itu berlaku.
Seharusnya
pemerintah Indonesia dapat bertindak lebih adil dan untuk kalangan atas lebih
memperhatikan lagi dengan segala aspek dalam hukum yang ada dalam negara kita
ini. Bertindaklah seadil-adilnya, agar tidak ada pihak yang dirugikan maupun
diuntungkan.
Contoh
diatas adalah sebagian kecil dari hal-hal yang terjadi disekitar kita. Namun
dari hal tersebut yang akhirnya membuat orang-orang di negara ini akan
mengagmbarakan bahawa hukum negara kita tidak adil. Begitu banyak penyebab
sistem hukum di Indonesia bermasalah mulai dari sistem peradilannya, perangkat
hukumnya, dan masih banyak lagi. Diantara hal-hal diatas, hal yang terutama
sebenranya adalah ketidak konsistenan penegakan hukum. Seperti contoh kasus
diatas. Hal tersebut sangat mengggamabarakan sangat kurangnya konsistensi
penegakan hukum di negara ini, dimana hukum seolah-olah bahkan dapat dikatakan
dengan pasti dapat dibeli.
Faktor penyebab ketidakadilan Hukum di
Indonesia, antara lain:
1. Tingkat
kekayaan seseorang
Tingakatan
kekayaan seseorang itu mempengaruhi berapa lama hukum yang ia terima
2. Tingkat jabatan
seseorang
Orang
yang memiliki jabatan tinggi apabila mempunyai masalah selalu penyelesaian
masalahnya dilakukan dengan segera agar dapat mencegah tindakan hukum yang
mungkin bisa dilakukan. Tetapi berbeda dengan pegawai rendahan. Pihak kejaksaan
pun terkesan mengulur-ulur janji untuk menyelesaikan kasus tersebut.
3. Nepotisme
Mereka yang melakukan kejahatan namun memiliki kekuasaan atau peranan penting di negara ini dapat dengan mudahnya keluar dari vonis hukum. Ini sangat berbeda dengan warga masyarakat biasa yang akan langsung divonis sesuai hukum yang berlaku dan sulit unutk membela diri atau bahkan mungkin akan dipersulit penyelesaian proses hukumnya.
Mereka yang melakukan kejahatan namun memiliki kekuasaan atau peranan penting di negara ini dapat dengan mudahnya keluar dari vonis hukum. Ini sangat berbeda dengan warga masyarakat biasa yang akan langsung divonis sesuai hukum yang berlaku dan sulit unutk membela diri atau bahkan mungkin akan dipersulit penyelesaian proses hukumnya.
4. Ketidakpercayaan
masyarakat pada hukum
Ketidakpercayaan
masyarakat terhadap hukum muncul karena hukum itu lebih banyak merugikannya.
Dilihat dari yang diberitakan ditelevisi pasti masalah itu selalu berhubungan
dengan uang. Seperti faktor yang dijelaskan di atas membuat kepercayaan
masyarakat umum akan penegeakan hukum menurun.
Ketika
birokrasi institusi hukum hanya menghasilkan produk-produk ketidakadilan, maka
yang harus ditinjau ulang adalah cara berhukum itu sendiri. Cara berhukum yang
benar adalah dengan menerima bahwa hukum itu juga tumbuh berkembang dalam
interaksi masyarakat dan mengakui bahwa hukum ada tidak semata-mata untuk
dirinya sendiri, tetapi untuk tujuan dan makna sosial yang melampaui logika
hukum. Dengan cara berhukum seperti ini maka kepercayaan masyarakat terhadap
hukum akan pulih kembali. Oleh karenanya tugas dari pelaku hukum dan ahli hukum
dalam konteks Indonesia dewasa ini adalah bagaimana mencapai keadilan hukum,
bukan melulu kepastian hukum. Masyarakat sangat menunggu adanya hokum yang
berpihak kepada rakyat.
Hukum
serta perasaan keadilan dalam pengertian yang sesungguhnya itu hanya akan
ditemukan di dalam nurani tiap-tiap insan, dan ia akan selalu mendampingi,
terutama manakala mereka akan menetapkan atau mengambil sebuah keputusan
termasuk putusan hukum itu sendiri. Hukum sesungguhnya dibuat dan ditegakkan
untuk mewujudkan keadilan. Namun hukum dan keadilan memang tidak selalu
sejalan. Hal itu terjadi karena keadilan sebagai nilai tidak mudah diwujudkan
dalam norma hukum. Nilai keadilan yang abstrak dan tidak selalu bersifat
rasional tidak dapat seluruhnya diwadahi dalam norma hukum yang preskriptif.
Hukum dirumuskan secara umum untuk mewadahi variasi peristiwa hukum serta
kemungkinan hukum berkembang di masa yang akan datang.
Perlu
dipertanyakan, apakah negara sudah menyediakan perangkat hukum dan menegakkan
keadilan bagi rakyatnya. Apakah perangkat hukum yang disediakan oleh negara dan
penegakan hukumnya telah mencerminkan keadilan dalam masyarakat.
Penegakan hukum merupakan pusat dari seluruh “aktivitas kehidupan” hukum.
Menegakkan keadilan bukanlah sekadar menjalankan prosedur formal dalam
peraturan hukum yang berlaku di suatu masyarakat, menegakkan nilai-nilai
keadilan lebih utama daripada sekadar menjalankan berbagai prosedur formal
perundang-undangan. Rasa keadilan tidak hanya tegak bila penegak hukum hanya menindak
berlandaskan pasal dalam UU secara kaku dan tidak mengenali nilai keadilan yang
substantif (Keadilan dalam hal ini bukan hanya keadilan hukum positif, tetapi
juga meliputi nilai keadilan yang diyakini dan berkembang dalam masyarakat).
Dalam pikiran para yuris, proses peradilan sering hanya diterjemahkan sebagai
suatu proses memeriksa dan mengadili secara penuh dengan berdasarkan hukum
positif semata-mata. Pandangan yang formal ini mendominasi pemikiran para
penegak hukum, sehingga apa yang menjadi bunyi undang-undang, itulah yang akan
menjadi hukumnya.
Kelemahan
utama pandangan hukum secara formal ini adalah terjadinya penegakan hukum yang
kaku, cenderung mengabaikan rasa keadilan masyarakat karena lebih mengutamakan
kepastian hukum. Proses mengadili dalam kenyataannya bukanlah proses yuridis
semata. Proses peradilan bukan hanya proses menerapkan pasal-pasal dan bunyi
undang-undang, melainkan proses yang melibatkan perilaku-perilaku masyarakat
dan berlangsung dalam struktur sosial tertentu
Pengadilan
yang merupakan representasi utama wajah penegakan hukum dituntut untuk mampu
melahirkan tidak hanya kepastian hukum, melainkan pula keadilan, kemanfaatan
sosial dan pemberdayaan sosial melalui putusan-putusan hakimnya. Kegagalan
lembaga peradilan dalam mewujudkan tujuan hukum telah mendorong meningkatnya
ketidakpercayaan masyarakat terhadap pranata hukum dan lembaga-lembaga hukum.
Untuk itu, suatu keputusan pengadilan harus benar-benar dipertimbangkan dari
sudut moral, yaitu rasa keadilan masyarakat.
Hakim
sebagai pemegang pedang keadilan harus selalu berwawasan luas dalam menerapkan
hukum. Menjamin peraturan perundang-undangan diterapkan secara benar dan adil.
Apabila penerapan peraturan perundang-undangan akan menimbulkan ketidakadilan,
hakim wajib berpihak pada keadilan dan mengesampingkan peraturan
perundang-undangan.
Kegiatan
reformasi Hukum perlu dilakukan dalam rangka mencapai supremasi hukum yang
berkeadilan. Beberapa konsep yang perlu diwujudkan antara lain:
1. Penggunaan
hukum yang berkeadilan sebagai landasan pengambilan keputusan oleh aparatur
negara.
2. Adanya lembaga pengadilan
yang independen, bebas dan tidak memihak.
3. Aparatur penegak hukum yang professional
4. Penegakan hukum yang berdasarkan prinsip keadilan
5. Pemajuan dan perlindungan HAM
6. Partisipasi public
7. Mekanisme control yang efektif.
3. Aparatur penegak hukum yang professional
4. Penegakan hukum yang berdasarkan prinsip keadilan
5. Pemajuan dan perlindungan HAM
6. Partisipasi public
7. Mekanisme control yang efektif.
Untuk
memperbaiki Penegakkan Hukum di Indonesia maka para aparat hukum haruslah
taat terhadap hukum dan berpegang pada nilai-nilai moral dan etika yang berlaku
di masyarakat. Apabila kedua unsur ini terpenuhi maka diharapkan penegakan
hukum secara adil juga dapat terjadi di Indonesia. Kejadian-kejadian yang
selama ini terjadi diharapkan dapat menjadi proses mawas diri bagi para aparat
hukum dalam penegakan hukum di Indonesia. Sikap mawas diri merupakan sifat
terpuji yang dapat dilakukan oleh para aparat penegak hukum disertai upaya
pembenahan dalam system pengakan hukum di Indonesia.
Kasus
Sengketa Lahan Ibu dan Anak yang tidak bermoral, Mahasiswa Galang Koin
TANGERANG, (KB).-
Belasan mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Tangerang Raya menggelar aksi demo di depan Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, terkait Hj Fatimah (90), yang digugat anaknya Rp 1 miliar dalam kasus sengketa tanah.
Selain melakukan orasi, para mahasiswa ini juga menggelar aksi pengumpulan koin untuk Fatimah di Jalan TMP Taruna, depan PN Tangerang.
"Kami mengumpulkan koin untuk Nenek Fatimah, sebagai aksi kepedulian. Karena sangat tidak mungkin dia membayar gugatan Rp 1 miliar," ungkap Ketua HMI Cabang Tangerang Faridal Akmal, Selasa (7/10).
Dalam tuntutannya, mereka juga meminta majelis hakim menegakkan keadilan dengan mebebaskan Fatimah dari gugatan. Menurutnya, kasus ini sangat memprihatinkan.
"Apakah pantas anak menuntut orang tua yang sudah renta. Padahal dia telah dilahirkan dan diurus hingga dewasa, orang tua tidak pernah menuntut apa-apa. Anak durhaka itu," kata Faridal.
Sementara itu sidang lanjutan perdata tersebut, masih dengan agenda mendengarkan keterangan saksi tergugat. Dimana majelis hakim PN Tangerang masih meminta kepada kedua pihak pihak pengugat dan tergugat agar melakukan perundingan guna menyelesaikan perkara tersebut secara kekeluargaan. “Kami masih berharap kedua pihak dapat berembuk dan mencari kesepakatan yang menguntungkan. Karena bagaimana pun juga penggugat dan tergugat ini kan masih satu keluarga. Keputusan hakim nantinya tidak akan memenuhi keadilan salah satu pihak, pasti ada yang merasa dirugikan,” kata Ketua Majelis Hakim Bambang Krisna, kepada penggugat dan tergugat.
Dilaporkan Pidana
Belum selesai gugatan perdata sebesar Rp 1 miliar, Hj Fatimah kembali dilaporkan menantunya secara pidana ke Polres Metro Tangerang. Fatimah dan anak keenamnya Rohimah, dilaporkan oleh Nurhakim dengan tudingan penyerobotan tanah dan penggelapan sertifikat tanah.
Janda delapan anak itu pun mendatangi Polres Metro Tangerang untuk diperiksa sebagai saksi usai menjalani sidang di Pengadilan Negeri Tangerang, Rabu (7/10), sekitar pukul 12.00 WIB.
Kuasa hukum Fatimah, Aris Purnomo Hadi menjelaskan, dalam surat panggilan polisi itu, Fatimah dan Rohimah dipanggil sebagai saksi karena dilaporkan dugaan pelanggaran Pasal 167 KUHP tentang penyerobotan lahan dan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan.
"Ini sangat mengkawatirkan karena dalam pasal itu ancamannya hukuman penjara dibawah 5 tahun. Bayangkan saja seorang nenek sudah digugat Rp1 miliar, sekarang dilaporkan pidana," ungkapnya. (H-36)***
No comments:
Post a Comment