NARKOBA AKIBAT
PENGKIATAN TEMAN
Rakib Jamari, SH. Muballigh
IKMI Riau Indonesia
Hati- hati dalam berteman,
Ada yang khianat, berhati pereman
Disangka
baik, seperti orang beriman
Ternyata di dalamnya, dipenuhi Setan.
“Untuk apa menciptakan anak yang pintar, jika tidak dilengkapi dengan karakter yang kuat, budi pekerti yang luhur, akhlak, moral dan mentalitas yang tinggi?”…..begitu bunyi kritiknya.
Respon Dirjen Dikdasmen (Model Pengintegrasian Budi Pekerti,Jakarta 2003)
Perubahan yang kini sedang menggejala dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan dasar dan menengah dari Dirjen Dikdasmen sebagai respon atas kritik tersebut adalah:
Pertama, sistem penyelenggaraan pendidikan yang sentralistis kini telah diubah menjadi sistem penyelenggaraan pendidikan yang desentralistis.
Kedua, Sistem pembelajaran yang berpusat kepada guru (teacher centered), kini diubah menjadi sistem pembelajaran yang lebih berpusat kepada siswa (student centered) dengan pendekatan yang dikenal dengan Student Active Learning atau PAKEM (Pembelajaran yang Aktf, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan)
Ketiga, Pendidikkan yang lebih mengedepankan aspek akademis (High Based Education) secara bertahap telah diarahkan menjadi pendidikan yang berorientasi keterampilan.
Berdasarkan data yang dimiliki oleh Kementerian
Komunikasi dan Informatika
(Kominfo) sebanyak 24,2 persen anak dan remaja pengguna internet mengaku pernah
membagikan informasi pribadinya kepada orang asing. Informasi yang diberikan
antara lain nama lengkap, alamat dan nomor telepon.
Jika ditelisik lebih lanjut, hampir setengah dari
mereka adalah remaja usia 14 sampai 17 tahun. Tak hanya alamat dan nomor
telepon, 50,6 persen dari mereka yang membagikan informasi tersebut juga
memberikan fotonya kepada orang asing tanpa curiga.
Dr Asrorun Ni’am Sholeh, MA, komisioner dari
Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI), mengatakan bahwa hal ini membahayakan mengingat banyak kasus kejahatan
seksual yang bermula dari perkenalan melalui media sosial.
“Modusnya itu kan pertama berkenalan, lalu diajak ketemuan
atau kopi darat. Setelah itu biasanya dibikin mabuk lalu diperkosa,” terang
Asrorun pada acara Seminar
Sehari Internasional Penggunaan Media Digital di Kalangan Anak dan Remaja
yang bertempat di Hotel Borobudur, Jl Lapangan Banteng Selatan, Jakarta Pusat,
Selasa (18/2/2014).
Zaldy Munir menyatakan bahwa NARKOBA atau NAPZA adalah bahan / zat yang dapat
mempengaruhi kondisi kejiwaan / psikologi seseorang (pikiran, perasaan dan
perilaku) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi. Yang
termasuk dalam NAPZA, yaitu Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.
Masalah
pencegahan penyalahgunaan NAPZA bukanlah menjadi tugas dari sekelompok orang
saja, melainkan menjadi tugas kita bersama. Upaya pencegahan penyalahgunaan
NAPZA yang dilakukan sejak dini sangatlah baik, tentunya dengan pengetahuan
yang cukup tentang penanggulangan tersebut. Peran orang tua dalam keluarga dan
juga peran pendidik di sekolah sangatlah besar bagi pencegahan penaggulangan
terhadap NAPZA.
Narkotika menurut UU RI No 22 / 1997, Narkotika, yaitu zat atau obat yang berasal
dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
PENYEBABNYA SANGATLAH
KOMPLEKS AKIBAT INTERAKSI BERBAGAI FAKTOR
1. Faktor individual
Kebanyakan
dimulai pada saat remaja, sebab pada remaja sedang mengalami perubahan biologi,
psikologi maupun sosial yang pesat. Ciri-ciri remaja yang mempunyai resiko
lebih besar menggunakan NAPZA, seperti kurang percaya diri, mudah kecewa,
agresif, murung, pemalu, pendiam dan sebagainya.
2. Faktor Lingkungan
Faktor
lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan kurang baik
sekitar rumah, sekolah, teman sebaya, maupun masyarakat, seperti komunikasi
orang tua dan anak kurang baik, orang tua yang bercerai, kawin lagi, orang tua
terlampau sibuk, acuh, orang tua otoriter dan sebagainya.
Faktor-faktor
tersebut di atas memang tidak selalu membuat seseorang kelak menjadi
penyalahguna NAPZA. Akan tetapi, makin banyak faktor-faktor di atas, semakin
besar kemungkinan seseorang menjadi penyalahguna NAPZA.
GEJALA KLINIS
PENYALAHGUNAAN NAPZA
1. Perubahan Fisik
Pada saat
menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara pelo (cadel), apatis (acuh tak
acuh), mengantuk, agresif. Bila terjadi kelebihan dosis (Overdosis) : nafas
sesak, denyut jantung dan nadi lambat, kulit teraba dingin, bahkan meninggal.
Saat sedang ketagihan (Sakau) : mata merah, hidung berair, menguap terus,
diare, rasa sakit seluruh tubuh, malas mandi, kejang, kesadaran menurun.
Pengaruh jangka panjang : penampilan tidak sehat, tidak perduli terhadap
kesehatan dan kebersihan, gigi keropos, bekas suntikan pada lengan.
2. Perubahan sikap dan perilaku
Prestasi di
sekolah menurun, tidak mengerjakan tugas sekolah, sering membolos, pemalas,
kurang bertanggung jawab. Pola tidur berubah, bergadang, sulit dibangunkan pagi
hari, mengantuk di kelas atau tempat kerja. Sering berpergian sampai larut
malam, terkadang tidak pulang tanpa ijin. Sering mengurung diri, berlama-lama
di kamar mandi, menghidar bertemu dengan anggota keluarga yang lain.
Sering mendapat
telpon dan didatangi orang yang tidak dikenal oleh anggota keluarga yang lain.
Sering berbohong, minta banyak uang dengan berbagai alasan, tapi tidak jelas
penggunaannya, mengambil dan menjual barang berharga milik sendiri atau
keluarga, mencuri, terlibat kekerasan dan sering berurusan dengan polisi.
Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, pemarah, kasar, bermusuhan,
pencurigaan, tertutup dan penuh rahasia.
UPAYA PENCEGAHAN
PENYALAHGUNAAN NAPZA
Upaya
pencegahan meliputi 3 hal : mengenali remaja resiko tinggi penyalahgunaan NAPZA
dan melakukan intervensi. Upaya ini terutama dilakukan untuk mengenali remaja
yang mempunyai resiko tinggi untuk menyalahgunakan NAPZA, setelah itu melakukan
intervensi terhadap mereka agar tidak menggunakan NAPZA. Upaya pencegahan ini
dilakukan sejak anak berusia dini, agar faktor yang dapat menghabat proses
tumbuh kembang anak dapat diatasi dengan baik.
Komunikasi dua
arah, bersikap terbuka dan jujur, mendengarkan dan menghormati pendapat anak.
Memperkuat kehidupan beragama. Yang diutamakan bukan hanya ritual keagamaan,
melainkan memperkuat nilai moral yang terkandung dalam agama dan menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua memahami masalah penyalahgunaan NAPZA
agar dapat berdiskusi dengan anak.***
No comments:
Post a Comment