TERBARU UU No
35 Tahun 2014
Catatan M.Rakib Mugallig
IKMI Riau Pekanbaru Indonesia Saut East Asia
Pemerintah
dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menyepakati merubah
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perubahan ini
dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 yang diterbitkan pada
tanggal 17 Oktober 2014. Yang menarik dari perubahan Undang-Undang Perlindungan
Anak yaitu Pemerintah Daerah berkewajiban dan bertanggung jawab melaksanakan
dan mendukung kebijakan nasional dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak di
daerah. Hal ini tertuang dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014.
Pemerintah
Daerah dalam melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab melalui upaya daerah
membangun kabupaten/kota layak anak. Uraian lengkap mengenai Kebijakan
Kabupaten/Kota Layak Anak dituangkan dalam Peraturan Presiden. Hal ini
sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (6).
Kemudian, Pasal 80 ayat (1) UU No.35
Tahun 2014 tentang Perubahan UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak
menyatakan, “(1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6
(enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta
rupiah).”
Komitmen
perlindungan terhadap anak-anak dalam ajaran Islam, tertera di berbagai
literatur, kodifikasi hukum dan kitab suci Al-Qur’an. Setiap anak Adam
dipandang suci dan mulia dalam Islam. Diantaranya surat Al-Isra’ ayat 70.
setiap anak yang lahir dijamin kesuciannya, ia berhak mendapat pengasuhan dan
pendidikan dari orang tua atau walinya. Setiap anak memiliki hak fisik dan
moral. Hak fisik itu antara lain hak kepemilikan, warisan, disumbang, dan
disokong. Hak moral antara lain: diberikan nama yang baik, mengetahui siapa
orangtuanya, mengetahui asal leluhurnya dan mendapat bimbingan dalam bidang
agama dan moral.
Diantara hak anak dalam hal pengasuhan yang
diatur dalam ajaran Islam (Q;S : Al-Baqarah, ayat 233) adalah mendapatkan air
susu Ibu (ASI) sejak lahir –idealnya- hingga usia dua tahun penuh. Dua tahun
penuh sebagai durasi ideal seorang bayi mendapat ASI, tanpa harus membebani
Ibunya secara berlebihan, apalagi hingga membuat sang Ibu sengsara.karenanya Islam
juga memberi solusi bagi ibu yang kurang sehat boleh menitipkan penyusuan
kepada perempuan lain, atas kesepakatan bersama suami. Penyusuan boleh
dihentikan sebelum dua tahun, tapi terlebih dahulu kedua orang tua harus
bermusyawarah untuk melihat baik buruknya pengehentian penyusuan tersebut. Hal
ini ditegaskan dalam Al-Quran:
“Apabila
keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
musyawarah, maka tidak ada dosa bagi keduanya.”(Q.S.Al-An’am ; 151).
Ayah
bayi harus membantu agar air susu ibu terus tersedia cukup dengan cara
menyediakan makanan yang cukup bagi ibu dan suasana yang tentram dan damai. Hal
ini menjadi suatu pertanda bahwa sebenarnya Islam menggangap menyusui anak
sebagai satu kewajiban utama bagi ibu sehingga ia tidak bisa dibebani pekerjaan
yang bisa menggangu proses penyusuan itu.
Konsep
semacam ini Islam mengatur dan menjamin hak kesehatan dan hak pengasuhan serta
pendidikan anak. sebab seperti diketahui, ASI ternyata berperan besar dalam
membentuk ketahanan tubuh seorang bayi dari penyakit, juga berperan dalam
pembentukan karakter dan kecerdaasan seorang bayi. Pemerintah juga
bertangggugjawab dalam kelangsungan hidup dan tanggung jawab setipa warganya.
Maka kelangsungan hidup dan kenyamanan setiap anak dalam menikmti ASI juga
seharusnya dijamin oleh pemerintah.
Hak pengasuhan yang harus diperoleh
setiap anak juga mencakup hak mendapatkan nama, Aqiqah dan pengenaalan terhadap
lingkungan dan penanaman ideologi serta pendidikan.
Rasulullah
S.A.W. bersabda; “Tiap bayi dilahirkan dalam kadaan suci ( fithrah Islamy )
. Ayah dan Ibunyalah kelak yang menjadikannya Yahudi, Nashrany, atau Majusyi."
HR Bukhary.;1100;243/15. dalam hadist lain juga diungkap “Barang siapa
mempunyai dua anak perempuan dan dia asuh dengan baik maka mereka akan
menyebabkannya masuk sorga. ( HR Al Bukhary )/ 1100; 244/20.
Belakangan ini, berbagai teori pendidikan dan
metodanya semakin berkembang. Ukuran kecerdasan seseorang juga kian beragam.
Orang tua modern saat ini tidak lagi melihat kecerdasan anak secara
konvensional, tidak dari sisi prestasi akademis belaka. Pendidikan anak
menggunakan beragam metode yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan
psikologinya. Di lingkungan keluarga, pendidikan anak diarahkan dalam rangka
penanaman keagamaan, sebagai contoh pendidikan tentang shalat sebagaimana
yang anjurkan oleh Rasululah dalam sabdanya:
”Perintahlah anak-anakmu untuk
melaksanakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun. Pukullah mereka jika
sampai berusia sepuluh tahun mereka tetap enggan mengerjakan shalat”. (HR.
Abu Daud dan al-Hakim).
Dalam hadits ini Rasulullah
menggunakan ungkapan murruu (perintahkanlah) untuk usia anak di bawah 10 tahun
dan idhribuu (pukullah) untuk usia 10 tahun. Dengan demikian, sebelum
seorang anak menginjak usia 10 tahun, tidak diperkenankan menggunakan kekerasan
dalam masalah shalat, apalagi dalam masalah selain shalat. Masa depan dan
pendidikan anak menjadi kewajiban utanma orang tuanya.
“Tidak ada pemberian seorang ayah
yang lebih baik, selain dari budi pekerti yang luhur”.(HR. Tirmidzi).
Islam
juga meminta komitmen pemerintah dan masyarakat dalam meperhatikan hak anak
yatim. Seorang anak yatim, anak yang terbuang, terlantar, korban perang dan
semacamnya memiliki hak yang sama seperti anak-anak yang lain.mengabaikan
pendidikan anak merupakan dosa sosial yang berdampak sangat buruk bagi masa
depan sebuah komunitas, termasuk agama dan negara itu sendiri. Allah SWT
bahkan mengingatkan umatnya untuk tidak berbohong atas nama agama, dan tidak
mengekploitasi anak yatim;terlantar; dan sejenisnya, dan melarang terrampasnya
hak mereka.
Eksploitasi
anak dapat terjadi dalam suatu pekerjaan atau dengan alasan pembelajaran. semua
hal tersebut dapat berakibat langsung pada fisik, mental psikologi mereka.
Islam jelas melarang hal ini. Sebuah hadist yang masyhur tentang pendidikan
Anak mengurai kewajiban orang tua untuk mendidik anaknya tanpa harus memaksakan
kehendak diri orang tua. Tanpa harus mengeksploitasi anak. “Didiklah
Anak-anakmu, karena mereka diciptakan untuk menghadapi jaman yang berbeda
dengan jamanmu,” Pesan Nabi itu menegaskan karakter pendidikan haruslah
futuristik dan membebaskan setiap anak untuk berkreasi sesuai minat dan bakat
untuk eranya, tanpa harus keindahan dn kenyamanan mereka untuk menikmati masa
kanak-kanak dengan indah
Anak
adalah kelompok masyarakat yang sangat rentan untuk menjadi korban suatu tindak
pidana. Kerentanan itu diakibatkan oleh berbagai keterbatasan dan kekurangan
yang dimiliki oleh anak-anak. Lemahnya fisik, keterbatasan pemikiran dan
pengetahuan, rendahnya posisi tawar dalam ruang interaksi sosial, keluarga yang
tidak utuh, dan lemahnya ekonomi keluarga membuat anak-anak menjadi pihak yang
sangat mudah dan rentan dihampiri oleh tindak pidana, atau dengan kata lain
menjadi korban tindak pidana.
Padahal, dalam hal hubungan dengan
anak, Rasulullah mengajarkan orang tua melakukan pendekatan dengan penuh kasih
sayang dan kelembutan. Tuntunan Rasulullah ini kerap kali terabaikan, lalu
muncullah apa yang disebut kekerasan terhadap anak. Begitu banyak kasus
kekerasan terhadap anak muncul dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat.
Optimalisasi Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan
Undang-Undang Perlindungan Anak perlu didukung dan ditingkatkan, agar masa
depan anak-anak indonesia terjamin, yang dengan sendirinya dapat menjamin masa
depan bangsa ini. Tak heran jika nabi mengungkap “Pemuda hari ini adalah
pemimpin masa depan,” dan untuk membentuk mental tangguh seorang pemuda,
harus dididik oleh seorang ibu yang tangguh dan kompeten, tak heran jika Nabi
juga bersabda “Ibu adalah tiang negara” sebab dari Ibu yang mampu mendidiklah,
lahir para pemimpin muda yang tangguh.
No comments:
Post a Comment