Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Sanksi Bagi Pemegang
Anggota Tubuh Anak Perempuan
Seorang lelaki telah
memegang bokong seorang perempuan yang masih berumur 17 tahun saat mengendarai
motor, yang saya tanyakan dikenakan pasal berapa dan apakah masuk dalam UU
Perlindungan Anak?
Menarik juga satu Jawaban: dari konsultan
hukum: Letezia Tobing, S.H., M.Kn.
Orang yang memegang
bokong seorang anak dengan maksud untuk melakukan perbuatan cabul dapat dihukum
pidana berdasarkan Pasal 82 jo. Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.
Ulasan:
Perlu diketahui bahwa
yang dimaksud anak berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak 2014”) adalah seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Mengenai seseorang yang
memegang bokong anak, pada dasarnya perbuatan tersebut dapat dipidana
berdasarkan Pasal 82 jo. Pasal 76E UU Perlindungan Anak 2014:
Pasal 76E UU
Perlindungan Anak 2014:
Setiap Orang dilarang
melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat,
melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau
membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
Pasal 82 UU
Perlindungan Anak 2014:
(1) Setiap orang yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali,
pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3
(sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
UU Perlindungan Anak 2014
tidak memberikan penjelasan mengenai pengertian perbuatan cabul. Akan tetapi,
kita dapat merujuk pada pengertian perbuatan cabul yang diberikan oleh R.
Soesilo dalam bukunya yang berjudul “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal” yang mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau
perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu berahi kelamin,
misalnya: cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada, dsb
(hal. 212).
Sebagaimana juga pernah
dijelaskan dalam artikel Pasal untuk Menjerat Anak yang Lakukan Pencabulan,
Ratna Batara Munti dalam artikel “Kekerasan Seksual: Mitos dan Realitas”
menyatakan antara lain bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) mengenal
istilah perbuatan cabul, yakni diatur dalam Pasal 289 sampai dengan Pasal 296
KUHP. Mengutip buku “KUHP Serta Komentar-komentarnya” karya R. Soesilo, Ratna
menyatakan bahwa istilah perbuatan cabul dijelaskan sebagai perbuatan yang
melanggar rasa kesusilaan, atau perbuatan lain yang keji, dan semuanya dalam
lingkungan nafsu berahi kelamin. Misalnya, cium-ciuman, meraba-raba anggota
kemaluan, meraba-raba buah dada, dan sebagainya. Menurut Ratna, dalam
pengertian itu berarti, segala perbuatan apabila itu telah dianggap melanggar
kesopanan/kesusilaan, dapat dimasukkan sebagai perbuatan cabul.
Oleh karena itu, jika
seseorang memegang bokong anak dengan maksud memang untuk melakukan perbuatan
cabul yang melanggar kesusilaan, yang dilakukan dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan,
atau membujuk Anak,maka orang tersebut dapat dipidana dengan Pasal 82 jo. Pasal
76E UU Perlindungan Anak 2014.
Memang dalam pertanyaan
Anda tidak ada keterangan yang mengatakan adanya kekerasan atau ancaman
kekerasan, dan sebagainya. Akan tetapi, jika anak perempuan tersebut juga tidak
mau dipegang bokongnya, maka dalam hal ini ada pemaksaan, dalam artian
seseorang melakukan suatu tindakan kepada orang lain yang tidak diinginkan oleh
orang tersebut.
Sebagai contoh, dalam
Putusan Mahkamah AgungNo. 442 K/Pid.Sus/2008 (putusan ini masih menggunakan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak – “UU Perlindungan
Anak), terdakwa meraba bokong anak berumur 14 tahun yang menjaga warung, tempat
terdakwa membeli rokok. Atas perbuatannya, terdakwa didakwa dengan Pasal 82 UU
Perlindungan Anak. Dalam perkara ini Hakim menyatakan terdakwa telah terbukti
secara sah meyakinkan melakukan tindak pidana “memaksa anak untuk melakukan
perbuatan cabul”, serta menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana
penjara selama 3 (tiga) tahun dan denda Rp 60.000.000.- (enam puluh juta
rupiah) dengan ketentuan jika denda tidak dibayar diganti dengan pidana
kurungan selama 3 (tiga) bulan.
Memang pasal yang
digunakan tidak sama karena UU Perlindungan Anak telah diganti dengan UU
Perlindungan Anak 2014. Tetapi pada dasarnya pengaturan tindak pidana dalam
Pasal 82 UU Perlindungan anak serupa dengan ketentuan dalam Pasal 76E UU
Perlindungan Anak 2014:
Pasal 82 UU Perlindungan
Anak:
Setiap orang yang
dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan
tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau
membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
No comments:
Post a Comment