Thursday, April 16, 2015

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak



Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak


Sanksi Bagi Pemegang Anggota Tubuh Anak Perempuan

Seorang lelaki telah memegang bokong seorang perempuan yang masih berumur 17 tahun saat mengendarai motor, yang saya tanyakan dikenakan pasal berapa dan apakah masuk dalam UU Perlindungan Anak?

Menarik juga satu Jawaban: dari konsultan hukum: Letezia Tobing, S.H., M.Kn.

Orang yang memegang bokong seorang anak dengan maksud untuk melakukan perbuatan cabul dapat dihukum pidana berdasarkan Pasal 82 jo. Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Ulasan:
Perlu diketahui bahwa yang dimaksud anak berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak 2014”) adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Mengenai seseorang yang memegang bokong anak, pada dasarnya perbuatan tersebut dapat dipidana berdasarkan Pasal 82 jo. Pasal 76E UU Perlindungan Anak 2014:
Pasal 76E UU Perlindungan Anak 2014:
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

Pasal 82 UU Perlindungan Anak 2014:

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


UU Perlindungan Anak 2014 tidak memberikan penjelasan mengenai pengertian perbuatan cabul. Akan tetapi, kita dapat merujuk pada pengertian perbuatan cabul yang diberikan oleh R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal” yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu berahi kelamin, misalnya: cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada, dsb (hal. 212).


Sebagaimana juga pernah dijelaskan dalam artikel Pasal untuk Menjerat Anak yang Lakukan Pencabulan, Ratna Batara Munti dalam artikel “Kekerasan Seksual: Mitos dan Realitas” menyatakan antara lain bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) mengenal istilah perbuatan cabul, yakni diatur dalam Pasal 289 sampai dengan Pasal 296 KUHP. Mengutip buku “KUHP Serta Komentar-komentarnya” karya R. Soesilo, Ratna menyatakan bahwa istilah perbuatan cabul dijelaskan sebagai perbuatan yang melanggar rasa kesusilaan, atau perbuatan lain yang keji, dan semuanya dalam lingkungan nafsu berahi kelamin. Misalnya, cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada, dan sebagainya. Menurut Ratna, dalam pengertian itu berarti, segala perbuatan apabila itu telah dianggap melanggar kesopanan/kesusilaan, dapat dimasukkan sebagai perbuatan cabul.


Oleh karena itu, jika seseorang memegang bokong anak dengan maksud memang untuk melakukan perbuatan cabul yang melanggar kesusilaan, yang dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak,maka orang tersebut dapat dipidana dengan Pasal 82 jo. Pasal 76E UU Perlindungan Anak 2014.


Memang dalam pertanyaan Anda tidak ada keterangan yang mengatakan adanya kekerasan atau ancaman kekerasan, dan sebagainya. Akan tetapi, jika anak perempuan tersebut juga tidak mau dipegang bokongnya, maka dalam hal ini ada pemaksaan, dalam artian seseorang melakukan suatu tindakan kepada orang lain yang tidak diinginkan oleh orang tersebut.
Sebagai contoh, dalam Putusan Mahkamah AgungNo. 442 K/Pid.Sus/2008 (putusan ini masih menggunakan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak – “UU Perlindungan Anak), terdakwa meraba bokong anak berumur 14 tahun yang menjaga warung, tempat terdakwa membeli rokok. Atas perbuatannya, terdakwa didakwa dengan Pasal 82 UU Perlindungan Anak. Dalam perkara ini Hakim menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah meyakinkan melakukan tindak pidana “memaksa anak untuk melakukan perbuatan cabul”, serta menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan denda Rp 60.000.000.- (enam puluh juta rupiah) dengan ketentuan jika denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan.
Memang pasal yang digunakan tidak sama karena UU Perlindungan Anak telah diganti dengan UU Perlindungan Anak 2014. Tetapi pada dasarnya pengaturan tindak pidana dalam Pasal 82 UU Perlindungan anak serupa dengan ketentuan dalam Pasal 76E UU Perlindungan Anak 2014:

Pasal 82 UU Perlindungan Anak:

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

No comments:

Post a Comment

Komentar Facebook